"Udah selesai?" Tanya Leon yang sudah sedari 5 menit lalu menunggu Bianca di depan Bengkel. Seperti janjinya dia akan menjemput Bianca untuk mengajaknya ke alun-alun.
"Kita ke alun-alun nih?" Tanya Bianca memastikan
"..." Leon terdiam
"Leon, nanti sekalian anter aku beli cake ya"
Leon masi fokus pada ponselnya tidak merespon Bianca yang mengajaknya bicara.
"Leon" panggil Bianca memperhatikan Leon.
"Leon!!!" Bianca merebut ponsel Leon karena Leon asik dengan ponselnya sendiri "sibuk banget kayanya??" Heran Bianca.
Leon hendak merebut ponsel yang Bianca ambil, namun Bianca berusaha tetap menghalangi. "Nggak!" Bianca menepis tangan Leon.
Deg...
Mata Bianca melihat ponsel Leon yang layarnya menampilkan galeri.
Bianca terdiam dan bergantian menatap Leon.
"Oh masih nyimpen foto mantan?" Tanya Bianca dengan muka kaku.
"Ckkk,,, siniin mau aku hapus. Kamu diem dulu, aku baru sempet buka galeri juga. Sebelumnya ga pernah." Leon mengambil ponselnya dari tangan Leon.
"Siniii" Leon menarik tangan Bianca untuk mendekat.
"Jangan negatif thingking. Ini mau aku hapus kok, maaf ya kalau aku salah. aku baru sempet" kata Leon."Udah ya, udah aku hapus semua" kata Leon. "Jangan marah"
Bianca menggeleng "baru sempet di hapus,? Selama ini ngapain aja sih,?" Tanya Bianca kesal.
"Maaf ya, Yaudah ayo" ajak Leon, membuat mood Bianca hancur seketika.
***
Senja perlahan menelan cahaya terang, menggantinya dengan semburat oranye yang menari di atas permukaan danau. Bianca duduk diam di tepi, kakinya menggantung dan sedikit menyentuh air dingin. Rambutnya yang terurai melambai-lambai ditiup angin, namun wajahnya tetap tak berbinar seperti biasanya. Di sebelahnya, Leon duduk dengan santai, tampak menikmati pemandangan, seolah-olah tak menyadari badai kecil yang bergejolak dalam hati Bianca.
Bianca menoleh sekilas ke arah Leon. Wajah lelaki itu tampak damai, terlalu damai, pikirnya. Rasanya tidak adil, setelah apa yang ia lihat tadi. Galeri Leon yang berisi Foto Rina, Wajah mantan Leon itu seperti bayang-bayang yang tak kunjung hilang dari hubungan mereka.
"Indah ya" kata Leon tiba-tiba, memecah keheningan. Ia menunjuk ke langit yang mulai berubah warna menjadi keunguan. "Nggak tau kenapa kalo liat langit sore, kaya ada beban yang hilang. Rasanya damai banget"
Bianca hanya mengangguk kecil, tanpa menoleh. Ia membiarkan angin menjawab Leon. Bukan karena ia tak mendengar, tapi karena kata-kata itu terasa hampa baginya saat ini. Bagaimana bisa Leon berbicara tentang kedamaian sementara ada luka kecil yang dibiarkan menganga di hatinya?
"Ca," suara Leon terdengar lebih serius, "Kamu kenapa diam saja? Ada masalah,?"
Bianca akhirnya menoleh, tetapi tidak langsung menjawab. Ia menatap mata Leon, mencari sesuatu seperti penyesalan, mungkin? Atau sekadar pengakuan tanpa perlu ia tanyakan? Namun, Leon hanya menatap balik dengan bingung, seolah-olah tidak ada yang salah.
"Aku capek Leon" Bianca akhirnya berucap pelan. Sebagian dirinya ingin mengatakan yang sebenarnya, tetapi ada bagian lain yang menahannya. Tidak sekarang, katanya pada dirinya sendiri. Ia ingin tahu seberapa lama Leon akan menyadari kesalahannya sendiri. "Pulang aja yuk" ajak Bianca dengan berdiri.
Leon mengangguk, menerima ajakan Bianca tanpa curiga. Ia Berdiri dari duduknya sementara Bianca diam-diam menghela napas. Mungkin ia terlalu berlebihan, pikirnya. Tetapi bukankah wajar kalau ia merasa cemburu? Bukankah itu bagian dari mencintai seseorang?
***
Hari berjalan seperti biasanya, Bunyi mesin dan obrolan para pekerja bengkel menjadi latar belakang suara yang memenuhi ruangan, tapi Bianca tak benar-benar mendengarnya. Tangannya sibuk memeriksa catatan servis elektronik pelanggan, tapi pikirannya melayang entah ke mana. Sesekali, ponselnya bergetar di sudut meja, seperti pengingat kecil yang terus-menerus menusuk kesadarannya.
