12. Masalalu Nadin

1 1 0
                                    

Nadin sedang duduk bersila diatas kasur miliknya. Ia ingin mengeluarkan keluh kesahnya sekarang. Kucingnya juga kini sudah duduk rapih di depannya.

"Cipibu, kalian tahu nggak sih, Nathan suka sama Nadin." ungkapnya pada ketiga kucing yang sedang duduk manis menatap ke arahnya.

Tiga kucing itu adalah tempat bercerita Nadin sejak kedua orangtuanya tidak ada. Nadin adalah anak yatim piatu. Kesedihan mulai terpancar diwajahnya ketika memori lama itu kembali berputar.

"Mah, Adin mau es klim."  ucap Nadin kecil. Wanita paruh baya di depannya itu tersenyum simpul.

"Adin tunggu di sini dulu ya, sayang, Mama beliin es krim di sana." Nadin kecil mengangguk patuh.

Wanita paruh baya itu menuju penjual es krim yang letaknya bersebelahan dengan tempatnya semula. Nadin kecil menunggu di dekat mobil ayahnya. Gadis kecil itu sendiri tidak tahu dimana ayahnya sekarang, ayahnya belum kembali.

Menunggu selama beberapa menit akhirnya ibunya datang membawakan es krim rasa coklat untuknya, membuat gadis kecil itu tersenyum merekah. Sangat senang. Ia melahap es krimnya dengan cepat dan secara bergantian, kanan dan kiri.

"Van, ayo kita pulang cepat. Di sini nggak aman, kita lakukan penerbangan malam ini juga." ucap pria paruh baya yang diketahui adalah ayah Nadin. Pria itu berucap dengan tergesa-gesa, seperti habis berlari.

"Kenapa Mas? Kok kamu kayak takut gitu? Ada apa?" tanya istrinya khawatir namun sepertinya ia tidak bisa menceritakannya sekarang. Pria itu menggiring istri dan anaknya menuju mobil.

Nadin kecil kebingungan sendiri seraya masih menikmati es krim miliknya.

"Setelah sampai rumah, beresin barang-barang secepatnya. Kita pergi dari sini." ucap pria itu lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Beruntung mereka selamat sampai di rumah.

Ibu Nadin sangat gesit membereskan semua pakaian dan keperluan yang akan mereka bawa. Meski ia tidak tahu pasti, kenapa suaminya menyuruhnya untuk membereskan barang-barang, tapi jika suaminya sudah sangat khawatir dan takut seperti itu, merupakan tanda bahaya besar.

Setelah membereskan beberapa helai pakaian yang hendak mereka pakai, mereka hendak menuju mobil. Namun langkah mereka terhenti ketika beberapa orang menghadangnya. Orang-orang itu memakai topeng hitam.

Nadin ketakutan hingga matanya berkaca, ia menggenggam erat tangan ibunya. Ayahnya sudah berada tepat di depannya untuk melindungi dirinya dan ibunya.

"Siapa kalian?" tanya ayah Nadin yang diketahui bernama Haris Erlangga.

Salah satu dari mereka maju dan membuka topengnya, Nadin melihat jika mata ayah dan ibunya membulat sempurna. Artinya, kedua orangtuanya mengenali orang itu.

"Danish..." lirih Zulvanny, ibu Nadin.

"M-maah... Om itu siapa.. Adin takut.." Zulvanny mendekap putrinya erat, ia tidak akan membiarkan putrinya menyaksikan hal seperti ini.

Pria yang bernama Danish itu mengode anak buahnya untuk menarik Haris menjauh dari istri dan anaknya. Sisa anak buahnya yang lain diminta untuk memegangi kedua tangan Zulvanny.

Zulvannya yang tahu hal itu akan terjadi, langsung saja berjongkok dihadapan putrinya. Memegangi wajah Nadin dengan air mata yang sudah mengalir deras, pun dengan Nadin. Gadis kecil itu sesenggukan.

"Adin.. Dengerin Mama ya sayang, Adin harus pergi dari sini. Adin harus jauh-jauh dari sini." Nadin menggelengkan kepalanya.

"Adin mau sama Mama dan Papa.." jawabnya disela isakannya.

NOVAN SANJAYA | FRIENDZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang