Chap 19

1.4K 222 21
                                    

Bugh!!

Bugh!!

"Cukup Kun!!! Kau ingin membunuhnya hah?!" bentak Yeonjun sembari menahan Kun agar tidak menghajar Sungchan lagi.

"Jadi kau yang membuat bencana ini?!! Bodoh! Kau membuat nyawa kita semua berada dalam bahaya!!" marah Kun pada Sungchan yang tengah ditahan oleh Minho.

"Aku tidak tahu kalau akan jadi begini, ku pikir itu adalah kebohongan semata" ucap Sungchan sembari menahan sakit disudut bibirnya yang berdarah.

"Bodoh!!"

"Cukup Kun!! Kekerasan tidak bisa menyelesaikan ini semua. Kita harus bekerjasama, kita satu kelompok, kita teman. Kau adalah ketua, kendalikan emosi mu!!!" ucap Minho saat melihat Kun memberontak dari pegangan Yeonjun.

Jaemin yang diam menonton pertengkaran Sungchan, Kun, Yeonjun, dan Minho diam-diam menyeringai tipis. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celananya dan netranya menatap santai pertengkaran di depannya itu.

"Kedua teman mu itu benar, Sungchan juga jangan terlalu ditekan. Kau adalah ketua, tugas mu mengayomi bukan malah membuat gaduh"

"Jika kau tidak tahu apa-apa maka tidak usah ikut campur!!!" Kun menatap Jaemin marah.

"Aku memberitahukan ini bukan sebagai agar kau membunuhnya. Sebagai ketua, kau harus bisa mencari jalan keluar untuk setiap masalah anggota mu. Jika perlu kau juga harus berkorban agar mereka bisa selamat"

"Berkorban untuk kesalahan yang bukan aku lakukan? Cih! Hanya orang gila yang mau melakukan itu" Kun membuang muka.

Jaemin tersenyum kecil.

"Kau harus belajar dari Jisung. Dia bahkan rela mengorbankan dirinya agar dia dan teman-temannya bisa keluar dari sebuah desa terkutuk. Rasa saling percaya yang kelima sahabat itu miliki masih belum ada pada kalian"

"Apa maksudmu?" Yeonjun menatap bingung Jaemin.

"Desa misterius, tanyakan itu pada kekasih mu. Sekarang ayo pulang, sepertinya kita ada tamu baru nanti" Jaemin tersenyum tipis. Kemudian melangkah lebih dulu meninggalkan tanya jawab besar di kepala Yeonjun.

Kun melangkah selanjutnya kemudian diikuti Yeonjun lalu Sungchan dan Minho yang berjalan beriringan di belakang mereka.

"Orang yang misterius" gumam Yeonjun sembari memperhatikan punggung Jaemin yang melangkah di depannya. Tanpa Yeonjun tahu Jaemin bisa mendengar nya. Sudut bibir kiri Jaemin tertarik ke atas setelan mendengar ucapan Yeonjun tentang dirinya.










Jisung, Beomgyu, Yangyang, Hanjis, dan Shotaro menuju rumah Ki Purnomo. Setelah mendengar pengakuan Jisung yang berhasil membuat mereka terkejut, mereka pun menyetujui untuk menyelesaikan teror yang mengganggu mereka ini.

Mereka berlima mengambil jalan pintas agar lebih cepat sampai ke sana. Melewati pohon beringin itu, tidak sengaja Hanjis melihat ada sesuatu yang aneh di pohon beringin itu. Seperti ada yang hilang namun Hanjis tidak ingat apa itu.

Jalanan yang sempit yang disekitarnya di tumbuhi oleh rerumputan yang telah tumbuh memanjang dilewati oleh mereka berlima dengan hati-hati. Tidak butuh waktu lama mereka sudah dapat melihat rumah Ki Purnomo di jarak yang tidak terlalu jauh.

"Kek, kami ingin bertamu" ucap Beomgyu setengah berteriak sembari mengetuk-ngetuk pintu rumah Ki Purnomo.

Tidak lama terdengar sahutan dari dalam disusul pintu yang terbuka. Ki Purnomo melebarkan senyum dan membuka pintunya lebar untuk mempersilahkan anak-anak itu masuk ke dalam gubuk nya itu.

"Kakek tidak melihat mayat pak Ruben?" tanya Shotaro yang dijawab gelengan kepala oleh Ki Purnomo.

"Ada tujuan apa kalian kemari?" tanya Ki Purnomo menatap Jisung, Beomgyu, Yangyang, Hanjis, dan Shotaro bergantian.

"Kakek pasti tahu siapa saja pembunuh Elisabeth kan dan siapa yang mengepalai nya kan?" tanya Jisung to the point.

"Kenapa bertanya seperti itu?" Ki Purnomo mengerutkan keningnya.

"Saya tahu, kematian pak Ruben adalah awal balas dendam dari Elisabeth. Pelaku yang sebenarnya masih hidupkan kek?"

"Begini kek, Jisung selalu bermimpi bertemu dengan Elisabeth dan Elisabeth menunjukkan pada Jisung rahasia besar tentang kematiannya" jelas Yangyang yang merasa tidak nyaman saat melihat ekspresi wajah Ki Purnomo yang menatap Jisung datar.

"Apa saja yang dia tunjukkan padamu?" tanya Ki Purnomo pada Jisung.

"Dirinya dan kematian terakhirnya. Dia di bunuh dengan sadis oleh tiga orang pria. Tubuhnya penuh luka dan ia terus berteriak meminta pertolongan namun tidak ada yang menolongnya. Kejadian itu terjadi saat malam  hari dimana lokasinya berada di dalam hutan. Sebelum kepala Elisabeth di paku, ia sempat mengucapkan sumpah dimana ia akan membalas dendam untuk kematian dia dan anaknya" jelas Jisung.

Ki Purnomo tidak sadar mengepalkan tangannya saat mendengar cerita Jisung. Tanpa terasa air matanya jatuh setelah mendengar tersiksanya keponakannya itu saat mendekati kematiannya.

"Kakek tidak tahu?" tanya Jisung saat tidak mendapatkan jawaban dari Ki Purnomo.

"Aku tidak tahu siapa pembunuhnya, jika saja aku tahu aku sudah pasti akan menuntut nya" jawab Ki Purnomo yang membuat raut Jisung berubah kecewa.

"Apakah orang tua Elisabeth masih ada?" Hanjis yang diam mendengarkan, bertanya.

"Ayah Elisabeth sudah meninggal hanya tersisa ibunya yang masih hidup. Tapi jika tujuan kalian ingin menanyakan sesuatu padanya ku rasa itu akan sangat sulit"

"Sulit kenapa?" tanya mereka berlima serempak.

"Ibu Elisabeth terguncang setelah hilangnya Elisabeth dan itu membuat nya menjadi seseorang yang tidak waras"

"Maksud kakek, dia gila?" Yangyang bertanya.

"Iya. Kalian ingat perempuan tua yang pernah melarang kalian mencabut paku di pohon beringin itu? Dialah ibu Elisabeth. Sekarang dia telah di kurung dan di ikat para warga di dalam rumahnya karena dianggap meresahkan"

"Jika kakek tidak keberatan bolehkah kakek mengantarkan kami bertemu dengannya?" tanya Jisung.

"Akan sangat tidak sopan jika membiarkan orang luar terlibat terlalu dalam mengenai masalah desa ini" ucap Ki Purnomo bermaksud menolak permintaan Jisung. Ki Purnomo tidak ingin anak-anak muda yang menjadi pendatang baru di desa ini akan berurusan dengan para pembunuh Elisabeth yang masih belum diketahui keberadaannya.

"Dan saya harap kakek juga tidak lupa kalau nyawa saya berada dalam bahaya karena masalah ini" ucap Jisung tidak mau kalah.

Ki Purnomo terdiam setelah mendengar kalimat Jisung. Jisung benar, ia sudah terlalu jauh masuk ke dalam masalah bahkan sampai mengancam nyawanya.

"Elisabeth sendiri sudah bisa mengambil alih tubuh saya dan menjadikan saya alat untuk balas dendam nya. Pak Ruben adalah saksi mata dari penyiksaan yang dialami Elisabeth tapi ia tidak bisa menolong saat Elisabeth ingin dibunuh. Dan dalang dibalik kematian pak Ruben adalah Elisabeth sendiri dengan menggunakan tubuh saya agar dia dapat membalaskan dendam nya"

Ki Purnomo terkejut dengan pengakuan Jisung namun rasa itu ia sembunyikan baik-baik dibalik wajah tuanya yang menatap serius anak-anak muda di depannya itu.

"Baiklah aku akan mengantarkan kalian dan agar kejadian ini tidak terjadi lagi aku akan tinggal di panti itu untuk berjaga-jaga jika kau kerasukan arwah Elisabeth lagi" putus Ki Purnomo setelah mendengar pengakuan Jisung.

Tidak boleh ada lagi yang dikorbankan atas apa yang bukan kesalahannya. Itulah tujuan Ki Purnomo.











TBC.................................................

Book ini akan mendekati End dalam beberapa chapter ke depan.

See U

Salam hangat dari Semenya Jisung

- Ria

Terror in Tanjung Sari Village [Mysterious Village season 2] [END]✅✅✅ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang