Kalil ingat dulu saat ia masih remaja ibunya pernah berpesan bahwa saat nanti ia jatuh cinta cari lah pasangan yang memiliki banyak persamaan, entah itu gaya hidup ataupun kestabilan mental.
Memutuskan untuk menikah tidak semudah memutuskan nanti makan siang dengan apa, atau nanti mau nongkrong dimana. Pernikahan adalah ujian seumur hidup dari Tuhan. Bayangkan, bahkan untuk melalui ujian sekolah yang hanya 2 jam saja persiapannya bisa berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Lalu butuh persiapan berapa lama untuk menghadapi ujian seumur hidup alias pernikahan?
Kalil sadar bahwa kehidupannya dan Hujan adalah berkebalikan, mereka memiliki kesenjangan yang besar dalam berbagai aspek sehingga saat ia sadar ada perasaan yang timbul antara dia terhadap Hujan beberapa bulan lalu, Kalil memilih untuk menguburnya dalam-dalam. Tidak bisa, adalah anggapan Kalil atas perasaannya.
Katakanlah Kalil memang kejam karena membunuh perasaannya sendiri, ditambah lagi saat sahabat Hujan datang berkunjung dengan segala hal berkelas yang ia bawa dari Paris, membuat Kalil lagi-lagi menggali semakin dalam lubang untuk membuang perasaannya terhadap Hujan.
"Main game yuk," ajak Hujan saat itu, hari dimana Hujan menghabiskan waktu seharian di rumah karena tidak bekerja, menatap Kalil yang sedang bersandar di pohon mangga belakang rumah Kakek Lim
"Game apa? Saya ga mau ah kalo capek" Kalil malas, hari ini rasanya panas sekali
"Tatap tatapan, yang kedip duluan yang kalah. Hukumannya yang kalah yang masak makan malem, gimana?" Kalil sangat berambisi untuk menang, maka dari itu ia langsunb mengangguk menyepakati.
Hujan menghampiri Kalil dan duduk tepat di hadapannya, "1, 2, 3. Mulai!" Ucap mereka bersamaan.
Kalil tidak ingat berapa lama mereka saling bertatapan, dan siapa yang kalah karena saat itu mereka sama sama terbuai dengan mata masing-masing, tatapan Hujan membuatnya ngantuk karena begitu lembut ditambah angin yang berangsur-angsur datang membuat mereka saling memjamkan mata dan saat itu Kalil masih ingat bagaimana rasanya
Rasa saat bibir mereka saling bersentuhan kemudian melumat satu sama lain. "We lose....." bisik Hujan pelan saat melepaskannya menyisakan tautan benang tipis diantara belah bibir keduanya.
Kalil juga ingat saat dimana ia melihat punggung Hujan yang meninggalkannya, setelah apa yang terjadi. Membuat perasaannya semakin tenggelam ke dasar. Saat itu Kalil rasanya ingin menangis dan mengamuk, menyadari bahwa semudah itu dirinya bagi Hujan bahwa sesepele itu perasaannya bagi pria itu.
Bagaimana Hujan membuat harga dirinya terjun ke titik paling rendah, adalah apa yang Kalil selalu ingat. Juga bagaimana Hujan membuatnya serasa ratu di muka bumi ini pun menjadi hal yang selalu Kalil damba setiap malam.
Kalil ingat dimana saat ia kesusahan mengambil beberapa peralatan dapur karena letaknya di tempat yang agak tinggi, lalu keesokan harinya ada tukang yang datang untuk membuat lemari dinding tersebut menjadi lebih rendah atas permintaan Hujan. Saat saat dimana Hujan akan selalu menghubunginya sebelum kembali dari kantor untuk menanyakan apakah ada hal yang harus Hujan beli agar Kalil tidak perlu keluar untuk ke minimarket.
Hujan yang selalu menanyakan pendapatnya di banyak situasi seperti "Saya bagusan pake dasi yang mana?"
"Mending berkuda atau main golf, Kalil?"
"Hari ini pake kemeja abu-abu kali ya? Menurutmu gimana Kalil?"
Berhasil membuat perasaan Kalil menjadi begitu ribut. Kenapa dia begitu merasa diistimewakan padahal mungkin menjadi baik dan perhatian adalah watak Hujan, bahwa mungkin Hujan memperlakukan orang lain dengan cara yang sama, selalu menjadi penyadar bagi Kalil untuk berhenti berharap.
Di tengah pikiran yang berkecamuk, genggaman erat di tangannya berhasil menarik kesadaran Kalil, untuk menoleh dan mendapati Hujan tersenyum padanya, rasanya hatinya menjadi kembali segar, padahal belum ada sehari Kalil tak melihat senyum itu rindunya sudah menusuk jantung.
"Ayo bicara sama Kakek" Kalil menatap ke depan, mereka sudah sampai di depan rumah Kakek Lim, apakah ia akan bisa menghadapi Kakek Lim. Apakah hidupnya akan baik-baik saja setelah ini? "Kalil, apapun hasilnya. Jangan tinggalin aku ya?" Hujan meminta
"Gimana kalo hasilnya Kalil harus ninggalin Mas Hujan?"
"Kamu aku kejar"
"Kalo ga dibolehin Kakek?"
Hujan terdiam, matanya bergetar kebingungan harus menjawab apa, membuat Kalil tersenyum, duduk menghadap Hujan, tangannya terulur untuk mengelus rambut lelaki dengan nama yang selalu Kalil puja. "Kamu adalah laki-laki paling membanggakan bagi Kakek. Cucuku yang paling berbakat, hehe.... Kalil suka sekali setiap Kakek Lim bilang kaya gitu, Kalil rasanya ikut bangga, pengen tuh nyautin Kakek Lim kalo Kalil juga bangga sama Mas Hujan. Jadi...... cucu Kakek Lim yang paling berbakat ini jangan sampai mengecewakan Kakek Lim ya?"
Hujan menangis, air matanya menetes begitu saja, Kalil memeluk kepalanya penuh sayang, memberikan bahunya untuk menjadi tempat Hujan menumpahkan kesedihan dan kehimbangan hati
"Aku pengen sama kalian berdua"
"Iya, kita usaha dulu ya?" Hujan mengangguk
.
Kakek Lim sedang membaca Koran di ruang makan, saat Hujan dan Kalil masuk kelaki berumur itu tidak menoleh sama sekali, matanya tetap fokus memilah milah kalimat di atas kertas tersebut "Purwa, bisa keluar dulu" Pak Purwa mengangguk kemudian pamit keluar
"Kakek, Hujan mau bicara sesuatu" Kini Hujan memberanikan diri untuk berucap, Kalil hanya meremat tangannya di belakang Hujan, berdiri dengan perasaan gundah.
"Kakek dengarkan"
Hujan menarik nafas panjang "Hujan ingin minta maaf sama Kakek karena Hujan udah bohongin Kakek tentang Kalil. Hujan juga mohon Kakek maafin Kalil, kami udah saling mengerti kok kek untuk bagaimana hal itu akan diselesaikan"
"Hmmm.... sudah Kakek maafkan, ada yang lain? Yang mau kamu bicarakan?"
Kali ini suasananya menjadi lebih tegang, dua kali lipat ditambah Kakek Lim saat ini sudah melipat koran bacaannya dan beralih fokus menatap Hujan dan Kalil, Hujan meraih tangan Kalil dan mereka berdiri berdampingan dengan tangan saling bergenggaman, Kakek Lim melirik tautan tangan mereka dengan pandangan remeh.
"Hujan dan Kalil saling mencintai. Kakek, Hujan ingin minta restu" kakek Lim menarik nafas saat mendengar hal tersebut.
"Kalil minta maaf Kakek, mungkin Kalil belum pantas untuk menjadi pasangan Mas Hujan, tapi Kalil akan berusaha."
Hening.
"Kakek restui, asal---" ucapan Kakek Lim yang menggantung berhasil membuat Kalil dan Hujan menahan nafas. Dan dengan jantung berdebar menanti jawaban apa yang akan muncul
"Asal bulan depan kalian nikah"
Bersambung
Dah mau tamat yeee....
Aku mau bikin ff chanyeol kayaknya abis ini tapi ga tau juga, lihat ntar deh yaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
HUJAN & KALIL
FanfictionHari dimana Hujan berulang tahun adalah hari dimana ia harus menerima musibah bahwa kakeknya mengalami serangan jantung. Siapa sangka keesokan harinya ia bertemu dengan seorang gadis yang mengaku telah menjual jam tangannya secara diam-diam dengan...