Rumah Kayu

142 36 24
                                    

Sebelum pindah ke rumahnya sekarang, Kakek Lim sempat tinggal bersama Hujan di pusat kota. Kakek kurang nyaman tinggal di bangunan modern milik cucunya tersebut karena kawasan karyawan kantor membuat lingkungan rumah Hujan cenderung individual dengan tetangga yang tidak memiliki waktu untuk bersosialisasi, hal itulah yang membuat Kakek Lim merasa makin kesepian dan memutuskan untuk pindah ke kawasan dekat taman kota. Meskipun masih di kota yang sama, kawasan tempat tinggal Kakek Lim menurutnya jauh lebih baik dari kediaman Hujan.

Kawasan rumah Kakek Lim tidak banyak dilewati kendaraan kecuali di jam-jam tertentu, hal itu disebabkan karena rumah Kakek Lim tidak terlalu dekat dengan jalan utama sehingga kendaraan yang lewat mungkin hanya pengantar koran, paket atau penjual susu setiap pagi. Udara di kawasan itu terbilang cukup sejuk dan segar dibanding kawasan rumah Hujan di pusat kota.

"Purwa, sudah datang." Sapa Kakek Lim saat melihat supir pribadi Hujan tersebut di depan rumahnya, Hujan kemarin menggunakan mobil Kakek Lim untuk membawa mereka jalan-jalan seharian sementara mobil miliknya ada di rumah dikendarai Pak Purwa. Pukul 7:00 pagi tadi Hujan menghubungi Pak Purwa untuk menjemputnya di rumah Kakek.

"Pagi Pak, diminta untuk menjemput Mas Hujan." Jawab Pak Purwa sopan, Kakek Lim mengangguk kemudian berlalu ke pintu gerbang untuk mengambil koran dan sebotol susu yang setiap pagi selalu diantar oleh petugas dan akan diberi tagihannya setiap seminggu sekali.

"Pagi Pak, temani Kakek dulu ya." Hujan keluar rumah sembari merapihkan setelan kemejanya, mendengar perintah itu Pak Purwa memasang wajah bingung. Memang tuannya ini mau kemana dulu. "Saya mau ke taman kota sebentar." Seakan mengerti ekspresi wajah Pak Purwa, Hujan langsung menjelaskan tujuan kepergiannya.

"Mau menjemput calonnya." Sahut Kakek Lim berjalan ke arah rumah dengan susu dan koran di tangannya. Pak Purwa makin dibuat heran. Apakah tuannya akhirnya akan mengakhiri masa lajang.

"Sudah bayar susu dan koran belum minggu ini, Kek?" tanya Hujan saat melihat apa yang dibawa Kakek Lim, Kakek Lim menjawab bahwa tagihan susu dan koran sudah ia bayar dua hari lalu.

Setiap hari akan ada petugas yang bertugas mengantarkan susu dan koran di setiap rumah kawasan perumahan Kakek Lim dan akan digantungkan di pintu gerbang, jika ada yang tidak mau diantarkan susu dan koran juga boleh tinggal mengatakannya pada kepala yang mengawasi perumahan ini, beliau yang akan mengkoordinir siapa saja yang mau menggunakan layanan itu dan siapa yang tidak mau. Kakek Lim sendiri secara rutin selalu menerima pelayanan susu dan koran tersebut.

"Masuk Purwa, temani saya minum dulu." Ajak Kakek Lim yang dibalas anggukan Pak Purwa, Hujan sendiri sudah berada di dalam mobilnya bersiap untuk pergi.

Hujan & Kalil

Langkah ringan Kalil membawanya ke taman kota, pagi ini cuaca cukup baik angin berhembus dengan sejuk walaupun cenderung dingin tapi Kalil sudah terbiasa dengan hawa pagi yang seperti ini. Setiap pagi ia berangkat kerja dengan menaiki sepedanya melewati taman kota menuju minimarket tempatnya bekerja.

Kalil berdiri diam di dekat halte bis, akhir-akhir ini ia banyak melamun. Memikirkan berbagai macam hal, seperti bagaimana nasibnya nanti saat bekerja pada Kakek Lim. Bagaimana jika ia tidak disukai, atau bagaimana jika kinerjanya payah dan mengecewakan Hujan. Bicara tentang Hujan, entah mengapa Kalil begitu bersyukur dengan pertemuannya dan Hujan, jika itu orang lain tanpa berpikir dua kali pasti Kalil akan langsung dipenjarakan. Membayangkannya saja sudah membuat Kalil bergidik seram.

Hembusan angin berkali-kali menerpa wajahnya kadang sampai membuat rambutnya bergerak menampar wajah dengan lembut sehingga Kalil harus berkali-kali membenarkan tatanan rambutnya, Hujan menghubunginya semalam menyuruhnya untuk menunggu di halte bis taman kota agar Hujan mudah menemukan keberadaannya. Setelah menunggu sekitar 10 menit, sebuah mobil hitam berhenti di depan Kalil berdiri, Hujan keluar dari dalam kursi pengemudi dan tersenyum menyapanya.

HUJAN & KALILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang