Menjalani hari-hari tua sendirian adalah hal yang tidak pernah masuk dalam cita-cita dan harapan kakek sejak muda dulu. Dia memiliki mimpi sederhana yakni di masa tua bisa bermain dengan para cucu-cucu lucu yang akan mengunjunginya setiap bulan. Tapi impian itu harus agak terlambat terwujud sepertinya atau bahkan tidak akan terwujud.
Semenjak kedua orang tuanya meninggal, Hujan menjadi pribadi yang sangat ambisius dan serius pada semua situasi, menjadi anak yang sangat bisa diandalkan di usianya yang saat itu bahkan baru menginjak usia legal. Hujan sudah mampu menyetir kemana dirinya akan berkarir dan seperti apa kehidupannya nanti sudah ia upayakan sejak saat itu, tapi siapa sangka bahwa dari puluhan bahkan ratusan daftar rencana masa depannya, rencana pernikahan dan memiliki keluarga tidak terdapat di dalam daftar tersebut.
Sering kali kakek menasehatinya bahkan bisa hampir setiap hari tentang pentingnya memiliki keluarga. Misalnya, supaya tidak kesepian seperti kakek di hari tua dan bujukan bujukan lain agar Hujan mau menikah, tapi dasar sifat Hujan yang acuh tak acuh tentang opsi pernikahan membuat ia hanya merespon seadanya "Hujan bisa pindah ke Jepang, pelayanan panti jompo di sana bagus katanya." Kalo sudah begitu kakek pasti akan kesal dan membawa-bawa soal umur kakek yang sudah tua atau bahasan tentang tutup usia.
Kakek adalah pribadi yang memperhatikan kesehatan lebih dari siapapun, keinginannya untuk memiliki tubuh yang senantiasa sehat tak lain dan tak bukan adalah agar masih sempat ikut serta dalam momen bahagia Hujan, dalam hal ini tentu saja yang kakek maksud adalah momen pernikahan dan memiliki keluarga kecil yang bahagia. Meskipun kakek juga menyadari umur itu pasti ada batasnya dan kematian bisa kapan saja menjemput, seperti serangan jantung yang mendadak datang pada malam Hujan berulang tahun.
"Saya pengen pulang sekarang." Siang ini Hujan dibuat kembali pusing dengan rengekan kakeknya yang meminta untuk segera kembali ke rumah.
"Iya besok."
"Saya maunya sekarang. Kamu tuli, kah?" Hujan sangat paham bahwa kakeknya sudah sangat serius dengan ajakannya untuk pulang. Kakek sangat membenci rumah sakit, tidak suka bau dan suasananya katanya, makanannya apalagi. Kakek benci.
"Besok, kata dokter butuh diawasi sehari lagi"
"Kamu cucunya dokter itu? Saya kira masih cucu saya, ternyata lebih dengerin kata orang lain." Hujan menghampiri ranjang kakeknya, membenarkan selimut yang sudah berantakan.
"Nurut dong, Kek. Hujan khawatir tau."
"Kamu saja ga pernah nurut kalau saya suruh cepet nikah." Hujan menghela nafas, Hujan sebenarnya masih punya berpuluh puluh alasan untuk mendebat kakeknya dalam masalah ini, tapi tidak untuk di situasi seperti ini. Keadaan kakeknya terlalu riskan, takut-takut kalau kakeknya terkena serangan ringan lagi seperti semalam.
"Iya nanti Hujan nikah." Akhirnya ia memilih mengalah dan mengikuti apa mau kakeknya sekarang, lebih untuk membuat kondisi sang kakek tetap stabil sebenarnya. Mengurus orang tua memang seperti ini kan, seperti mengurus anak kecil. Setiap rengekan mereka tidak bisa dibantah atau malah akan makin menjadi nanti, tingkat emosional orang yang sudah tua juga kadang membuat Hujan harus memijat pelipisnya lebih sering. Benar-benar sensitif dan menguji kesabaran.
"Jangan mengumbar janji palsumu itu pada Kakek, kemarin kamu juga bilang umur 27 tapi sampe sekarang, mana? Gak ada kamu kenalin calonmu ke Kakek."
"Kan tahun lalu Hujan sibuk promosi naik jabatan, Kek. Mana sempat mikirin nyari calon. Udah Kakek yang penting sembuh dulu nanti Hujan sekalian cari pasangan." Jawab Hujan meyakinkan, membuat Kakek menghela nafas berat. Perdebatannya dengan sang cucu mengenai masalah pernikahan memang tidak pernah usai.
"Kesempatan terakhir. Kalo kali ini kamu menipu Kakek lagi, kamu harus bersedia sama orang yang Kakek pilihkan. Deal?"
Hujan mengerutkan dahinya, namun tak ingin ambil pusing dan memperpanjang perdebatan lebih baik ia turuti saja ujaran Kakek, "Deal." Kakek tersenyum puas.
KAMU SEDANG MEMBACA
HUJAN & KALIL
FanfictionHari dimana Hujan berulang tahun adalah hari dimana ia harus menerima musibah bahwa kakeknya mengalami serangan jantung. Siapa sangka keesokan harinya ia bertemu dengan seorang gadis yang mengaku telah menjual jam tangannya secara diam-diam dengan...