Kediaman Proycon.
"Pergilah. Tempat ini tidak menyediakan jawaban yang kalian cari."
Apa?! Baru juga lima detik tiba di 'rumah' King, Aiden dan Dextra sudah diusir. Tidak ada satu pun anggota keluarga King yang peduli perihal dia diculik. Malahan mereka tampak senang.
"YAK!" Tapi maaf-maaf saja. Ini Aiden lho. Mana mau dia pergi tanpa mendapatkan informasi yang dipercayakan Watson padanya.
"Aduh, Kak Aiden, jangan memperunyam suasana! Mereka benar-benar marah!"
"Lepas," kata Aiden menepis tangan Dextra yang menariknya mundur. "Hebat banget ya kalian satu keluarga! Apa salah King, hah, hingga kalian setega ini padanya?! Di mana hati kalian?!"
"Kak Aiden! Mereka sudah memanggil satpam," cicit Dextra melihat penjaga rumah masuk ke ruang tamu.
Aiden menulikan telinga. Kalau perlu dia tendang satpam itu jika berani menyeretnya ke luar rumah. Dipikir siapa yang mau mereka usir, huh.
"Tak pernahkah setitik pun kalian menyayanginya? Dia masih anak-anak, tapi kalian memberinya beban berat. Genius? Ah, benar. Itu dia akar masalahnya. Kalian menginginkan keturunan genius. Apa kalian pikir seorang genius terlahir dengan mudah? Mereka ada karena gen atau usaha belajar mati-matian. Kalian mengabaikan anak kecil yang belum tahu apa-apa, kalian sebut diri kalian orang dewasa? Tidak sama sekali. Menurutku kepala kalian isinya cuman tahi."
"Kak Aiden...!" Dextra menepuk dahi. Tidak ada obatnya tuh gadis satu.
"Sepertinya kamu lah yang tidak tahu apa-apa di sini, Nak Aiden Eldwers," celetuk seseorang dari lantai dua. Seorang pria tua berwibawa.
Aiden dan Dextra mendongak. Itu ayah Pasha alias kakeknya King. Kepala keluarga utama unjuk muka juga.
Gadis Penata Rambut itu bersedekap. "Apa maksud anda, Tuan Procyon?"
Ngomong-ngomong gaya rambutnya adalah kepang satu lantas membalut kepang itu dalam bentuk silang dengan tali pita kain organdi berwarna ungu bermotif vintage dan memakai hiasan bunga di bagian ujungnya.
Kak Aiden cantik banget, batin Dextra malah salfok ke rambut bukan ke percakapan. Dan parahnya dia baru menyadarinya. Aduh! Fokus, fokus!
"Seperti yang kubilang, kamu tidak tahu apa pun tentang King Krakal yang sebenarnya. Dia hanya menunjukkan topengnya pada kalian. Aku yakin pandangan kalian akan berubah begitu melihat jati dirinya yang asli."
"Lalu apa?" hardik Aiden dingin. "Anda pikir kami akan menelantarkannya seperti yang kalian lakukan?"
"Kamu akan menyesal mengatakan itu."
"Tidak. Kalian lah yang akan menyesal nantinya. Jika terjadi sesuatu hal buruk pada King, aku tandai wajah kalian semua. Camkan itu dan lihat apa yang akan terjadi." Aiden menutup obrolan. "Ayo kita pergi! Orang-orang di rumah ini isinya pengabdi setan semua!"
Mulutnya, aduh... Dextra meringis.
"Miris sekali. Bisa-bisanya seorang monster sepertinya mempunyai teman bodoh yang naif tidak tahu berurusan dengan siapa," celetuk paman King.
Dextra langsung mengeret Aiden dari sana yang tiba-tiba ngamuk hendak melempar sesuatu ke paman King.
"APA KATAMU?! MONSTER?! KALIAN YANG MONSTER, KELUARGA BAJINGAN!"
"Sudahlah, Kak Aiden!"
Aiden menyumpah serapah setibanya di jalan raya, menendang pagar hitam yang tertutup dengan otomatis. "Aish! Kuharap rumah kalian dihantam meteor!"
"Kak Aiden... Kata-kata adalah doa..." lirih Dextra trauma berat setim dengannya.
Tapi, apa maksudnya menyebut King demikian? Apa hanya kata hinaan biasa atau ada sebuah alasan mengapa keluarga Proycon membenci King?
-
Angra sialan. Dia 'menyandera' Hellen dan Jeremy, mengawasi mereka supaya tidak ada celah untuk kabur.
Sebenarnya Watson bisa saja pergi sendiri, tapi agak-agaknya mereka akan marah lagi Watson tidak bekerja sama. Dia capek dimarahi melulu.
"Nah, Saho, biar kuberitahu tugasmu."
Maka dari itu Watson memanfaatkan sumber daya alam (baca: Saho). Dia butuh pengalih selagi dirinya membebaskan Hellen dan Jeremy. Sekarang sudah setengah tiga. Sudah tiga jam berlalu semenjak King diculik.
"A-aku tidak yakin bisa bekerja dengan benar," kata Saho gugup. Dia tidak menyangka Watson meneleponnya dan bilang membutuhkan bantuan.
"Tenang saja. Kamu hanya perlu melakukan apa yang kusuruh. Tapi, kamu yakin baik-baik saja dengan penampilan absurd itu?" tanya Watson melihat Saho yang mengenakan baju perempuan.
"Aku sudah biasa melakukannya, jadi kamu tidak usah khawatir."
Sepertinya mental Saho lebih kuat dibanding Jeremy. Berbeda dengan Jeremy yang dipaksa, dia justru senang hati memakai baju-baju feminim itu.
Tapi tetap saja Watson tak enak.
"Kalau kamu merasa tidak nyaman atau apa pun, segera kembali ke sini. Aku akan memikirkan rencana cadangan."
Saho tersenyum. Mengusap-usap kepala Watson. "Tidak apa. Aku akan baik-baik saja. Ini bukan kali pertamanya."
Sherlock Pemurung itu terdiam. Dia bahkan masih bergeming setelah Saho melewatinya, mulai melangkah ke tempat Angra berada. Jadi ceritanya dia akan pura-pura mengeluh tentang jalan rumah sakit yang bikin pusing.
Watson menyentuh kepalanya, bekas elusan Saho, mengernyit. "Kenapa rasanya familiar?" Dibuatnya menoleh sebelum Saho mendekati Angra. "Hei!"
"Ya?" sahutnya sembari memakai baret untuk menyempurnakan penampilan. Sialan, dia manis banget! Orang-orang takkan percaya dia itu laki-laki!
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"
Jeda sedetik sebelum Saho menjawab dengan senyuman. "Tidak mungkin. Itu pasti hanya perasaanmu saja."
Dan dia pergi. Walau Saho bilang begitu, Watson tak bisa menepis getaran aneh yang menjamah ingatannya.
Skip time.
Saho melakukan apa yang diperintah Watson dengan tangkas.
Dia memasang ekspresi lugu dan pucat, lalu secara alami bertanya pada Angra tentang ada di mana ruang internis. Angra menjawab, namun Saho meminta Angra untuk mengantarnya. Angra menolak, namun Saho mengeluh dia punya penyakit serius. Angra mengangguk setuju, namun Saho bilang dia ingin Ingil ikut pergi karena dia tidak nyaman sendirian jika bersama Angra... Apalah itu, Watson tidak bisa mendengarnya lagi.
Aktingnya sangat menyakinkan sampai-sampai Watson merasa iri. Apa dia berbakat jadi aktor? Hebat.
"Ayo cepat ke sini, Bari! Stern!"
"Watson? Bagaimana kamu bisa..."
"Nanti kujelaskan. Cepat kemari," bisiknya hati-hati pada petugas yang tinggal (tersisa dua orang) tapi mereka sibuk dengan gadget masing-masing. Terima kasih, mereka mempermudah pekerjaan sherlock pemurung itu.
"Apa yang harus kita lakukan? Pak Chalawan sudah kalang kabut menelepon Divisi Call Center. Aku tak bisa mencegah beliau," terang Hellen.
"Tidak masalah. Terserah beliau ingin melakukan apa. Lagi pula Divisi Call Center takkan bisa menemukan King. Ini kasus kita. Mereka tidak berhak memegang kendali." Watson tak sudi pekerjaannya diambil alih tiba-tiba.
"Tapi kalau terus begini kita bakal keduluan, Watson! Dengan semua jaringan informasi yang mereka miliki, mereka akan menemukan King dengan mudah selagi kita buta petunjuk."
"Kamu tidak mendengar baik isi kalimatku, Bari." Watson menyeringai.
"Apa ini? Apa kamu sudah tahu ke mana penculik membawa King?"
"Yeah, aku sudah meminjam alat transportasi. Aku juga sudah mengatakannya pada Aiden kalau kita akan berkumpul di rumah cabang orangtua temanku (Aleena)."
"Kita mau ke mana?"
"Tentu saja ke Berlin!" (*)
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] King Krakal - "Please Find My Brother"
Mystery / Thriller"Kalian tidak penasaran? King suka sekali membaca novel itu. Aku juga sering melihatnya membawa buku itu ke mana-mana." Pertanyaan random dari Aiden memancing sebuah misteri baru. Mereka mungkin memang sering melihat King membaca novel berjudul 'Ple...