Chapter 9

14.4K 909 5
                                    

Setelah empat Tahun meninggalkan rumah dan tidak pernah kembali sekalipun. Aku melihat tidak banyak yang berubah. rumahku besar tetapi masih dalam skala normal. aku berdiri di ruang keluarga. Melihat foto-foto ayah, aku dan ibuku yang di panjang di dinding. Sekilas aku masih bisa merasakan rasa sakit di hatiku. tidak tajam tapi cukup membuatku menghela napas panjang berkali-kali.

Keluar dari ruang keluarga aku menuju ke dapur. Dimana Egan dan Rion sedang menyibukkan dirinya dengan masakan yang ada di hadapan mereka. Serta ibuku yang menyuguhkan mereka seraya menyenandungkan lagu.

"dimana Freija?" tanyaku pada mereka. Melihat dia tidak tampak dimanapun.

"kurasa dia masih tidur" jawab Rion.

"aku akan membangunkannya" kataku beranjak dari dapur.

Aku berjalan ke kamar Freija yang berada tepat di seberang kamarku. Seraya memikirkan betapa aneh nya dia masih tertidur padahal waktu sudah menunjukkan siang hari. Biasanya dia yang mendobrak masuk ke kamarku untuk membangunkanku yang masih tidur meskipun sudah siang. Dan berniat akan tidur sampai sore jika saja Freija tidak menarikku dengan paksa dari tempat tidur dan melemparku ke dalam bak mandi.

Terkadang aku berpikir Freija lebih seperti ibuku daripada seorang sahabat. Bukannya aku keberatan.

Tanpa mengetuk aku masuk ke dalam kamarnya. Aku sedikit terperangah melihat dia duduk di ujung tempat tidurnya dengan wajah khawatir. Menyadari kedatanganku dia berpaling padaku.

"cain sudah menemukanmu." Beritahunya.

"APA?" pekikku. "itu mustahil. Kita baru pergi tiga hari Frei."

"aku juga tidak menyangka. Baru saja Eugene menghubungiku dan memberitahuku Cain sudah bergerak" jelasnya mengusap-ngusap wajahnya dengan putus asa. Seharusnya aku yang melakukannya bukan? mengingat aku yang menjadi target Cain.

Aku menghela napas panjang. Lagi! menenangkan diri dan tidak panik. Biasanya jika aku panik pasti akan berakhir sangat buruk. Freija yang begitu perhatian padaku membuatku sangat senang. Meskipun aku tidak suka melihat dia stress.

"kita harus kemana lagi sekarang?" tanyanya menatapku. Matanya berbinar. Dia sangat semangat dengan keseluruhan kejar mengejar ini.

Jika saja aku tidak melihat wajahnya yang selalu tampak khawatir ketika melihatku. Aku berpikir dia melakukan semua ini demi kesenangannya. Freija selalu tergila-gila dengan petualangan. Baginya semakin berbahaya maka akan semakin menarik. Meskipun pada akhirnya aku yang selalu membereskan kekacauan yang dia buat.

"kita tidak akan pergi kemana-mana" kataku tegas. "kita akan menikmati sisa hari-hari sebelum dia menemukanku. Dan lagi, apa yang bisa dia lakukan di bawah yurisdiksi hukum negara lain?" kataku mendengus.

"bagaimana jika dia menculikmu?" tanya Freija

"Cain tidak akan mengambil resiko dengan melakukan hal konyol di negara lain" sahutku. "jangan khawatir Frei. Aku baik-baik saja."

Freija membuka mulut nya untuk mengatakan sesuatu. Kemudian menutupnya kembali. Ketika melihat pandanganku yang berkata "aku-tidak-ingin-membahas-Cain –lagi!"

"bagaimana jika kita jalan-jalan ke mall?" tanyaku ceria kembali. Beberapa hari ini kami berjalan-jalan di kota. Menonton. Pergi ke beberapa café. Dan makan ice cream Tapi tidak mall. Well, aku sedang mencoba menghindari tempat yang satu itu. pergi ke tempat itu bersama Freija adalah hal terakhir yang ingin kulakukan di dunia ini.

"belanja?" tanya Freija semangat. Aku mengerang. Sangat benci dengan ide itu.

belanja dengan Freija adalah keputusan gila yang kau buat jika pergi bersamanya. Dia sangat pemilih soal pakaian. Merek. Kualitas. Warna. Model. Bahkan tahun keluaran. Atau limited edition. Uggh! Siapa yang peduli dengan hal itu selama nyaman untuk dipakai? Aku terkadang lupa dia seorang bangsawan yang tentu saja selera pakaiannya sangat berbeda.

Lies & KissesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang