Chapter 11

15.3K 1K 7
                                    

Setelah memberitahu Freija aku pergi dengan Cain, dan tidak perlu menungguku, aku tidak ingin bohong padanya. Freija berkali-kali meneleponku. Hingga akhirnya dia menyerah pada panggilan ke 50. Dia mengirim teks sebanyak 25 yang semuanya penuh dengan ancaman. Yang tentu saja tidak aku gubris.

Aku berpaling pada Cain di sebelahku. Menatapnya sedikit lebih lama dari yang kuharapkan.

"ada sesuatu yang ingin kau katakan?" tanyanya berpaling padaku.

Aku menarik napas panjang. "apa kau akan terus mengikutiku?" tanyaku lirih.

"tergantung" jawabnya. Aku terdiam.

 "tegantung apa kau akan menyerah padaku atau kau ingin terus dikejar? Tanya nya balik padaku. "aku suka mengejar" tambahnya menyeringai padaku.

Andai saja tidak dalam posisi berdamai padanya dan meminta nya menghentikan hasrat konyolnya dengan cara "baik-baik" aku pasti sudah menghantam seringaiannya dan segera pergi. Menyerah padanya? Hah. Yang benar saja. Hal itu tidak ada dalam kamusku. Atau belum?

"dan aku suka berlari" sahutku tersenyum manis.

"kalau begitu, kau akan lebih sering melihatku di sekitarmu" katanya tegas. Menarik tanganku kemudian mengaitkan jemari kami.

aku tidak berniat menarik tanganku yang SEHARUSNYA kulakukan. Aku tidak dapat berbuat apapun. rasanya sangat nyaman. Tangannya sangat hangat dibandingkan tanganku yang selalu dingin.

Kurasa perkataan Freija mengenai aku yang menggoda Cain itu ada benarnya. Aku bahkan tidak pernah mengelak setiap sentuhan Cain. Pada tanganku. Wajahku. Dan BIBIRKU. Jadi wajar saja jika Cain menganggap dia memiliki kesempatan untuk meluluhkanku bukan?

Sekedar informasi. Aku akan membuatnya tidak mudah untuk Cain. Andai aku tahu jika suatu saat nanti aku terjatuh dalam permainanku sendiri.

"kau tidak punya pekerjaan lain selain mengikutiku?" sindirku.

"banyak. Hanya saja mengejarmu lebih menarik dari yang kuperkirakan." Katanya dengan ceria. lagi-lagi menyeringai padaku.

"ini bukan permainan Cain" desisku. Memelototinya.

"siapa bilang ini permainan?" tanyanya menaikkan sebelas alis padaku. "ngomong-ngomong kau sangat manis dan seksi saat cemberut" tambahnya.

Kontan saja aku berhenti memelototinya. Kembali mengatur mimik wajahku jadi lebih natural. Tanpa sadar akau menekuk alisku. Menatap Cain tanpa emosi yang akan langsung terbaca di wajahku.

"aku serius Cain!"

"dan aku juga seirus princess" jawabnya mengedipkan matanya kemudian mengecup punggung tanganku.

"jangan panggil aku princess" pekikku semakin kesal.

Biasanya aku yang selalu bermain dengan orang-orang disekelilingku. Membuat mereka kesal saat bicara denganku. Terutama Freija. Aku sangat suka menggodanya. Dia sangat mudah dipermainkan. Tapi dengan Cain? Sunggguh tidak dapat dipercaya. dia membuatku sangat cepat marah. Kesal. Dan senang di waktu yang bersamaan. Benar-benar tidak sehat untuk mentalku.

"kenapa princess?" katanya menekan kata princess.

"aku bukan princess. Dan aku tidak seperti princess. Dan aku benci nama princess" semburku.

"hmm,,,"gumamnya melihatku tersenyum dengan geli. Jelas saja dia menganggap aku hiburannya. "oke princess" tambahnya.

"Cain"teriakku.

"ya Reina?"

Aku berhenti. Mendengar dia menyebutkan namaku membuat hatiku terasa hangat. Namun aku segera menepis perasaan itu. aku mendengus padanya. Kemudian memalingkan wajahku melihat keluar. Tidak lagi ingin berdebat dengannya. Dengan sebelah tangannku masih dalam genggamannya. Dia terkekeh pelan. Melihat sikapku. Yang tiba-tiba saja mengalah. Hanya untuk sekarang.

Lies & KissesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang