20

408 151 23
                                    

"Apa lagi yang mau dia rencanakan? Kenapa dia mau bertemu Heineri? Mana mungkin wanita itu mau bicara. Pasha pasti menyuruhnya tutup mulut."

Aiden menggeleng tidak tahu. Ikuti saja si detektif muram itu. Entah kenapa setelah dipeluk tiba-tiba oleh Nalan dia jadi tambah murung. Apa dia tidak suka dipeluk orang asing? Tapi Watson biasa saja kok ketika Aiden menyentuhnya.

Yang dibicarakan menoleh ke belakang, ke arah parkiran. Nalan tidak ikut. Dia menunggu di dekat mobil, menyapa santun warga setempat yang lalu lalang.

Lupakan tentang kerinduan yang menjamah hatinya. Mari bersikap profesional. Informasi ada di depan mata. Fokus dengan itu dulu. Demi King.

Mereka sampai di depan pintu rumah.

Setelah suit, sesuai dugaan Watson sudah pasti kalah, dia pun melangkah maju menekan tombol bel.

Klek! Pintu terbuka begitu saja.

"Dan! Awas!" Aiden berseru.

Sebuah panah dart yang diolesi obat tidur melesat hendak menusuk lengan Watson yang tertegun. Untungnya benda itu langsung terpelanting setelah ditangkis oleh Nalan yang datang.

Deg! Baik Watson atau Jeremy sama-sama terkesiap, berdiri tegang. Sejak kapan Nalan datang? Bukankah dia beberapa menit lalu di bawah? Kenapa mereka tidak sadar sama sekali dia bergabung?

"Kamu baik-baik saja?! Apa ada yang terluka?!" tuturnya super panik. Bahkan suaranya jauh lebih berat dari tadi.

"O-oh, aku tidak apa-apa..."

Refleks yang mengagumkan. Kecepatan yang bukan main. Apa-apaan pria ini?!Watson dan Jeremy berseru kompak dalam hati, seketika ngefans dengannya.

"Siapa kalian? Mau apa kalian ke rumahku?" bentak Heineri di anak tangga memasuki mode defensif.

Mata Watson menyensor ruang tamu. Apa dia sudah tak bertugas? Atau mengambil cuti? Duh, harusnya Watson mengantisipasi poin ini sebelum ke sana.

"Apa anda dokternya Mendiang Pasha?"

Aiden dan Hellen tersentak. 

Jeremy!!!! Apa yang dia lakukan?! Kenapa dia langsung menanyainya?!! Mana dia melakukannya tanpa aba-aba lagi. Watson tak sempat mencegah jadinya.

"Kalau iya mau apa?" balasnya tajam.

Eh? Dia mengakuinya semudah itu?

Watson menggeser Jeremy ke samping, mengambil alih percakapan. "Kami dari klub detektif Madoka. Kami mendapat informasi bahwa anda dan Nyonya Pasha memiliki suatu koneksi. Apakah benar anda dokter bedah jantung beliau?"

"Kalau iya mau apa?" ulangnya.

Apa-apaan dokter ini? Apa dia sakit saraf? Atau hanya sekadar takut? Tapi matanya fokus dan tak menunjukkan tanda-tanda paranoid. Berarti opsi ke-2. Atau dia pernah mengalami syok?

"Anda mengidap afasia anomik?"

[Note: Penderita kesulitan menemukan kata-kata yang dibutuhkan untuk menyampaikan maksudnya.]

"Kalau iya mau apa?"

Watson mengangguk. Terkonfirmasi.

"Menurut rekam kesehatan, tidak ada masalah pada jantung Nyonya Pasha. Namun, kenapa dia mengontak anda jika dia didiagnosis sehat?" kata Hellen.

"Aku tidak tahu apa-apa. Dia tiba-tiba datang dan menyuruhku melakukan operasi yang ganjil. Aku tak bisa menolaknya karena dia sudah mengirim 10 juta dolar ke rekeningku. Aku membedah seorang pasien yang identitasnya tidak diberitahu. Aku mengambil jantung Pasha dan mentransplantasikan jantung itu ke pasien tersebut. Pasha bilang aku tak boleh mengintip wajah pasien ataupun mencari tahu biodatanya. Segera pindahkan pasien dan kubur mayat Pasha ke tempat jauh," tutur Heineri tanpa jeda. Matanya tidak fokus dan cenderung berorientasi ke kiri-kanan, kepalanya tertunduk, tangannya meremas ujung rok. Tampaknya dia punya gangguan komunikasi.

Hellen dan Jeremy bersitatap. Mencerna.

Jadi, Pasha meninggal karena mendonorkan jantungnya? Tapi... pada siapa? Melihat Pasha sampai mengorbankan diri, pasien itu pasti sangatlah penting baginya.

"Bagaimana ciri-cirinya?" tanya Aiden.

