Chap 17

1.3K 237 28
                                    

"Singkat saja, apa yang ingin kau katakan?"

"Aku hamil" Elisabeth menjawab lemah sembari mengusap perutnya yang sedikit membesar.

"Gugurkan!"

"Tapi kenapa? Kau berjanji untuk bertanggung jawab. Kau menjebak ku dan memperkosa ku dan sekarang kau ingin meminta ku untuk menggugurkan darah daging mu sendiri, kenapa kau melakukannya? Apa kau tidak tahu betapa hancur nya aku karena perbuatan mu itu?"

"Meminta pertanggungjawaban huh? Dengar jalang, aku hanya menikmati tubuhmu dan membalas dendam karena orang tua mu menghina ku dulu. Aku tidak berpikir untuk menikahi jalang seperti mu, aku sangat membenci mu!"

"Jika kau membenci ku kenapa kau melakukan hal seperti itu?!"

"Karena aku ingin menghancurkan mu. Aku ingin melihat keluarga Van De merasakan malu seperti yang aku rasakan dulu "

Elisabeth menatap sendu mantan kekasihnya itu. Tidak menyangka semua yang terjadi padanya adalah karena balas dendam, padahal Elisabeth sendiri sangat mencintai pria yang telah menjadi mantannya itu.

"Padahal aku mencintaimu dengan tulus, tetapi kenapa kau tega melakukan hal ini? Apa salah ku?"

"Salah mu adalah karena kau si jalang yang telah mempermalukan ku. Gugurkan anak itu! Jika kau tidak ingin menggugurkan nya maka aku yang akan menggugurkan nya!" ancam pria itu lalu kemudian melangkah pergi meninggalkan Elisabeth sendiri di tengah hutan.

Elisabeth menangis. Ia merasa sangat hancur. Pria yang pernah menjalin kasih dengannya itu malah menghancurkan hidupnya sekarang karena kesalahan yang tidak pernah ia buat.

"Mama akan mempertahankan mu, nak. Mama tidak akan pernah menggugurkan mu, kau tidak berhak merasakan akibat yang bukan kesalahan mu" ucap Elisabeth di sela tangisnya sembari mengusap lembut perutnya.

*****

Pagi ini desa Tanjung Sari dihebohkan dengan kematian dari pak Ruben, pria paruh baya yang kerjanya menjadi tukang bersih-bersih panti selama ini. Kematiannya yang tidak wajar dan mengerikan itu membuat siapapun yang melihatnya bergidik ngeri.

Jisung, Beomgyu, Yangyang, Hanjis, dan Shotaro menunggu kepulangan Kun, Sungchan, Minho, Yeonjun, dan Jaemin yang tengah melihat mayat dari pak Ruben. Dengan alasan menenangkan anak-anak panti, mereka berlima memilih tinggal di panti bersama Oma dan anak-anak. Tidak ingin melihat mayat dari pak Ruben yang dikabarkan sangat mengerikan itu.

Cerita mengenai kematian pak Ruben beredar dengan sangat cepat di desa Tanjung Sari. Kejadian itu dikaitkan dengan munculnya arwah Elisabeth yang menghantui warga akhir-akhir ini. Membuat siapapun bergidik, takut-takut kalau mereka lah yang akan jadi korban selanjutnya setelah pak Ruben.

Warga sangat menyesali kematian pak Ruben. Pak Ruben dikenal sebagai sosok yang pendiam dan tidak banyak bicara tetapi beliau sangat baik dengan menjadi tukang bersih-bersih di panti itu. Aneh sekali mengapa orang sebaik pak Ruben di bunuh dengan sangat mengerikan oleh arwah Elisabeth, begitu pikir warga.

"Elisabeth sudah mati saja menyusahkan ya? Kasihan pak Ruben"

"Katanya kematian Elisabeth sangat tidak wajar, jadi oleh karena itu dia balas dendam pada warga desa sini"

"Tetapi bagaimana cara Elisabeth membunuh pak Ruben? Setahu ku hantu hanya bisa menakuti tidak sampai membunuh"

"Tenang lah, kita sedang berduka dengan kematian pak Ruben. Jangan membicarakan orang yang telah tiada, mereka sudah tenang di alamnya" selaku kepala desa Tanjung Sari, pak Tono menenangkan warganya yang riuh membicarakan kematian pak Ruben.

Kun,  Jaemin, Sungchan, Yeonjun dan Minho hanya diam mendengarkan sedari tadi. Sebagai pendatang baru tentu saja kejadian seperti ini tidak mereka harapkan. Bahkan saat mendengar cerita tentang para warga yang mengungkit tentang arwah Elisabeth membuat Kun sebagai ketua kelompok merasa bersalah telah memilih desa ini sebagai tempat KKN mereka.

"Pak, kami pamit kembali ke panti" ucap Kun pada pak Tono.

Pak Tono mengangguk. Netranya memperhatikan punggung kelima anak muda itu yang melangkah menjauh dari tempat itu. Tepat saat Jaemin berbalik ke belakang dan berhenti sebentar, pak Tono segera mengalihkan pandangnya. Tanpa pak Tono tahu, Jaemin tersenyum tipis padanya sebelum kemudian menyusul Kun, Minho, Sungchan, Yeonjun yang terus melangkah.










Jisung memasuki kamar mandi untuk mencuci mukanya. Ia merasa sangat mengantuk padahal ia merasa tidur dengan sangat nyenyak malam tadi. Tepat saat Jisung memejamkan matanya ia melihat wajah ketakutan pak Ruben yang bersimbah darah.

Jisung membuka matanya cepat. Seketika kamar mandi yang awalnya tempat ia berada itu berubah menjadi hutan belantara yang diselimuti kegelapan. Jisung melihat pak Ruben yang tengah berlari ketakutan karena dikejar seseorang yang tengah membawa pisau.

Tanpa pikir panjang Jisung ikut berlari menyusul mereka. Langkahnya terhenti saat ia melihat pak Ruben tengah memohon ampun sembari beringsut mundur, menjauhi seseorang yang ingin membunuhnya itu.

Jisung tidak bisa melihat wajahnya karena orang itu membelakanginya. Ia ingin melangkah mendekat tetapi tubuhnya tidak bisa digerakkan. Jisung seolah dipaksa diam dan menonton kejadian itu.

"Elisabeth, aku minta maaf. Aku tidak bisa menyelamatkan mu karena--arghhh" pak Ruben kesakitan saat orang itu menancapkan pisaunya pada kaki pak Ruben dan menyeret pisau sampai ke dekat lutut pak Ruben. Cairan merah pekat itu mengalir deras dari luka panjang yang dibuat orang itu di kaki pak Ruben.

"Maaf mu tidak bisa mengembalikan nyawa ku! Pergilah ke neraka bersama ku!"

"Tidak-arghhh" jeritan panjang yang memekakkan telinga keluar dari mulut pak Ruben saat orang itu menarik pisau yang menancap kaki pak Ruben dan menusukkan nya ke kedua mata pak Ruben.

Belum puas dengan tusukan dimata pak Ruben, orang itu menarik kuat rambut pak Ruben dan menyayat leher pak Ruben bagaikan tengah menyembelih seekor hewan. Tawa cekikikan bercampur dengan jeritan kesakitan itu menggema, memenuhi pendengaran Jisung yang hanya bisa menjadi penonton bisu.

Jantung Jisung hampir melompat, melebarkan kedua matanya dengan bibirnya yang terbuka lebar. Jisung menggelengkan kepalanya, tidak percaya dengan apa yang tengah ia lihat. Disana, orang yang telah membunuh pak Ruben itu berbalik menghadap ke arahnya dengan mengangkat tinggi kepala pak Ruben yang telah putus dari badannya.

Wajah yang bermandikan darah dan senyum kepuasan itu membuat Jisung seperti berada diambang batas kesadarannya. Jisung sangat mengenali sosok itu, sosok itu....

Kesadaran Jisung tertarik kembali. Napasnya terengah-engah dan kedua kakinya melemah. Jisung menyandarkan punggungnya ke dinding kamar mandi dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya lalu menangis.

"Aku bukan pembunuh"












TBC.............................................

Double up?

See U

Salam hangat dari Semenya Jisung

- Ria

Terror in Tanjung Sari Village [Mysterious Village season 2] [END]✅✅✅ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang