Langit malam bersih tanpa awan, hanya diterangi bintang dan lampu-lampu taman sekolah yang masih menyala. Area aula mulai sepi, menyisakan beberapa siswa yang berkemas usai acara dies natalis. Di sudut aula. Bianca berdiri dengan mata yang sembab. Leon berdiri di hadapannya, tanpa menunjukkan raut wajah khawatir.
"Maaf, kalo aku bikin kamu kecewa" kata Leon lagi. Untuk kesekian kalinya Bianca tidak ingin mendengar kata maaf.
Bianca tidak menjawab. Ia hanya menunduk, air mata terus mengalir. Tiba-tiba, ponselnya bergetar di tangan. Pesan dari King muncul di layar.
"Aku ada di depan sekolah kamu."
Bianca membeku. Napasnya tercekat. Ia menatap pesan itu dengan pandangan kosong. "Udah malem, aku duluan" kata Bianca kemudian pergi meninggalkan Leon.
Leon menghela nafasnya melihat punggung Bianca yang menjauh. Tak lama Kala dan Nana muncul, membawa tas Bianca.
"Leon, tadi Bianca ke mana? Tasnya masih di sini," tanya Kala sambil menyerahkan tas tersebut.
Leon mengambil tas itu tanpa ragu. "Biar gue yang kasih ke dia," ucapnya tegas.
Kala dan Nana saling pandang, namun akhirnya mengangguk tanpa keberatan. "Oke, titip ya. Kita mau main dulu."
Leon menatap tas di tangannya sejenak, lalu melangkah menuju gerbang sekolah. Namun sudah tidak menemukan Bianca.
Di jalan yang tak jauh dari sekolah Motor sport putih melaju menyusuri jalanan yang semakin gelap. Bianca memeluk King semakin erat dagunya yang menempel di bahu King dapat mencium parfum dengan aroma maskulin khas milik King, aroma itu seolah mampu menenangkan pikiran dan hatinya yang berkecamuk karena Leon.
Suara mesin motor memecah kesunyian malam, tapi tidak cukup untuk menghilangkan ketegangan di antara mereka.
Malam ini sengaja King menjemput Bianca karena ini adalah akhir pertemuan keduanya di tahun ini hingga 2 tahun lagi mereka akan bertemu sesuai janji King. Sebenarnya Bianca sangat keberatan dengan hal itu, namun Bianca tidak ingin akhir pertemuanya dengan King hangus sia-sia.
"Lo mau mampir dulu, gak?" tanya King, suaranya teredam oleh suara mesin motor.
"Enggak usah," jawab Bianca sambil mengatur pelukannya lebih rapat, ia masih berada dalam Bad mood, karena memikirkan sikap Leon.
"Lewatnya muter ya, biar gue bisa lama-lama sama lo," kata King. Bianca hanya mengangguk.
"Kak," suara Bianca bergetar lembut.
"Ya?" King menoleh sebentar, tapi tidak banyak yang bisa terlihat dalam gelapnya malam.
"Kakak bilang bakal pergi,?" Bianca melanjutkan, suaranya sedikit bergetar. "Kemana,? Kenapa kakak nggak mau bilang kemana perginya trus ngapain,?"
King menatap ke depan, menghela napas ringan sebelum menjawab, "Gue cuma mau lo percaya sama gue, Bianca. Gue bakal balik."
"Tapi kak,?" Bianca melonggarkan pelukannya.
King menekan rem sedikit, motor melambat di tengah jalan yang sepi. Dia meraih tangan Bianca yang berada di pinggangnya, "Bianca, percaya sama gue. Gue bakal balik. Gue cuma butuh waktu."
Bianca menunduk, menahan air mata yang mulai menggenang. "Tapi 2 tahun?"
"Yang penting, tunggu gue. Nanti lo bakal tahu kenapa gue harus pergi," jawab King lembut. "Gue janji, ini bukan untuk selamanya."
Bianca mengangguk pelan, meski hatinya masih berat. Dia melingkarkan tangannya lagi di sekitar tubuh King, berharap rasa hangat yang dirasakannya bisa menghilangkan rasa takutnya. Mereka melanjutkan perjalanan, masing-masing tenggelam dalam pikiran dan perasaan yang mendalam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Leon King (18+)
Teen Fiction⚠️1821+ ⚠️ Mengandung unsur dewasa dan bahasa kasar About what? About Bianca, Leon and King... Bocil Minggir! Ini cerita ngabrutt orang dewasa