"Who are you?"Tanya Joanna lagi ketika Jeffrey mendekat. Karena meskipun pria ini tampan, Joanna tidak mungkin akan langsung terpikat. Apalagi sampai menampilkan gelagat tertarik dalam pertama kali jumpa.
"Kenapa pagi-pagi masih berkeliaran di jalan? Hari ini kau kerja, kan?"
Jeffrey langsung melepas jasnya. Lalu dipakaikan pada Joanna yang kini tampak kebingungan. Sebab merasa jika tindakan pria ini berlebihan. Untuk ukuran orang asing baginya.
"Excuse me? Who are you, Sir?"
Jeffrey menukikkan alisnya. Lalu menatap Joanna yang kini melepas jasnya. Menatapnya bingung karena tidak paham apa maksudnya.
Who are you, Sir? Katanya? Apa wanita ini lupa kalau Jeffrey bosnya?
"Am I look---AW! BAJINGAN!"
Pekik Joanna ketika Jeffrey sengaja menjambak rambutnya. Atau lebih tepatnya menarik kencang bagian bawah rambutnya yang dikira bukan rambut aslinya.
"Sorry! Sorry! Kukira bukan asli!"
Ucap Jeffrey dengan panik. Sebab dia tidak menyangka jika rambut pirang Joanna ini asli. Bukan wig.
Joanna meringis sembari memegangi akar rambutnya yang terasa sakit. Sebab Jeffrey menariknya kencang sekali. Tidak heran jika dia marah hingga memaki orang asing ini.
PLAK...
Jeffrey mendapat tamparan dari Joanna pirang. Membuat orang-orang yang melihat mulai meringis sakit sekarang. Sebab tamparan yang wanita itu berikan terdengar cukup kencang.
"KURANG AJAR! SIAPA KAU BERANI MENJAMBAKKU, HAH!?"
"AKHHH---SAKIT! AMPUNNN! LEPAS! TOLONG! SIAPAPUN TOLONG AKU!"
Joanna menjambak Jeffrey. Membuat orang-orang mulai mendekat saat ini. Berniat memisahkan mereka yang tampak saling jambak saat ini. Iya, Jeffrey membalas jambakan Joanna. Tidak kalah kencang dari sebelumnya. Tidak heran jika orang-orang mulai mendekat guna memisahkan.
7. 50 AM
Jeffrey masih berada di kantor polisi sekarang. Sesekali dia menatap jam tangan dan melirik kesal Joanna palsu yang ada di sampingnya. Karena wanita itu baru saja mengatakan siapa identitas aslinya.
Bianca. Dia simpanan penjabat dan sedang dalam keadaan stress sekarang. Karena hubungan gelapnya ketahuan oleh si istri sah. Membuat aliran dananya terancam macet total.
"100 juta cukup? Jangan buang-buang waktu! Aku sibuk!"
Bianca mengangguk singkat. Lalu menulis nomor rekening pada kertas kosong yang ada di atas meja. Lalu dimasukkan pada saku jas Jeffrey yang kini masih dipangku oleh pemiliknya.
"Kalian saksinya! Aku akan datang lagi kalau pria kurang ajar ini tidak mengirim uang 100 juta dalam 24 jam!"
Bianca bangun dari duduknya. Jalan berlenggak-lenggok sembari memakai kacamata hitam. Lalu menyetop taksi yang lewat. Meninggalkan Jeffrey yang kini mulai mengotak-atik ponselnya.
8. 30 AM
Jeffrey baru saja tiba di kantor. Dia melihat kursi Joanna yang kosong. Membuatnya langsung curiga jika wanita yang ditemui tadi memang sama dengan Joanna yang itu.
"Di mana dia? Tidak masuk?"
"Iya, Pak. Joanna izin satu hari."
"Alasannya?"
"Sakit."
Jeffrey tersenyum sinis. Sebab mengira jika itu hanya tipuan saja. Bahkan, dia langsung memasuki ruangan tanpa mengucapkan apa-apa pada Teressa. Sebab mengira jika Joanna adalah penipu kelas kakap hingga bisa memiliki kartu tanda pengenal palsu juga.
Sedangkan di tempat lain, Joanna sedang mengantre di rumah sakit. Dia memakai jaket dan jeans. Tidak lupa dengan rambut hitam yang dikuncir rapi. Tidak seperti penampilan Bianca yang berantakan sekali.
"Nomor urut lima belas, silahkan masuk ke ruangan."
Joanna mentap kartu antrean yang dipegang. Karena gilirannya akan datang. Membuatnya merasa bimbang akan periksa atau justru kembali pulang.
Pendek, ya? Kalo mau dipanjangin, cukup ramein aja :)
Tbc...