Extra Chap : Hujan dan Perasaannya

170 28 17
                                    

.

Hujan itu clingy.

Dia punya hati yang lembut dan perasa, meski usianya sudah hampir kepala tuiga, tidak serta merta membuat Hujan menjadi sepenuhnya dewasa sampai menghilangkan sifat asli dirinya yang begitu kekanakkan. Di berbagai situasi tentunya, dia selama ini bersikap dewasa karena menurutnya ia memang harus dewasa.

"Hari ini masak apa Kalil?" Minggu pagi sudah menjadi rutinitas Hujan dan Kalil untuk menghabiskan waktu di dapur.

"Hmmm Mas Hujan maunya makan apa?" Kalil rencananya mau bikin sup ayam ala korea. Kakek Lim terlihat sangat menyukai menu tersebut di berbagai kesempatan saat Kalil memasaknya.

"Bikin dessert boleh nggak?" Tanya Hujan, sudah seperti anak kucing yang minta dipungut, lucu sekali. Kalil mengangguk mengiyakan, kenapa sampai harus meminta persetujuan Kalil deh. Kan ini rumah dia.

"Kamu tau cara bikin Creme Brulee?" Kalil baru pertama kali dengar, matanya menatap bingung Hujan dan kemudian menggeleng sebagai jawaban.

"Kalo Mas Hujan bisa bikin, aku bakal bantuin kok Mas." Hujan memanyunkan bibirnya setengah kecewa, dia sangat ingin makan itu.

"Saya juga gak bisa bikin" jadi sedih begini. Mood Hujan kenapa jadi labil begini. "Kita liat youtube aja gimana?" Tawar Kalil untuk menenangkan hati Hujan.

"Hmmm. Oh! Bentar ya Kalil" Hujan bergegas ke teras rumah hanya untuk memanggil Kakek Lim, menanyakan apakah ia mau keluar jalan-jalan hari ini? Tentu saja Kakek Lim dengan semangat menjawab iya.

.

Mereka berakhir di toko kue Kakek Pan, main keluar yang dijanjikam Hujan tidak lain tidak bukan adalah mengunjungi toko roti kakek Pan yang hari ini super ramai. "Emang harus sampe sejauh ini ya, Mas?" Kakek Lim sudah menyerobot masuk ke etalase barang antik di sebelah rak-rak buku dongeng, Kakek Pan tidak sempat menyambut mereka karena banyaknya pengunjung.

Sepertinya akibat beberapa waktu lalu, ada anak-anak SMA yang membuat vlog di toko roti ini. Entah mungkin vlognya jadi viral dan banyak yang datang. Lain kali Kakek Pan akan melarang pengunjung untuk merekam toko rotinya.

Kalil berjalan menyusuri rak buku dongeng, pikirannya mendadak bernostalgia sambil sesekali menarik beberapa buku untuk ia lihat cover dan judulnya, Hujan dengan tenang memperhatikan Kalil. Wajah Kalil itu terlihat tenang dan cantik tapi terkadang juga terlihat galak. "Wah ini judul baru, Mas"

Itu terlalu tiba-tiba "Hah? Hrmmm apa!? Mana?" Hujan sampai gelagapan saat kepergok oleh Kalil. Sialan. "Kuping Mas Hujan merah, demam kah Mas?" Kalil dengan refleknya yang luar biasa langsung menyentuh ujung telinga Hujan yang merah.

"Nggak! Aku ke toilet dulu." Hujan selalu seperti ini jika hanya berdua dengan Kalil. Terlihat bingung. Kalil bertanya-tanya ada apa dengan bossnya itu.

"Aku..." Kalil tersenyum saja, Hujan lebih sering memakai 'Saya'

"Ya Tuhan...." Hujan sudah membasuh wajahnya beberapa kali di washtafle, menormalkan detak jantungnya yang menggebu-gebu. Lelaki itu juga mengatur nafas beberapa kali. "What's wrong with you, Hujan?" Pertanyaan itu ia gumamkan berkali-kali.

.

Kejadian di kedai Kakek Pan masihlah bagian kecil dari Hujan si mudah salting. Pernah juga saat Kalil memuji lukisannya, Hujan sampai tidak bisa tidur, biasanya Hujan begini saat ayah atau ibunya yang memuji. Lalu di pagi hari lelaki itu membawa Kalil ke galeri lukis ala-ala di lantai atas sebelah kamarnya. Kalil terpukau melihat semua karya Hujan, banyak sekali lukisan indah dengan berbagai macam tema.

Atau kejadian paling legendaris. Ciuman pertama mereka yang dipelopori Hujan. Astaga, Hujan sampai harus melarikan diri ke kediamannya di pusat kota selama beberapa hari saking malunya berhadapan dengan Kalil. Hal tersebut sempat disalah pahami oleh Kalil karena Kalil mengira Hujan menghindarinya. Bahkan Kalil jadi ikutan menghindari Hujan.

Tentu saja Hujan jadi uring-uringan di kantor, imbasnya adalah rekan kerja Hujan yang kebingungan dengan mood Hujan tersebut, pasalnya Hujan itu jarang sekali seperti ini. Laki-laki itu terlalu baik dalam mengendalikan emosi, maka saat menghadapi Hujan yang moody begini lumayan membuat karyawan shock.

Malam harinya Hujan meminta Pak Purwa untuk menginap di rumah Kakek saja, karena Hujan mau pulang larut, ia berniat menenangkan diri dengan berjalan-jalan di pusat kota. Hari kebetulan adalah malam minggu sedikitnya membuat Hujan kecewa, padahal niatnya mau menenangkan diri tapi malah terjebak di kerumunan begini. Hujan mulai berpikir untuk pulang saja. "Bapak tuh harus mengerti sama perasaan sendiri, mau kemana arahnya? Gak baik loh Pak, gantungin perasaan orang" Nasehat Winda masih terngiang di kepalanya.

Hujan akhirnya memutuskan untuk menyembunyikan diri di gang sempit celah antara dua gedung untuk menikmati rokok. Hujan sudah kelewat stres sepertinya "Ngerokok satu aja ga masalah" Kakinya dibawa melangkah memasuki gang itu sembari menyiapkan sepuntung rokok. Mata Hujan baru menyadari ada orang lain yang sudah berada di sana.

"Oh Sorry" ucapnya, Hujan memilih berbalik mencari gang lain yang kosong untuk menikmati rokoknya

"Mas Hujan?"

Itu suara Kalil. Tunggu sebentar, apa yang dilakukan Kalil di gang sempit begini. Tanpa berpikir lagi, Hujan berbalik  untuk segera menghampiri Kalil untuk melihat jelas wajahnya karena saat pertama datang tadi memang yang hanya Hujan lihat sebatas siluet tubuh perempuan. Pikir Hujan ada sepasang kekasih yang sedang make out.

"Kalil? Kamu ngapain?" Hujan juga juga melihat ke segala arah, takut-takut Kalil bersama seseorang yang membahayakannya. Tangannya memegang bahu Kalil.

"Saya lagi ngumpet, saya diajak minum-minum. Sayanya males, makanya ngumpet" Hujan memperhatikan Kalil, lalu menghela nafas lega.

"Kenapa gak langsung pulang? Ngumpet disini lebih bahaya." Kalil mengangguk, melirik rokok yang ada diselipam jari Hujan.

"Mas Hujan kalo mau ngerokok silakan, saya juga udah mau pulang kok. Permisi" Kalil lagi-lagi memberikan gestur menghindar, melepaskan cengkramam tangan Hujan dari bahunya.

"Kalil tunggu!" Tidak bisa. Hujan tidak bisa diam saja, ia harus berbicara pada Kalil. "Jangan ngehindarin saya!" Kalil hanya diam dan menatap ujung sepatunya, bukannya Hujan duluan ya yang menghindarinya kemaren-kemaren.  Kalil jadi bertanya-tanya apa yang terjadi pada Hujan, kenapa begitu membingungkan.

Hujan tau, dia benar-benar tidak jelas. Sikapnya begitu abu-abu, dia sendiri juga bingung. "Saya minta maaf. Saya tau saya udah gak sopan sama kamu, saya bakal kedengeran brengsek banget kalo minta kamu ngelupain kejadian ciu-- yaa itu" Hujan menatap Kalil dengan salah tingkah. Bodoh sekali pikirnya pada dirinya sendiri. Sial kenapa pula Hujan jadi malu begini.

"Maksud saya, kasih saya waktu. Saya butuh kamu untuk paham perasaan saya sendiri. Saya itu bodoh, Kalil. Saya makin gak tau arah kalo kamu ngehindar terus"

"Kan Mas Hujan duluan yang ngehindar" Kalil akhirnya mengutarakan keresahannya juga. Membuat Hujan meringis merasa bersalah. Hujan sampai berbalik badan untuk mengumpati dirinya sendiri.

"Stupid."

Umpatnya untuk dirinya sendiri, Hujan kembali menghadap Kalil. "Maaf!" Hujan menunduk. Pada akhirnya ia tidak bisa mengatakan apapun selain kata maaf. Hujan merasa Kalil pantas untuk membencinya, bisa bisanya dia mencium orang yang bahkan tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Hujan.

"Saya kurang ajar sama kamu."

"Soal ciuman ya, Mas?" Hujan memandang Kalil. Gadis itu tampak bingung. Hujan mengangguk saja, memang tindakannya tidak dibenarkan

"Saya cium kamu tanpa consent. Itu salah dan kurang ajar"

Mata Hujan melotot, saat Kalil tiba tiba mencium pipi kanannya di detik yang sama saat ia menyelesaikan ucapannya barusan. "Saya juga kurang ajar. Saya permisi Mas" bisik Kalil.

Hujan pingsan aja kali ya? Kakek Lim cucumu ini kayaknya punya sakit jantung juga deh? Jantungnya gak mau diam dari tadi.




.

HUJAN & KALILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang