Malam itu mendadak turun hujan begitu deras, setelah Pak Purwa datang Hujan langsung memasuki mobil dan mengendarainya menuju pusat kota, berkali-kali juga ia mencoba menghubngi Kalil namun sepertinya Kalil enggan menjawab panggilan telponnya. Hal itu cukup membuat Hujan khawatir.
Bagaimana jika Kalil memutuskan untuk membencinya atau enggan bertemu dengannya lagi, entah kenapa memikirkan kemungkinan tersebut sudah membuat Hujan takut. Laki-laki itu sebenernya sudah memahami dirinya yang akhir-akhir ini lebih memerhatikan Kalil. Hujan bukan lelaki yang selugu itu untuk tidak memahami kemana arah perasaannya terhadap Kalil. Ia yakin bahwa ini adalah perasaan tertarik yang lebih besar.
Hujan tau dirinya sedang jatuh cinta.
Tapi untuk mengakuinya kenapa sulit sekali, kalau kata Winda itu menyebutnya "Namanya Bapak denial" entahlah Hujan merasa dirinya hanya ingin terus bersikap baik pada Kalil, ingin selalu membuat Kalil tersenyum dan bahagia, melihat Kalil dalam suasana hati yang baik membuat Hujan ikut bahagia rasanya.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 15 menit menuju rumah Kalil. Jangan tanya dari mana Hujan mengetahui alamat Kalil, anggaplah Hujan memang tidak sopan karena semenjak pertemuan kedua mereka di toko roti milik Kakek Pan, Hujan menanyakan alamat tempat tinggal Kalil pada Kakek Pan, hingga ia bisa berdiri di depan rumah sederhana milik kakak Kalil.
Rumah itu tampak sepi, membuat Hujan memutuskan untuk bertamu, berharap ia bisa bertemu dengan Kalil. "Permisi?" Panggil Hujan sambil mengetuk pintu.
Tak berselang lama, seseorang membuka pintu itu dari dalam, seorang wanita dewasa 6ang wajahnya cukup mirip dengan Kalil, yang Hujan yakini sebagai kakak Kalil. Hujan memberikan senyum ramahnya
"Siapa ya? Cari siapa?" Tanya wanita tersebut, kakak Kalil kan belum pernah lihat pria ini.
"Saya Hujan, teman Kalil. Saya lagi cari Kalil, apa dia ada di rumah?"
"Oh Kalil, dia belum pulang dari tadi. Saya juga ga tau dia dimana, biasanya jam segini Kalil sudah pulang" raut wajah Hujan seketika berubah murung, bagaimana ini? Apa benar tidak ada kesempatan untuk memperbaiki semuanya.
"Hujan sudah coba menghubungi Kalil?" Hujan menjelaskam bahwa ia sudah mencoba menghubungi tapi tidak kunjung dijawab.
"Biasanya, Tante Kalil ke toko roti Kakek Pan." Di tengah kegundahan dua orang dewasa tersebut, muncul gadis kecil dari belakang tubuh kakak Kalil.
"Oh, ini anak saya. Namanya Lila" Hujan tersenyum menatap Lila, gadis ini lah yang mempertemukan Hujan dan Kalil. Ini pertama kalinya Hujan melihat Lila.
"Terimakasih, saya pamit untuk cari Kalil dulu ya, permisi" Hujan tersenyum dan berjalan kembali ke mobilnya
.
Tujuannya saat ini adalah toko roti Kakek Pan, semoga Kalil benar berada di sana karena hujan semakin lebat dan Hujan tidak ingin Kalil terjebak ditempat dimana ia tidak bisa berteduh.
Pikirannya berkecamuk antara mengkhawatirkan Kalil dan mengkhawatirkan dirinya sendiri, bagaimana jika Kalil enggan bertemu lagi dengannya, bagaimana jika Kalil tidak mau memaafkannya atau kemungkinan buruk lainnya.
Setelah sampai di dekat gang masuk toko kue Kakek Pan, Hujan tanpa peduli langsung berlari masuk ke gang, menyusuri gang di tengah hujan deras. Langkahnya mantap saat sudah tiba di depan toko roti yang kebetulan sedang sepi tersebut. Tangannya meraih gagang pintu dan membukanya dengan yakin.
.
"Kalil?"
Kalil tersenyum, "Hai, Kek"
"Masuk. Mau pesanan seperti biasa?"
Kalil menggeleng "Mau kue cokelat, Kek" Kakek Pan menatapnya sebentar kemudian mengangguk mengerti.
