:: 10 ::

128 15 34
                                        

Ruby harus memanfaatkan waktunya sebaik mungkin. Dia tidak bisa keluar di waktu siang hari karena panas matahari begitu menyengat kulitnya.

Bahkan, jadwal tidurnya sekarang pun berganti siang hari.

Ruby menghela nafasnya pasrah. Mungkin ini alasan mengapa para vampir seringkali beraktivitas di tempat-tempat yang gelap ataupun di waktu malam hari. Sebab, di waktu siang hari mereka akan tertidur dengan pulas.

Semalam, Ruby dan Granger sempat pergi ke hutan bambu yang sangat terkenal di Kyoto. Teringat ketika Ruby tersandung oleh salah satu undakan tangga yang sedikit licin, Granger menangkapnya dan membantunya berjalan.

Keduanya berjalan sambil bergandengan tangan. Sesekali Granger akan bertanya tentang tempat mana lagi yang mereka kunjungi dan Ruby hanya membalasnya dengan menunjukkan layar handphonenya. Interaksinya dengan Granger berlangsung tanpa hambatan apapun. Pria itu akan merapihkan tiap helai rambut keemasannya ke belakang telinga setiap kali Ruby terlalu fokus pada GPS di handphonenya.

Gestur ringan macam itu saja mampu membuat perasaannya berbunga-bunga.

Baiklah, Ruby tidak boleh lengah di tengah misinya mencari Ventus. Nyatanya, setelah mengunjungi hutan bambu, ia tidak menemukan sang spirit Angin disana.

Ruby sampai meminjam laptop di resepsionis demi mencari situs-situs yang ramai dikunjungi para turis disini. Kemungkinan buruknya mungkin Ventus telah berpindah tempat disaat Ruby sedang berkunjung.

Kamo River, kastil Nijo, taman Istana Kekaisaran Kyoto. Ugh! Nihil!

Ruby mencoret tiga nama tersebut karena ia telah mengunjunginya tiga jam yang lalu sambil berpakaian tebal dengan jaket, masker, dan topi berwarna hitam selaras. Dia sampai dicurigai berniat melakukan kejahatan sedangkan yang ia lakukan menghindari teriknya matahari. Granger tidak menemaninya karena pria itu sedang tidur dengan nyaman di atas ranjang berukuran king.

Dia tidak memiliki pilihan karena vampir tidak memiliki kekuatan di waktu siang hari meskipun Ruby juga memiliki darah penyihir. Satu-satunya cara yaitu berpakaian seperti itu demi menyembunyikan kulitnya yang kontras sangat pucat.

'Dimana sebenarnya kau, Ventus?' batin Ruby sambil menggigit jari kukunya dengan cemas.

Di tengah kepusingan yang Ruby alami, ia memilih menemui Granger yang masih saja terlelap pulas. Dia merasa jengkel menemukan pria itu sedang terlelap sambil telungkup dan bantal diatas kepalanya.

Ruby sempat terlena melihat lelaki itu tidak mengenakan atasannya sehingga memperlihatkan punggungnya yang lebar nan padat.

Tidak! Ini bukan saatnya untuk tergoda! batin dewi fortunanya mengingatkan Ruby untuk segera fokus.

"Granger, bangun! Jangan tidur terus!" seru Ruby sambil menepuk punggungnya begitu keras. Pria itu mengaduh tetapi masih bergeming di tempatnya.

"Granger!!"

"Sayang." panggilnya serak. Granger masih bergelung dengan tumpukan bantal di kepalanya. "Bisakah kau tidak menggangguku tidur? Aku mengantuk."

Ruby menyikut pinggangnya sambil menggelitikinya. Granger meracau malas sambil merapatkan bantalnya di atas kepala dengan erat.

"Aku sudah mengizinkanmu tidur sepagian ini, jadi buka matamu!"

Ruby merebut bantal yang Granger pegang dengan erat, kontan membuat kelopak mata pria itu terbuka. Iris birunya memandangnya setengah mengantuk. Diam-diam Ruby sangat menyukai wujud Granger yang ini karena lebih manusiawi dan ehm, rupawan.

Granger langsung meraih pinggang Ruby dan membalikkan posisi mereka. Ruby terkejut dengan bantal di pelukannya memandang Granger yang sedang mengurungnya di atas.

A Witch of VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang