8. Kecelakaan

1 4 0
                                    

Sejak insiden dimana Novan begitu takut melihat darah, Nayla mulai memikirkan banyak hal. Hal itu sangat membebani dirinya. Karena tidak tahan lagi, gadis itu menghubungi Nadin untuk mengajaknya bertemu di sebuah cafe.

"Kenapa, Nay?" tanya Nadin to the point.

"Nad, lo keberatan ngga kalau gue nanya-nanya tentang Novan?"

Nadin sedikit terkekeh mendengarnya. "Nggak akan keberatan, lo udah kayak sama siapa aja."

Nayla tersenyum sedikit kikuk. Ia ingin mencari tahu tentang kekasihnya lebih dalam lagi, tapi harus melalui Nadin.

"Novan phobia darah?"

Nadin mengubah raut wajahnya menjadi serius. "Iya, dia punya hemophobia." Nadin mengangguk kecil. Ternyata kekasihnya memiliki ketakutan.

"Lo tahu Nad? Ketika Novan nggak bisa tenang, dan tenang saat lo peluk dia, itu bikin gue mikir. Gue nggak berguna sebagai pacarnya dia,"

"Enggak gitu, Nay. Lo belum tahu apapun tentang Novan, dan itu bukan salah lo. Lo berguna banget, lo berharga banget dihidup Novan, dia bahagia sama lo." jelas Nadin panjang lebar. Ia tidak akan membiarkan gadis di depannya itu memikirkan hal-hal aneh yang akan berakibat pada hubungan mereka.

"Nad, tapi tetep aja yang tahu semua tentang Novan itu lo, bukan gue. Novan nggak cerita apapun ke gue, dia nyaman sama lo."

"Nay, Novan terbiasa cerita apapun ke gue, tapi bukan berarti juga dia nggak bisa cerita sama lo. Mengubah kebiasaan itu butuh waktu, Nay. Lo harus sabar, dan percaya kalau Novan nggak akan ngecewain lo." Nadin tersenyum meyakinkan.

Namun Nayla masih terdiam, entah apa lagi yang gadis itu pikirkan. Masih ada hal yang ganjil dipikirannya. Untuk mengungkapkannya ia butuh keberanian penuh. Ia takut akan menyinggung Nadin.

Mata Nayla menatap gadis di depannya itu yang sedang menyedot minumannya. "Lo suka sama Novan?"

Sontak pertanyaan itu membuat Nadin tersedak minuman hingga terbatuk. Nayla panik melihat itu, ini ulah dirinya.

"Sorry, Nad. Gue nggak bermaksud buat nyinggung perasaan lo."

Setelah menetralkan tenggorokannya, tatapan Nadin beralih ke arah Nayla. Sepertinya yang ia pikirkan benar, dirinya akan diintrogasi seperti ini jika bertemu dengan Nayla. Mungkin jika dirinya yang ada diposisi Nayla, ia akan melakukan hal yang sama.

"Enggak, Nay." bohongnya.

"Nad, lo jangan bohong ke gue, please. Gue cewek, dan gue tahu arti tatapan lo ke Novan."

Nadin meneguk salivanya, apakah dirinya tertangkap basah? Namun sebisa mungkin ia tidak bereaksi apapun. Nadin berdeham pelan.

"Nggak ada cowok dan cewek yang sahabatan tanpa salah satu dari mereka punya perasaan lebih." sambung Nayla lagi. Kali ini gadis itu benar-benar mengeluarkan segala beban pikirannya.

"Ada, Nay. Ketika gue bersahabat sama Novan, saat itu juga gue janji buat nggak akan punya perasaan apapun sama Novan, semua sebatas sahabat." ujar Nadin yang tentu menyakiti dirinya sendiri.

Nadin mengucapkan seribu kebohongan untuk menutupi satu kebohongan besarnya. Tidak ada yang boleh tahu tentang perasaannya terhadap Novan, cukup ayah dari cowok itu yang bisa menebaknya. Jika hal itu terjadi, maka entah apa yang akan terjadi pada hubungannya dengan Novan. Nadin takut cowok itu akan menjauhi dirinya.

"Tapi kenapa lo nggak pernah punya cowok?" pertanyaan yang terlontar dari mulut Nayla benar-benar menyudutkan Nadin saat ini.

"Karena Novan udah bikin semua cowok kabur, Nay. Banyak yang deketin gue tapi gara-gara Novan, semuanya pada mundur." Nadin terkekeh, ia merasa senang karena mengatakan hal itu. Dirinya merasa sangat dijaga oleh Novan.

NOVAN SANJAYA | FRIENDZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang