"DAN!" Aiden menyelonong masuk.
"Astaga!" Pemilik nama buru-buru memakai baju dengan asal. Dasar si Aiden, main masuk tanpa ketuk. Padahal Watson sedang ganti pakaian.
Violet datang menghambat rute Aiden yang ingin melompat memeluk Watson. Jari telunjuknya menggeleng. "Belum boleh, Nona Muda Aiden. Tubuhnya masih dalam tahap pemulihan. Kalau kamu memeluknya sekarang, tulangnya bisa patah. Kamu tahu kan anak ini lemah."
"Yah!" Aiden mendesah kecewa.
Dia masih menyebut Watson lemah setelah apa yang sherlock pemurung itu lakukan? Sialan. Watson mendengus, tidak mengerti definisi 'pria kuat'. Apa badannya yang kekar dan perutnya berkotak-kotak? Bukankah itu terlihat menjijikan? Ada roti di perutnya, hiy.
Ng? Tatapan Watson lurus ke arah payung yang ditenteng King. Kenapa dia bawa payung di musim panas?
King menyembunyikan payung tersebut ke balik punggung seolah mengerti tatapan ingin tahu cowok itu. "C-cuaca hari ini kelewat panas, Pak Ketua. Aku bisa pingsan. Ngomong-ngomong syukurlah kalau Pak Ketua sudah sehat. Aku kagum dengan pemulihan tubuhmu."
Watson diam. Dia belum mau berpikir.
"Masalah ini telah meluber, Watson," bisik Jeremy. "Tak kusangka Snowdown ikut terlibat. Bagaimana menurutmu?"
"Aku tahu apa yang mau kamu katakan. Tapi itu sudah berlalu. Snowdown sudah tamat sekarang. Jadi kita hanya perlu membersihkan jejak yang mereka tinggalkan, salah satunya ini."
"Kami menggali kuburan Pasha seperti perintahmu. Dugaanmu benar. Tidak ada apa-apa di dalam sana. Hanya peti kosong dengan bunga yang sudah layu."
"Ya, aku tahu itu akan terjadi."
Jeremy menelengkan kepala. Kenapa sherlock pemuram itu bawaannya tenang sekali? Apa dia tidak kaget atau semacam itu? Kan dia yang suruh.
"Kenapa reaksimu datar banget?"
"Karena jasad orangtuaku juga menghilang. Nadirat yang mengurusnya sudah meninggal dunia. Makanya aku yakin, ini sebuah teka-teki baru."
"Apa rencanamu?"
Entahlah. Dia masih perlu beristirahat di rumah sakit sampai lusa depan. Apa ada yang bisa dia lakukan di ranjang nan mangkar? Sial, dia mau pulang. Tapi tubuhnya masih terasa sakit. Belum lagi pusing yang kerap menyerang.
"Ng? Ini dokumen apa, Dan?" Aiden mengambil berkas di meja.
"Ah, itu tidak ada isinya. Buang saja."
Karena isinya sudah Watson pindahkan ke tempat lain begitu mendengar King (dan yang lain) akan datang. Dia tidak mau membawa amplopnya karena ribet.
Kita mundur latar waktunya ke hari kemarin ketika Watson dan Violet berbincang soal kasus Kinderen.
"Tapi ya, mereka benar-benar mirip. Sepupumu juga kembar, tapi mereka tak identik. King dan Paul adalah perwujudan saudara kembar sejati!"
"Yah. Wajah boleh jadi sama, namun karakteristik mereka jauh berbeda..."
"Wow!" Violet berseru pelan. Ternyata ada gambar kedua berdempetan dengan gambar di atasnya. Terekat karena dasar film foto. "Tampaknya yang memberikan berkas ini seorang informan intel atau malaikat penolong."
"Malaikat?" Watson mengernyit.
"Iya! Mungkin dia kasihan melihatmu babak belur makanya meninggalkan petunjuk. Rajin-rajinlah berdoa, Wat, agar kamu selalu diberkahi Dewi Fortuna! Kamu mungkin tidak tahu, tapi tingkat keberuntunganmu lumayan lho."
Bisa begitu? Ah, sudahlah. Watson melepaskan foto kedua yang menempel. Itu masih foto King dan Paul, namun diambil dari sudut pandang berlawanan.
"Eh, posisi mereka berubah?" Violet mengelus dagu. Di foto kedua tampak King berdiri di sebelah kiri. "Dia yang ini, kan? Yang pakai topi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] King Krakal - "Please Find My Brother"
Mystery / Thriller"Kalian tidak penasaran? King suka sekali membaca novel itu. Aku juga sering melihatnya membawa buku itu ke mana-mana." Pertanyaan random dari Aiden memancing sebuah misteri baru. Mereka mungkin memang sering melihat King membaca novel berjudul 'Ple...