Allegra menarik tangan Nayla lalu menghempaskannya hingga keluar. Novan sudah berusaha mencegah ayahnya namun tampaknya ayahnya sangat marah saat ini.
Napas Allegra menderu, dadanya naik turun. Matanya mengilatkan api amarah yang begitu besar.
"PERGI KAMU, DASAR ANAK PEMBUNUH!"
Novan terpaku. Ia mematung ditempat mendengarnya. Apa yang barusan ia dengar? Apa maksud ayahnya?
"Apa kata ayah?" tanya Novan dengan suara kecil.
"DIA ANAK PEMBUNUH!" bentak Allegra menunjuk tepat dihidung Nayla. Gadis itu hanya menangis tersedu, tidak mengerti tentang situasi ini.
"AYAH JANGAN SEMBARANGAN BICARA! DIA PACAR NOVAN!" bentak Novan yang tidak ingin mempercayai ayahnya itu.
Tatapan Allegra beralih menatap putranya, "Dia anak pembunuh, Novan! Ayah dia... AYAH DIA YANG SUDAH MEMBUNUH KEDUA ORANGTUA NADIN!"
Kaki Novan terasa lemas, tidak kuat menahan bobot tubuhnya lagi. Fakta apa ini? Tidak, itu tidak mungkin!
Allegra kembali berucap ketika melihat putranya yang hendak angkat bicara, "Danish Ogawa adalah pembunuh dari orangtua Nadin. Sampai sekarang dia masih dicari-cari polisi, karena sudah membunuh lagi yaitu teman kamu, Hazel!" Novan tersenyum getir, apa lagi ini?
Novan beralih menatap ke arah Nayla dan ia melihat jika gadisnya itu menggelengkan kepala tanda jika ia tidak tahu apapun. "Om, s-saya nggak tahu apapun," ucap Nayla setelah mengumpulkan keberanian.
"Jika ayah kamu seorang pembunuh, kenapa kamu tidak?!" sinis Allegra.
"Lho, Om? Ini ada apa?" tanya Nadin yang datang dengan wajah paniknya. Ia baru saja sampai dan melihat keributan. Allegra berucap dengan nada tinggi, Novan terdiam dengan tatapan kosong dan Nayla yang menangis sesenggukan.
Nadin memegangi bahu Nayla untuk menenangkannya. "Nay, lo kenapa? Udah ya, lo tenang dulu,"
"Menjauh dari dia, Nadin!" desis Allegra tajam membuat Nadin keheranan. Belum pernah ia melihat Allegra semarah itu.
Melihat Nadin yang tidak meresponnya, Allegra menarik tangan Nadin untuk menjauh lalu menutup pintu dengan keras hingga Nayla tersentak.
Allegra berjalan menuju sifa dan duduk disana, mengatur napasnya yang menderu dengan memijat pangkal hidungnya.
Nadin menepuk pipi Novan namun cowok itu tidak sadar juga. Ia lantas menuntunnya menuju sofa.
"Om, ini ada apa? Kenapa Nayla nangis? Dia pacar Novan, 'kan?"
"Sudah ayah peringatkan, kamu jangan coba meleset dari pilihan ayah! Lihat hasilnya!" ucap Allegra tanpa mau menjawab pertanyaan dari Nadin. Allegra lantas naik menuju kamarnya.
Nadin terus mengelus bahu Novan, air mata mulai membasahi pipi cowok itu. Hal itu membuat Nadin tidak akan tenang. "Van, udah ya, jangan nangis lagi."
"Adin...." lirih Novan masih terdengar oleh telinga Nadin.
Nadin sudah memasang wajah was-was. Novan memanggilnya dengan nama itu, artinya cowok itu sedang sangat terpuruk.
"Adin..." lirihnya lagi kali ini disusul isakan. Tangisannya pecah begitu saja.
"Opan, kenapa?" tanya Nadin lembut. Novan tidak menjawab dan hanya menatap sahabatnya itu sekilas lalu memeluknya erat. Ia menumpahkan segala kesedihannya disana. Bahu Nadin adalah tempatnya bersandar, telinga Nadin adalah pendengar setianya, dan Nadin adalah bagian dari hidupnya. Ia tidak akan bisa hidup tanpa Nadin.
"Kenapa takdir jahat?" gumamnya disela isakan. "Kenapa harus Nayla... Opan nggak pantes bahagia ya.. Hiks..."
Nadin mengelus bahu cowok itu, dan sudah berlalu beberapa menit namun Novan belum juga meredakan tangisannya. "Opan mau permen kaki?" tanya Nadin dan membuat Novan mengangguk pelan. Lantas Nadin meraih sebuah permen dari sakunya dan memberikannya pada Novan yang sudah melepas pelukannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
NOVAN SANJAYA | FRIENDZONE
Actie"Asal lo bahagia, gue juga bahagia, Van." "Maaf karena gue nggak profesional sebagai teman." __________________________________________________ "Aku cinta sama kamu, Nay." "Kenapa takdir jahat?" __________________________________________________ "Ad...