Setelah mendapat kue pesanannya dan secangkir susu hangat, Kakek Pan mengantarkan setumpuk buku dongeng ke meja Kalil "Baru datang tadi malam, teman Kakek yang donasi. Bisa kamu baca duluan"
Kalil tersenyum kemudian mengangguk mengucapkan terimakasih. Sepertinya Kalil akan menghabiskan waktunya untuk membaca dongeng ini di toko roti Kakek Pan, karena demi apapun ia sedang enggan bertemu orang-orang yang mengenalnya. Suasana hatinya sedang buruk.
Semakin diingat malah semakin membuatnya sedih, hidupnya benar-benar buruk.
Selama lebih dari 2 jam Kalil berkutat dengan tumpukan buku dongeng diatas mejanya tanpa berucap apapun, sesekali ia akan menatap hujan di luar toko yang tampak semakin deras, para pengunjung kedai roti juga semakin berkurang dan saat ini tinggal Kalil sendiri.
"Kalil, Kakek cek barang di gudang dulu ya. Biasanya kalo hujan begini tidak ada pengunjung. Nanti kalo ada pembeli bisa panggil Kakek di belakang ya" Kalil mengiyakan.
Tring
Bunyi lonceng dekat pintu masuk kedai Roti kakek Pan membuat kalil menoleh hanya untuk mendapati Hujan berdiri dengan keadaan baju yang basah akibat hujan.
"Mas Hujan?!" Kalil berdiri dan segera menghampiri Hujan.
"Kalil"
"Kenapa hujan hujanan gini?"
"Kalil, i wanna hug you"
Kalil menatap Hujan tepat di kedua matanya, "Mas Hujan, udah tau ya?" Tanya nya lirih
Hujan mengangguk kemudian menghambur memeluk gadis di hadapannya, menenggelamkan wajahnya di perpotongan leher Kalil. Padahal hanya sebentar tapi rasanya serindu ini
"Maafin Kakek, maafin aku" Kalil hanya diam tidak tau harus menjawab apa, memberi waktu bagi Hujan untuk memeluknya.
"Aku yang harusnya minta maaf" Kalil tersenyum getir, semua ini salahnya. Seandainya malam itu ia tidak nekat mencuri jam tangan Hujan pasti tidak akan berakhir seperti ini.
Hujan melepaskan pelukannya, menatap Kalil dalam dan meraih kedua tangan gadis itu.
"Kalil. I love you"
Entah kenapa Kalil langsung menarik tangannya dari genggaman Hujan sesaat setelah Hujan mengungkapkan perasaannya, Kalil menggeleng
"Kenapa?" Hujan menanyakan reaksi Kalil
"Mas, kita gak bisa"
"Why? Kita bisa Kalil"
"Kakek bakal marah banget sama kamu nanti. Kita gak bisa"
"Let me know. Do you love me?" Hujan berucap tegas sembari menahan pergerakkan Kalil dengan memegang kedua bahunya.
"Mas .... kita bener-bener ga bisa. Kakek---"
"Stop bawa bawa Kakek! .... Kalil ini soal kamu sama aku bukan soal Kakek, just answer me. Kalo kamu ga suka, aku akan menghargai keputusan kamu, aku akan simpen rasa ini buat aku sendiri, i'll respect you"
Gadis di hadapannya tersebut hanya diap dan terus menggeleng, menandakan bahwa ia tidak bisa menerima ini semua "Kakek Lim pasti marah"
"Kalil. Kamu cuma mikirin Kakek ya? Trus gimana sama aku? Gimana perasaanku? Selama ini aku selalu takut untuk memulai menghargai perasaanku karena bayang-bayang Kakek, aku takut Kakek kecewa sama pilihanku itu sebabnya aku biarin Kakek bikin segala macam rencana perjodohan. Aku cuma ga pengen ngecewain dia. Dan.... dan hari ini saat aku bisa punya keinginan sendiri, apa masih harus ada bayang-bayang Kakek? I just wanna know if you love me?"
Kalil hanya sanggup menangis mendengar segala ungkapan perasaan Hujan "Aku... aku juga cinta sama Mas Hujan, tapi ak--"
"That's enough!" Hujan segera memotong ucapan Kalil, dia benar-benar hanya ingin tau jika perasaannya terbalas. Dia akan mengupayakan segala hal untuk bisa bersama Kalil. Untuk kedua kalinya Hujan memeluk Kalil malam itu.
Bersambung

KAMU SEDANG MEMBACA
HUJAN & KALIL
FanfictionHari dimana Hujan berulang tahun adalah hari dimana ia harus menerima musibah bahwa kakeknya mengalami serangan jantung. Siapa sangka keesokan harinya ia bertemu dengan seorang gadis yang mengaku telah menjual jam tangannya secara diam-diam dengan...