Ia tahu siapa yang menelepon. Leon. Sudah dua hari sejak mereka terakhir bertemu, dan sejak saat itu ponselnya dipenuhi pesan dan panggilan yang tiada henti. Pesan-pesan seperti
"Bianca, kamu marah,?"
"Aku minta maaf kalo aku salah"
"Jangan diemin aku"
Dan masih banyak lagi pesan dari Leon yang tidak Bianca benar-benar Baca, Bianca sengaja mengabaikannya. Apa gunanya mendengar permintaan maaf tanpa menyadari kesalahannya.
"Gue salah nggak sih jalani hubungan ini sama Leon,?" gumamnya, setengah berbisik, sambil memijit pelipisnya.
Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri, tapi hatinya masih terasa berat. Leon memang sudah menghapus foto itu, Tapi entah kenapa tiba-tiba Bianca merasa ada keraguan yang tumbuh, ia merasa ragu pada Leon. "Apa Leon cuma bullshit,? Dia beneran masih suka sama mantannya,?" Pikir Bianca, kini menyandar di meja dan sedikit melamun.
Pikirannya berputar pada kenangan buruk yang membuat dadanya sesak. Saat Leon meninggalkannya dulu, saat itu Leon memilih kembali pada Rina, Bianca mengira itu adalah akhir dari kisah mereka. Ia memutuskan untuk move on, berusaha melupakan Leon, dan bahkan mencoba menjalin hubungan dengan Dino. Tapi Dino... dia juga tidak lebih baik. Dino malah selingkuh dengan mantannya juga.
Dan kini, setelah ia memberi kesempatan kedua pada Leon, setelah mencoba percaya lagi, Bianca harus menghadapi ini lagi. Foto itu. Bayangan mantan Leon kembali muncul seperti hantu yang tak pernah benar-benar pergi. "Gue salah nggak sih,?" pertanyaan itu terus berulang di kepalanya. Ia cukup khawatir jika ia salah mengambil keputusan dan takut jika spa yang ia jalani malah menghancurkannya.
Bianca menatap ke luar jendela bengkel, ke arah jalanan yang sibuk. Dunia terus berjalan, tapi ia merasa seperti terjebak di satu tempat, dengan pola yang terus berulang. Apakah ini takdirnya? Selalu menjadi pilihan kedua? Selalu harus bersaing dengan bayang-bayang wanita lain? Bianca tertawa getir tidak bisa mencerna semuanya dengan baik.
Ponselnya kembali bergetar. Ia melirik ke arah layar. Leon lagi. Bianca menghela napas panjang, lalu memutuskan untuk membungkam ponselnya. Tidak sekarang, pikirnya. Ia butuh waktu untuk memikirkan semuanya. Bukan hanya tentang Leon, tetapi tentang dirinya sendiri. Apakah ia terlalu toleran? Atau mungkin ia tidak pernah benar-benar sembuh dari luka-luka lama?
Brukkk...
Bianca dengan tidak sengaja membanting buku jurnal itu di meja, sebenarnya ia sendiri merasa terkejut karena suara bantingannya. Namun ia mencoba tetap tenang.
Di sudut sana seorang laki-laki yang tengah mencari sesuatu langsung menatap Bianca. Wajah Bianca yang terlihat sedang kesal. "Lo marah sama gue,?" Tanya King pada Bianca.
Bianca yang kebingungan dengan pertanyaan King itu segera menengok ke kanan dan kekiri memastikan bahwa ada orang lain yang King ajak Bicara.
"Gue ngomong sama lo!" Kata King memperjelas. Bianca mengangkat alisnya sedikit tidak percaya.
"Lo nggak harus ngamuk, sampe banting-banting barang. Kalo lo marah sama gue marahin balik aja, sorry kalo gue hancurin mental lo" kata King.
Bianca kini mengerti ternyata selama 2 hari ini King masih memikirkan perasaannya. King khawatir kepada Bianca. "Gue nggak sengaja liat lo nangis di belakang. Sorry ya kalo gue segalak itu" kata King.
Haruskah Bianca tertawa,? Karena sebenarnya Bianca juga sudah melupakan hal itu. "Lupain aja lah Kak" kata Bianca kemudian keluar dari bengkel menuju halaman belakang, karena memang sudah waktunya istirahat.
"Makan sono." Kata Fira masuk kedalam Bengkel.
King yang tengah merapihkan perkakas pun segera keluar dari bengkel untuk menuju ke halaman belakang.
Tbc...

KAMU SEDANG MEMBACA
Leon King (18+)
Teen Fiction⚠️1821+ ⚠️ Mengandung unsur dewasa dan bahasa kasar About what? About Bianca, Leon and King... Bocil Minggir! Ini cerita ngabrutt orang dewasa