"Berat badan 23 kilogram. Tinggi 116 senti. Rambut cokelat. Anak laki-laki. Sekitar 7-8 tahun. Aku tak melihat wajahnya karena menghormati permintaan Pasha. Perjanjian antar pasien dengan dokter. Segera antar ke UGD tanpa perlu mengetahui wajahnya. Gunakan sesuatu untuk menutup pandangan. Pesan Pasha."

Deg! Aiden, Hellen, dan Jeremy saling tatap kaget. Jangan-jangan itu Paul?!

Otak, mari berpikir. Jika King berniat membunuh Paul sesuai yang tertera di judul novel, maka ledakan di Pockleland adalah kesempatannya. Mungkin mereka berada di situasi dimana King harus mengorbankan Paul. Atau King terlalu syok karena luka Paul terlihat parah hingga membuatnya meninggalkan Paul. Lalu dia terbanting oleh hempasan bom dan kepalanya cedera lantas amnesia.

Masalahnya, Chalawan bilang semua salah novel yang King temukan. Jadi besar kemungkinan kalau novel itu bukan King yang membuatnya melainkan Paul. Tetapi, apa motif Paul menyembunyikan pembunuhan tersirat? Dia benci King?

Pilihan ketiga, mereka berdua sama-sama memiliki niat jahat satu sama lain. Niat mencelakai. Itu masuk akal karena King iri dengan Paul yang dielu-elukan oleh ibunya dan keluarga Proycon. Kemudian Paul, apa yang dia irikan dari King?

Watson terdiam. Jangan-jangan karena Chalawan hanya menyayangi King?

Kalau dipikir-pikir, pasca ledakan, Chalawan hanya menyelamatkan King seorang bahkan tidak dengan Pasha. Ada dua alasan: Chalawan tak bisa menemukan tubuh Paul atau dia keburu ditelan kepanikan soal anaknya King terluka hingga kalap dan melupakan kondisi anaknya yang satu lagi. Istrinya saja terlupakan. Apa Chalawan mengutamakan King lebih dari apa pun?

Pasha langsung tahu anak yang tertinggal itu adalah Paul, makanya dia tanpa pikir panjang mendonorkan jantungnya. Tapi, dia butuh satu orang lagi untuk mengurus semuanya jika Pasha memilih tewas demi menyelamatkan Paul. Pesannya ke Heineri cuman mengantar Paul ke UGD. Bukankah aneh? Harusnya keluarga Procyon bisa menemukan Paul jika benar dia berada di rumah sakit. Takkan susah mencarinya. Toh, Heineri tak punya motif menculik Paul.

Artinya, ada yang memindahkan Paul ke tempat lain setelah Heineri mengantarnya ke UGD. Alias kaki tangan Pasha!

Nalan memandangi Watson yang sibuk berpikir serius. Tersenyum penuh arti.

"Di mana anda menguburnya?"

"Latar belakang pasien bersifat privasi--"

Watson melangkah ke depannya. Sorot mata datar. "Pasal 181 KUHP berbunyi: barangsiapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau menghilangkan mayat dengan maksud tertentu, diancam pidana penjara paling lama sembilan bulan. Apa anda mau berakhir di sel?"

Skip time.

Klub detektif Madoka sampai di alamat yang dituliskan Heineri. Pukul 2 siang. Seperti biasa, Hellen bertugas memantau.

"K-kita menggali kuburan lagi?"

"Kalau kamu tidak mau, kamu bersama Stern saja. Ini takkan memakan waktu lama kok," kata Watson berbaik hati.

Jeremy berbinar-binar. "Memang, hanya Watson yang terbaik! De best! I love u!"

"Siapa bilang?" Tapi tidak dengan Aiden. Dia menarik kuping Jeremy sebelum dia melengos pergi. "Kamu yang bekerja, Jer. Kamu lupa keadaan Dan? Dia baru habis kecelakaan! Dan kamu menyuruhnya bekerja? Kamu sebut dirimu teman?!"

"A-aku hanya bercanda."

"Tidak ada kata bercanda di kamusku," tukas Aiden menyerahkan cangkul. "Kamu duduk saja, Dan. Serahkan pada kami."

"Tapi..." Watson tak enak.

"Tidak ada tapi-tapian di kamusku. Duduk dan beristirahatlah! Aku tidak mau kamu ambruk karena kelelahan. Cuacanya terik. Bagaimana kalau kamu pingsan?"

"Baiklah, baiklah." Watson mendesah.

Tiga menit kemudian.

Aiden menyeka keringatnya. Menggali makam di bawah sorotan cahaya matahari. Sebuah pengalaman baru.

Setelah Watson menganggukkan kepala, Aiden dan Jeremy pun mengangkat penutupnya. Mereka bertiga terdiam.

Tidak ada apa pun di sana. Kuburan Pasha kosong untuk kedua kalinya.

Watson berbinar lemas. "Apa-apaan...?"










[END] King Krakal - "Please Find My Brother"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang