Please vote before you enjoy this chapter.
.
.Tertangkap. Harapannya lenyap merenggut seluruh kesengsaraan memenuhi tubuh hampa yang sulit terkendali. Buliran keringat kecemasan mulai menampakkan diri dalam wajah pucat lemahnya.
Sengatan kilat menyerang pendengarannya yang membuat ia kehilangan kefokusannya pada keadaan berbahaya ini. Mata bening kesayuan itu samar-samar berkedip terkejut saat pergerakannya terlebih dahulu dihentikan.
"Kau tahu apa jawaban yang akan ku berikan."
Sret.
Remasan kuat tangan kecilnya sudah kalah oleh perebutan tenaga yang lebih besar. Pistol dalam genggamannya sudah beralih kembali pada sang pemilik, dengan kekuasaannya.
Senjata itu menodong tepat pada dahinya saat sebelumnya ia berhasil mengarahkan pada dagu sang lawan, ia mematung dengan beribu kecemasan menatap sang pelaku yang sudah beranjak dihadapannya.
Wanita berambut pirang begitu terkejut dalam kewaspadaannya pada seorang penguasa keamanan Korea Selatan yang berdiri dihadapannya dengan menodongkan sebuah pistol pada kepalanya.
Roséanne Park ditaklukan oleh Chanyeol Park Larsson.
Saat seharusnya Rosé berencana ingin mengendalikan Chanyeol, justru tuhan tidak membantu kecemasannya dan memihak pada lelaki yang hanya menatapnya rendah dalam mata memuakkan itu.
Ruangan inap dirumah sakit itu mulai menegang, kesunyian meneriaki keduanya saat bibir mereka tak lagi bersuara, hanya menyisakan suara nafas Rosé yang cemas juga rasa penasaran dari ponsel yang terhubung dalam panggilan bersama Johnny diluar.
Dibalik pintu itu, Johnny dan Jisoo bersandar mencoba untuk menguping selagi dalam ponselnya tak lagi mendengar suara apapun. Sedangkan Jungjae terlihat melamun waspada menantikan suara yang akan ia dengar selanjutnya dari dalam sana.
Setelah Rosé terbangun dari tidurnya karena lelah melakukan terapi berjam-jam tadi, ia tidak ingin bicara dengan siapapun.
Jungjae sudah mencoba mengalihkannya dengan menawari makan, menenangkannya, dokter yang datang memeriksa rutin pun tak bisa banyak membantu, hanya memberitahu bahwa mungkin Rosé masih merasa shock setelah melakukan terapi karena harus mengulas kembali ingatan buruknya.
Statusnya sebagai pemegang perusahaan besar pun tak merubah apapun saat melihat putrinya begitu pucat dan banyak melamun.
Astaga, Jungjae memang sudah mengira akan sulit membuat Rosé percaya, namun ia tak mengira akan seberat ini.
Lalu, saat Rosé baru menyadari sosok Johnny yang ternyata ada bersamanya sedari tadi, ia menoleh dalam kebenciannya dan mau membuka mulut untuk mengatakan-
"Aku ingin berbicara dengan otak pengendali timmu."
-ia hanya ingin berbicara pada Chanyeol, kepala dari agent yang Jungjae sewa untuk membunuh orang tuanya.