Seperti biasa, Novan akan berangkat pagi-pagi untuk menjemput kekasihnya. Untuk kejadian semalam ia sudah melupakannya. Nayla tidak perlu tahu jika dirinya telah diteror lagi tadi malam. Cukup Nadin, yang selalu ada untuknya. Nadin memang sahabat terbaiknya.
Novan melajukan motornya menuju Jalan Melati, dimana rumah Nayla berada. Ketika sampai, ia mengembangkan senyumnya. Ternyata gadisnya sudah berdiri menunggunya.
"Nunggunya dari tadi, ya?"
"Enggak kok, baru aja," jawab Nayla senang karena tidak dibuat menunggu lama.
Novan langsung menggandeng tangan Nayla dan menyuruh gadis itu untuk naik ke motornya. Tidak lupa ia memberikan jaketnya untuk menutupi rok Nayla yang pendek.
"Nay, gimana tidurnya semalam? Nyenyak?"
Nayla mengangguk lucu dan Novan melihatnya dari spion motor. Seandainya ia tidak mengemudikan motor, mungkin rambut gadisnya sudah ia acak gemas.
"Nyenyak dong, 'kan habis di call sama kamu." jawab Nayla membuat Novan semakin mengembangkan senyum dibalik helmnya.
"Tapi itu kurang lama, Nay. Kamu sih, angkatnya setelah beberapa kali aku telfon, kamu dari mana sebelum itu?"
Nayla diam sebentar berusaha mengingat kejadian malam tadi. Ia memang menerima telepon dari Novan tapi setelah ia menyelesaikan sesuatu.
"Aku dari jengukin Papa, dan aku lupa bawa handphone,"
"Lain kali, HP nya dibawa ya, Sayang. Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa,"
Semburat merah muncul dipipi Nayla. Kalimat Novan membuatnya seperti sedang berada di awan. Karena tidak sanggup menahan malu lagi dan pipinya yang semakin panas, Nayla semakin mengeratkan pelukannya pada Novan dan menyembunyikan wajahnya dipunggung cowok itu. Novan terkekeh kecil melihatnya.
Novan memarkirkan motornya, dan Nayla turun dari sana. Kedua remaja itu dibuat heran karena melihat kerumunan dan garis polisi di sana. Dengan cepat keduanya menghampiri murid-murid yang berkerumun.
Mata Novan terbelalak terkejut. Apa yang dilihatnya pagi-pagi begini? Nayla juga terlihat sangat shock. Gadis itu menutup mulutnya karena tidak percaya.
"Ada apa sama gue?"
Mata Novan beralih menatap gadis yang tengah duduk lesu, diam membisu di samping jenazah yang tergeletak itu. Novan menghampiri sahabatnya. Ya, gadis yang tengah duduk itu adalah Nadin.
Merasa bahunya dipegang, lantas Nadin mengalihkan pandangannya dan menemukan Novan. Nadin dengan cepat berdiri dan membawa cowok itu untuk menjauh, sebelum jenazah itu kembali diperlihatkan wajahnya.
"Ngeri banget, kok bisa-bisanya ada pembunuhan."
"Lo yakin ini pembunuhan?"
"Nggak mungkin kasus bunuh diri sih, logika aja. Bunuh diri kok di sekolah, kita nggak tahu lagi dia pakai apa."
"Iya sih, gantung diri nggak mungkin karena disini nggak ada tali."
"Berarti sekolah kita nggak aman dong?"
"Siapa yang terakhir kali bareng sama Hazel?"
"Nayla."
Semua mata kini tertuju pada Nayla yang diduga terakhir kali bersama dengan Hazel. Gadis yang tergeletak tak bernyawa itu bernama Hazel, teman satu kelas mereka.
Nadin mengalihkan pandangannya ketika mengetahui semua memperhatikan Nayla dengan tatapan menuduh itu. Nadin tidak suka ini, rahangnya mengeras.
"Van, lo disini aja, oke? Lo jangan ke sana atau lo akan lihat darah," peringat Nadin dan cowok itu mengangguk paham. Novan memang tidak berani membantah Nadin jika sudah bersangkutan tentang darah.

KAMU SEDANG MEMBACA
NOVAN SANJAYA | FRIENDZONE
Action"Asal lo bahagia, gue juga bahagia, Van." "Maaf karena gue nggak profesional sebagai teman." __________________________________________________ "Aku cinta sama kamu, Nay." "Kenapa takdir jahat?" __________________________________________________ "Ad...