12 • Berkumpul Bersama

490 85 4
                                    

Setelah seminggu di rawat, akhirnya sore ini Raina sudah diperbolehkan pulang oleh dokternya. Dengan semangat Raina ingin ikut membantu Raffa untuk mengemas baju serta barang-barang yang akan dibawa pulang. Sayangnya ia dilarang oleh Rama dan hanya bisa duduk di atas brankar dengan tangan terlipat di dada dan wajah cemberut. Sedangkan Viola saat ini sedang mengurus administrasi sambil menunggu Fathan menjemput.

"Gak usah cemberut, Rama aja senang gak disuruh buat beresin baju sama Bunda," ujar Raffa.

"Iya hujan, orang mah kagak mau capek-capek packing. Lo doang yang senang kayaknya," cibir Rama.

"Ih, gue tuh mau buktiin kalau gue udah sehat. Daripada diem aja kan."

"Udah deh berisik, bentar lagi Bapak lu datang," ledek Rama.

"Bapak lu juga, Rama!"

"Udah gak usah ribut lagi. Rama lo mau pulang naik motor atau mau pake mobil bareng Raina, Bunda sama Ayah?" tanya Raffa.

Rama buru-buru menggeleng, "Gue pilih naik motor sih, soalnya mau eksplor Jakarta juga."

"Lo gak hafal jalan ya, Rama," cibir Raina.

"Zaman sekarang apa gunanya peta di hp? Udah canggih kali."

"Ya udah terserah, tapi hati-hati bawa motornya. Ini bukan wilayah lo, jangan sembarangan," peringat Raffa.

"Iya Aa Raffa terkalem, terganteng, tersayang."

Beberapa menit kemudian akhirnya Viola kembali ke kamar bersama Fathan. Keduanya tersenyum melihat ketiga anak yang sedang menunggu kedatangan mereka. 

"Yeay, akhirnya Bunda sama Ayah datang juga. Rain udah gak sabar mau pulang," pekik Raina begitu senang.

Melihat Fathan mendekat ke arah Raina, Rama segera menyingkir. Tadinya anak itu duduk di atas brankar di samping Raina. Fathan mulai terbiasa dengan sikap Rama, biarlah waktu yang berbicara kapan Rama akan menerimanya.

"Rain udah sehat kan? Maaf ya, semalam Ayah gak ke sini karena banyak kerjaan di kantor dan tadi pagi Oma Ralisa masuk lagi ke rumah sakit," jelas Fathan yang dibalas dengan anggukan serta senyuman manis dari bibir Raina.

Rama yang berada di tempatnya diam-diam menyimak dan merasa bingung. Oma Ralisa? Anak itu berusaha mengingat siapa pemilik nama itu, dia sangat tidak asing.

"Gak apa-apa Ayah, Oma Ralisa kan udah sepatutnya Ayahg dahulukan karena beliau kan ibunya mendiang Tante Ayara," ujar Raina berlapang dada.

Ah, akhirnya Rama menemukan jawabannya. Nama itu adalah nama dari seseorang yang telah tiada, seseorang yang tidak ia sukai keberadaannya dulu. Kemudian Rama berpikir lagi untuk apa Fathan masih peduli terhadap orang itu? Bukankah seharusnya sudah tidak ada ikatan antara dirinya dengan orang itu.

"Ya udah, mending sekarang kita langsung pulang aja. Nanti keburu malem dan katanya Oma Tasya dan keluarga Om Revano mau jenguk Raina ke rumah," beritahu Fathan.

"Kenapa mesti jenguk ke rumah padahal di rumah sakit aja ada seminggu," gumam Rama pelan dan hanya didengar oleh Raffa.

___

"Raff, Rama gak apa-apa kan bawa motor sendiri di Jakarta?" tanya Viola terlihat khawatir.

Raffa yang sedang mengemudi menatap Viola melalui kaca yang ada di atas dashboard mobil, "Aman kok, Bunda. Lagian dia juga udah punya SIM jadi gak apa-apa. Dia aja berani nekat bawa motor dari Bandung ke Jakarta."

"Iya sih, tapi Bunda khawatir aja takut dia nyasar."

"Nanti kalau nyasar aku suruh Nathan buat jemput aja, lagian Rama makin dilarang makin dilakukan," ujar Raina.

"Rama itu lumayan keras ya," sahut Fathan tiba-tiba.

Sontak semua yang berada dalam mobil itu langsung memusatkan perhatiannya kepada Fathan.

"Memang, itu salah satu sifat buruknya Rama. Aku juga udah berusaha mengingatkan dia, tapi dia tetap pada pendiriannya, Kak. Aku mohon ya, kamu harus bersabar sama dia. Rama masih butuh waktu, entah sampai kapan akupun sebagai ibu kandungnya gak bisa menebak, tapi nanti pasti akan ada waktunya dia untuk berubah dan menerima kamu seperti Raina juga Raffa," jelas Viola.

"Iya, aku akan selalu sabar kok karena aku tahu dari awal aku yang salah."

Di tempatnya Raffa dan Raina tak berkomentar apapun. Tentang Rama yang masih belum mau menerima Fathan adalah hal tersulit yang harus mereka hadapi. Mereka lebih baik menghindari agar tidak terjadi pertengkaran di antara ketiganya.

___

"Hai cantik, maaf ya Tante Sera kemarin gak bisa jenguk kamu ke rumah sakit," sesal Seraphina yang baru saja datang ke rumah Fathan dan melihat Raina yang sedang duduk di ruang keluarga.

"Gak apa-apa, Tante lagian Rain baik-baik aja kok. Ada Bunda, Raffa sama Rama yang nyusulin ke sini."

Plak!

Tiba-tiba saja Seraphina memukul lengan Fathan dengan begitu keras.

"Udah aku bilang kan, kalau Kak Fathan sibuk itu titip anakmu sama aku. Kenapa sih ngeyel banget malah biarin Raina sendirian di rumah terus sampai sakit? Pasti makannya gak bener kan? Pasti Kakak juga jarang merhatiin dia?" omel Seraphina begitu keras hingga membuat semua yang ada di sana memperhatikan dirinya yang tengah menghardik sang kakak.

Fathan meringis kesakitan, pukulan dari ibu dua anak itu benar-benar seperti sengatan lebah yang bisa membuat tangannya memerah.

"Enak aja, Kakak perhatiin Raina setiap hari. Meski Kakak sibuk di kantor juga Kakak tetap pantau dia lagi apa, udah makan atau belum, lagi di mana sama siapa selalu Kakak pantau. Ini mah lagi datang aja penyakit makanya Rain bisa sakit," bela Fathan untuk dirinya sendiri.

 Sedangkan Raina ditempatnya hanya tersenyum kecil mendengar pembelaan Fathan. Sebenarnya, tidak selalu seperti itu.

"Udah pokoknya ya Raina, kalau Bundamu udah pulang lagi ke Bandung nanti dan Ayah kamu ini sibuk terus, mending kamu nginep di rumah Tante aja ya. Di sana ada Nala sama Nathan yang udah pasti bakalan nemenin kamu dan kamu gak akan kesepian. Tante juga suka masak banyak, enak dan bergizi. Kalau Ayahmu nyakitin kamu, bilang sama Tante," ujar Seraphina berapi-api dan dibalas dengan kekehan dari Raina.

"Ma, kata Nala mending Mama gak usah ngomel dulu. Kasian Rain baru aja pulang dari rumah sakit dan Raffa yang pasti kena culture shock soalnya Mama berisik banget, beda sama Mama yang kena angin Bandung bawaannya adem terus," ungkap Nala.

"Soalnya Mama kesal sama Om kamu ini, anak udah mau tinggal sama dia malah sering dibiarin sendirian."

"Memangnya iya Rain? Kamu sering sendirian?" tanya Viola yang cukup kaget mendengar pernyataan Seraphina.

"Oh, enggak kok  Bunda. Cuma beberapa kali aja dan kebetulan Tante Sera tahu, selebihnya Ayah selalu bareng sama Rain kok," jelas Raina yang tidak sepenuhnya benar.

Seraphina hendak menimpali lagi namun ditahan oleh Nala.

"Oh iya, Ma tadi bingkisan yang dibawa buat Raina masih ada di dalam mobil ya?" tanya Nala mengalihkan topik.

Seraphina menghela napas sebentar, "Iya, tolong ambilkan ya."

Setelah Nala pergi, keadaan di sana lumayan canggung. Seraphina tahu, ia tahu bagaimana Fathan yang sering meninggalkan Raina sendirian, ia tahu saat Fathan lebih memprioritaskan ibu dari mendiang istrinya. Hanya saja Revano sang suami selalu melarang Seraphina untuk mengungkapkan semuanya terutama kepada Viola.

Tbc
Hallo semua, selamat membaca jangan lupa vote dan komen 🫶🏻

20 September 2022
Love, groseee

The Love of Amazing TripletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang