12

111 22 1
                                    

Selamat Membaca

***

Aku terdiam cukup lama, masih dengan pikiran yang selalu mengkhawatirkan keberadaan Jennie yang sudah menghilang selama dua haru terakhir ini. Sialnya, kami hanya mengetahui pergerakannya terakhir saat ia menaiki taxi dengan koper besar yang di bawanya.

Kami menutupi kejadian ini dari banyak pihak termasuk perusahaan dan juga kedua orang tuanya. Entahlah, aku masih berharap bahwa Jennie suati hari nanti akan menghubungiku, atau mungkin ia akan menghubungi salah satu dari sahabatnya yang lain.

"Tzu, makan dulu, yuk? Kamu dari kemarin belum makan apapun loh!"

Kualihkan pandangan mataku ke arah Nayeon eonnie yang saat ini sudah berjongkok dihadapanku yang sedang duduk dengan punggung yang bersandar di tembok. Aku masih terdiam, ia semakin menatapku dengan raut wajah sedihnya. Lalu aku kembali menggelengkan kepalaku, entah ini sudah keberapa kalinya untuk hari ini, "Aku enggak tau di sana Jennie udah makan apa belum. Aku enggak tau apa yang terjadi sama dia. Aku terlalu kehilangan selera makanku sejak kemarin mendapat kabar ini dari Jisoo eonnie," jawabku dengan kepala yang sudah terbenam diantara kedua lututku.

Kemarin malam, Jisoo eonnie menghubungi Nayeon eonnie. Ia menanyakan keberadaan Jennie barangkali sedang berada bersamaku seharian ini yang mana memang tak ada kabar apapun darinya.

Nayeon eonnie yang memang saat itu sedang bersamaku hanya bisa menatapku bingung dengan handphone yang masih ia simpan di telinganya. Aku yang melihat hal itupun langsung menatap Nayeon eonnie dengan tatapan bingungku dan berucap 'ada apa?' tanpa bersuara. Setelah ia menyelesaikan panggilan itu barulah aku mengetahui hal yang membuat pikiran positifku seharian ini tiba-tiba runtuh.

"Apa Jennie enggak bilang apa-apa sama kamu?" tanya Nayeon eonnie dengan kini posisi duduknya sudah menghadap ke arahku.

Aku menggeleng pelan dengan dada yang sangat sesak, "Enggak ada," jawabku singkat dengan kepala yang tertunduk ke bawah.

Nayeon eonnie mengusap wajahnya dengan kasar lalu menghembuskan napasnya dengan berat, "Kemarin-kemarin Jennie enggak ada nunjukin hal-hal yang mencurigakan? Atau apapun itu yang sekiranya beda dari dia biasanya?" tanya lagi Nayeon eonnie dengan begitu gelisah.

"Beberapa hari ini kayanya ada yang lagi ganggu pikiran dia..." Aku menjeda perkataanku, lalu menatap Nayeon eonnie dengan sesuatu yang sudah mengalir bebas di wajahku.

"...Tapi, bodohnya, aku enggak sekalipun tanya dia kenapa? Apa yang bikin dia kaya gitu? A-aku malah berlaga kayak orang tolol yang hanya berusaha menenangkan dia tanpa tau apapun!"

Malam ini, aku hanya bisa menangis semalaman hingga pagi menyapa dengan begitu cerahnya. Aku hanya bisa menangis dengan pesan yang tak pernah lupa kukirimkan padanya, barangkali suatu saat nanti handphonenya kembali menyala dan ia membaca pesan-pesan yang kukirimkan.

Satu hal yang sangat menamparku, bahwa aku belum cukup mengenalnya lebih jauh dan lebih dalam. Itu kenyataan yang begitu menyakitkan untuk kuakui.

"Kamu ini ke mana sih?"

"Kenapa?"

"Ada apa?"

Pertanyaan itu terus berputar dengan raungan dan teriakan diiringi dengan isak tangisku. Malam itu rasanya hatiku begitu hancur, untuk pertama kalinya aku begitu takut akan kehilangan seseorang.

Siang ini, Momo eonnie menghampiriku. Ia membawakan beberapa camilan dan menyimpannya di atas nakas. Momo eonnie duduk sampingku yang memang sedari malam duduk di tepi tempat tidur. Ia memeluk tubuhku dan mengusap punggung dan kepalaku dengan lembut tanpa berucap apapun, aku membalas pelukan itu dan langsung membenamkan wajahku di bahu dengan air mata yang semakin deras mengalir.

LOVE MAZETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang