Kastil Darkoneia
Lima hari kemudianRuby melangkah setengah menyeret tubuhnya, ia berpegangan pada dinding yang membantunya berjalan. Dia merasa lemas karena merenungi apa yang terjadi antara dirinya dengan Granger. Sejak memutuskan untuk tinggal di istana demi menghadapi perang, ia telah menjalani ritualnya diawasi oleh Grace dan juga Natalia. Natalia yang kemudian tahu duduk permasalahannya berusaha mengajak adiknya mengobrol. Tetapi, hasilnya tetaplah nihil. Granger tidak mau mendengarkannya.
Sudah berhari-hari Ruby mengurung dirinya di kamar, dan gadis itu tidak memakan makanannya. Padahal Natalia sudah meletakkan nampan makanan didepan kamarnya, tetapi sampai beberapa jam pun makanan itu tak tersentuh oleh si pemilik kamar. Sementara di sisi lain, Granger sibuk dengan vampir Slave wanita yang memberikan darahnya. Meskipun Granger sudah meminum jenis darah manapun, dahaganya tak akan pernah terpenuhi.
Grace hanya bisa berharap hubungan keduanya akan berakhir dengan baik-baik saja. Perang telah dimulai, tetapi kedua insan ini justru sedang bertengkar.
Beberapa pasukan Werewolves sudah menyerang di medan perang selama tiga hari. Tetapi, hanya tiga puluh persennya dikarenakan pemimpin Werewolves yang tidak lain ialah Moskov belum muncul ke permukaan.
Granger seringkali kembali dalam keadaan penuh darah menempel di pakaiannya. Dia akan mengambil stok peluru peraknya, kemudian pergi lagi ke medan perang melawan pasukan serigala. Bergabung dengan para petinggi vampir lainnya melawan musuh.
Baik Grace dan juga Natalia sudah putus asa membujuk Granger yang tidak mau mendengarkan mereka. Melihat Grace sudah tidak punya rencana apapun demi meredakan amarah lelaki itu, Natalia memutuskan untuk mengatakan segalanya pada Ruby. Walaupun dia sadar Ruby tidak akan menanggapinya, ia ingin gadis keturunan Witch itu tahu.
Tok. Tok.
"Aku tahu ritualmu tinggal dua hari lagi. Tapi, ada yang harus kukatakan padamu." tegur Natalia pelan setelah mengetuk pintu kamarnya. Dia berlutut demi menyisipkan sehelai kertas dari celah bawah pintu. Setelah kertas itu masuk seluruhnya, ia pun pergi.
Dibalik pintu, Ruby memungut kertas tersebut kemudian duduk di tepi ranjangnya. Airmatanya kontan menetes membaca tiap kalimat yang dituliskan Natalia di lembaran kertas ini.
Perlahan rambut keemasannya mulai memanjang tiap tetesan airmatanya terjatuh di lantai yang dingin. Tiap helaiannya terus memanjang hingga melebihi tingginya. Kedua mata Ruby sepenuhnya berwarna hijau pekat, tidak ada lagi mata heterochromia lagi. Hanya warna hijau memenuhi iris matanya.
Aroma kayu manis dengan lelehan madu menguar begitu kental di seluruh istana. Natalia yang mencium aroma itu kontan berlari menuju kamar Ruby. Ini bahkan belum satu minggu, tapi ritual pertumbuhan penyihir sangatlah cepat!
Tidak hanya Natalia yang terlihat khawatir setelah menghirup aroma tersebut. Ada Aamon yang tengah mengejar aroma tersebut mengikutinya. Dia bisa mengenali aroma yang perlahan menyebar ke seluruh wilayah.
"Ini bau Witch!"
Setibanya Natalia di kamarnya Ruby, ia telah menemukan Granger berdiri menatap kosong beberapa helai rambut keemasan di tangannya.
"Dia... telah pergi..." gumam Granger dengan nada sendu.
Natalia mendekatinya dengan wajah sedih kemudian menepuk punggung adiknya. Menenangkannya dalam diam.
"Aku hanya ingin melindunginya!" seru Granger frustrasi. Dia mengacak-acak rambut legamnya gusar. "Maka dari itu, aku selalu di medan perang dan mulai mempelajari tentang dirinya melalui buku di perpustakaan istana."
Natalia terkejut mendengar racauannya. Dia menjauh dari adiknya demi mendapatkan penjelasan.
"Apa maksudmu, Granger? Kau tidak marah padanya?"

KAMU SEDANG MEMBACA
A Witch of Vampire
FanfictionJudul sebelumnya: The Vampire & The Witch Sebagai salah satu vampire murni yang memiliki kemampuan istimewa, Granger sulit memuaskan dahaganya kala melenyapkan para outcast. Meskipun ledekan dari temannya dan tuntutan dari orangtuanya untuk mencari...