Joanna sedang berada di restoran dekat rumah sakit tempat dirinya periksa. Dia makan banyak dengan mata berkaca-kaca. Sesekali dia juga batuk karena tersedak. Membuatnya lekas menghabiskan es bubble gum yang dipesan.
Sudah anak dari selingkuhan. Penyakitan pula. Indah sekali hidupmu Joanna.
Batin Joanna sembari meletakkan gelas di atas meja. Dia menatap ke sekitar. Menatap orang-orang yang sedang makan dengan wajah senang. Seolah tidak ada beban dan masalah seberat dirinya.
Joanna mengidap leukimia. Sebenarnya sudah sejak lama. Namun sudah sembuh pasca mendapat donor sumsum tulang belakang dari ayahnya. Namun entah kenapa, penyakitnya ini kembali datang sejak satu tahun ke belakang. Membuatnya semakin tidak semangat hidup setiap harinya.
Ingin lekas mati saja bawaannya. Mengingat dia akan tetap tidak bermanfaat hingga akhir hayat. Sebab tidak bisa mendonorkan organ dalam pada orang yang membutuhkan karena penyakitnya.
Dengan tergesa, Joanna menghabiskan makannya. Lalu membeli motor di hari itu juga. Menunggu cukup lama karena banyak hal yang harus diurus sebelum mendapat satu unit motor yang diinginkan.
5. 30 PM
Joanna baru saja pulang. Dia menatap Liana yang sudah menunggunya di teras. Dengan wajah garang seolah tahu jika dia tidak masuk kerja.
"Pasti Rosa yang mengadukan. Ya, aku izin tidak masuk kerja. Aku beli motor supaya tidak perlu susah-susah jalan!"
PLAK...
Liana menampar anaknya. Membuat Joanna langsung memegngi pipi sekarang. Kedua matanya juga sudah memanas karena lagi-lagi harus dihadapkan dengan masalah.
"KAMU BENAR-BENAR KETERLALUAN! UNTUK APA BELI MOTOR, HAH!? HANYA JALAN KAKI SEBENTAR APA SUSAHNYA? ITU TIDAK AKAN MEMBUATMU MENINGGAL! DASAR PEMALAS!"
Pekik Liana sembari berjalan menuju motor Joanna. Menggulingkan motor itu sekarang. Lalu dihancurkan menggunkan batu besar yang ada di dekatnya.
BRAK...
BRAK...
BRAK...
Joanna langsung memekik kaget. Dia berlari menuju ibunya saat ini. Menahannya agar tidak menghancurkan motor barunya lagi.
"MAMA JANGAN! AKU MEMBELI MOTOR INI DENGAN SUSAH PAYAH! DENGAN GAJIKU SELAMA ENAM BULAN!!!"
Joanna memeluk motornya yang sudah hancur sekarang. Spionnya pecah dan body motornya retak. Berantakan. Membuatnya menangis seketika. Hingga Liana berhenti mengayunkan batu besar dan kembali memasuki rumah. Tanpa sepatah kata. Apalagi meminta maaf.
Joanna menangisi motornya. Mengusap permukaan motornya yang kini telah banyak retakan. Bahkan ada yang sudah patah pula. Membuatnya mulai menuntun motornya yang sudah tidak bisa dihidupkan. Menuju bengkel terdekat. Sebab dia berharap jika motor ini masih bisa diselamatkan.
10. 10 PM
Hujan turun sangat deras. Joanna masih berada di luar. Menunggu motornya diperbaiki sekarang. Sebab dia ingin memakainya segera.
"Mbak tinggal saja. Ini masih lama, bagian dalamnya rusak soalnya. Makanya tidak bisa dihidupkan."
"Kira-kira berapa jam lagi bisa, ya?"
"Besok saja jemput, Mbak. Ini sudah malam, teknisinya juga butuh istirahat."
Joanna akhirnya mengangguk pasrah. Lalu pulang dengan berjalan kaki saja. Sebab merasa jika jarak bengkel dan rumah cukup dekat. Padahal, ini bisa memakan waktu sekitar satu jam.
Hujan turun semakin deras. Joanna sudah merasa kedinginan. Lalu berhenti di pinggir jalan. Menunggu hujan sedikit reda. Namun sayang, hujan tidak kunjung berhenti sekarang. Membuatnya langsung lanjut berjalan. Mengabaika rasa dingin yang mulai menusuk tulang.
Satu jam kemudian Joanna tiba di rumah. Dalam keadaan tubuh basah dari ujung kaki hingga kepala. Wajahnya juga sudah pucat bagai tidak teraliri darah. Meyedihkan, namun tidak ada satupun orang yang bisa merangkulnya. Termasuk ibunya.
"Lantai jadi basah karena dia!"
Seru Sandra ketika melihat Joanna yang baru saja memasuki rumah. Sebab dia belum tidur karena Jeffrey datang. Dia mengantar Rosa yang sempat pingsan di tempat kerja karena kelelahan.
Joanna masih menaiki tangga. Dengan posisi kedua tangan yang memeluk badan. Dengan kepala menunduk dalam. Hingga tidak sadar jika ada Jeffrey yang kini menuruni tangga.
Jeffrey diam saja. Namun kedua matanya tidak berhenti menatap Joanna. Menelisik dari atas hingga bawah.
Dari kulit kepalanya yang terlihat ketika rambutnya basah, hingga wajah Joanna yang ada beberapa bekas jerawat. Tidak seperti Bianca yang memang berwajah tanpa noda karena sempat Jeffrey lihat dari dekat. Mengingat wanita itu tampak tidak memakai riasan kecuali lipstick saja.
DUK...
Joanna tiba-tiba tersandung kakinya. Membuat tubuhnya hampir jatuh ke depan. Beruntung Jeffrey memegangi dirinya. Sehingga tubuhnya tidak jadi terjerembab.
Resleting jaket Joanna terbuka setengah. Karena tertarik oleh tangannya. Membuat bagian atas dadanya terlihat. Karena di dalam sana, dia hanya memakai bra hitam dan tank top saja.
"Sebenarnya kau ini Joanna atau Bianca?"
Pertanyaan Jeffrey jelas membuat Joanna kebingungan. Sebab dia tidak tahu apa maksudnya. Apalagi tiba-tiba dia menyebut nama Bianca yang terasa tidak asing baginya.
"Apa maksudmu?"
Joanna langsung menjauhkan badan. Menarik lagi resleting jaketnya. Karena sejak tadi, Jeffrey tidak berhenti menatap ke arah dadanya.
Membuat Joanna jelas merasa marah sekarang. Sebab merasa jika Jeffrey sama saja seperti pria hidung belang di luar sana. Karena mata kernajang dan mesum juga.
"Tatto, sejak kapan ada di sana?"
"Bukan urusanmu!"
Joanna langsung pergi begitu saja. Enggan berhadapan dengan Jeffrey sekarang. Sebab dia takut akan diadukan. Karena bisa saja, tatto ini disetrika Liana jika ketahuan.
Menyesal sekali akau sampai pernah suka padanya. Ternyata dia menyebalkan dan suka ikut campur urusan orang!
Batin Joanna sembari memasuki kamar. Dia sedikit mendapat kekuatan karena merasa marah. Ya, paling tidak hingga dia menutup pintu kamar dan tiba-tiba mimisan. Lalu pingsan tanpa ada satupun orang yang sadar.
Udah mulai greget? Sabar, next chapter udah mulai scene romance tipis-tipis :)
Tbc...