...
Lama Abudd diam, kepalanya mulai terasa berat dan pusing, mungkin karena banyak yang dia pikirkan, sampai akhirnya dia mengangkat sebelah tangannya untuk mengusap kepala Indy.
"Masuk yuk!" Ajaknya. "Kita ngobrol di dalam."
Abudd menuruni mobil lebih dulu kemudian membukakan pintu untuk Indy, dia merengkuh dan mengajaknya menaiki lift.
"Hun, udah dong, jangan nangis terus.." Ujar Abudd begitu mereka sampai. Indy langsung membanting diri di sofa, duduk kaku seraya memincingkan matanya.
"Bengkak nanti matanya," Lanjut Abudd yang berpindah posisi menjadi jongkok di depannya. "Kamu mau nya aku gimana sih, Hun?"
Indy masih diam.
"Aku tuh juga nggak pengen jauh lagi, Hun. Aku juga berat mau jauh lagi dari kamu, tapi kan kamu sendiri yang bilang kemarin malam, tinggal beberapa minggu lagi aku lulus,"
Indy tetap tidak bergeming, hanya air matanya yang terus saja mengalir.
"Minggu depan aku udah mulai ujian, Hun. Makanya aku buru-buru pulang karena jadwal ujian ku udah di kirim."
"Katanya masih bulan depan," Balas Indy.
Mendengar hal itu, Abudd merogoh kantongnya dan mengeluarkan handphone dari sana, dia membuka email dari salah satu gurunya sebelum kemudian memberikan schedule ujiannya pada Indy.
"Tuh, kamu lihat sendiri deh, nanti dikira aku bohong. " Ujar Abudd pelaaan sekali.
Indy diam menatap layar handphone Abudd, membuatnya menghela nafas.
"Jangan marah ya, Hun. Doain aja ujian ku lancar, kalau kamu kayak gini, aku mau pulang jadi bingung," Bujuk Abudd. Dia mengecek jam tangan miliknya yang menunjukkan pukul 20.05 WIB kemudian kembali menatap Indy. "Hun?"
"Hm.."
Abudd mengusap pipi Indy dengan sebelah tangannya. Dia merasa sedikit lega karena tangis gadis itu sudah mereda. "Mau ikut aja?"
"Enggak.." Balas Indy.
"Terus? Nggak apa-apa kan aku cepet-cepet pulang? Mau persiapin ujian dulu,"
"Nggak apa-apa. Terserah kamu,"
Abudd diam. Dia tahu dalam jawaban itu sebenarnya Indy sangat berat membiarkan dirinya pergi.
Dalam beberapa saat, ruangan kembali hening. Indy diam begitu juga dengan Abudd. Hingga saat jam menunjukkan pukul 20.20. Abudd berpamitan untuk keluar sebentar. Itupun tak di respon baik oleh Indy, dia hanya memberi deheman kecil tanpa menatapnya.
Namun, begitu Abudd benar-benar pergi, barulah Indy kembali menangis. Tidak seperti tadi, kali ini dia lebih bisa berpikir jernih, sehingga dia berhasil meredam sendiri rasa kesalnya hingga hatinya tenang dan bahkan tertidur.
Setelah satu jam lebih, akhirnya Abudd kembali ke apartemen nya. Dia membawa beberapa kantong plastik dari salah satu mall dan juga supermarket di sekitar apartemen tersebut. Abudd sengaja belanja karena dia tahu di apartemen nya benar-benar masih kosong. Jadi dia keluar membeli peralatan mandi, pakaian ganti untuk dirinya juga Indy, dan camilan seperti minuman, buah juga roti.
Abudd yang melihat Indy tertidur di sofa tidak berani membangunkan, dia hanya mendekat untuk mencium kening istrinya tersebut sebelum dirinya meminum obat dan menyusul tidur.
......
Indy mengerjapkan mata sebelum sadar dia sudah tertidur. Bangkit duduk untuk melihat jam, dia justru menemukan Abudd yang tertidur di ujung sofa yang lain. Menatap suaminya lekat-lekat saat tidur seperti sekarang membuatnya merasa bersalah karena terlalu menuntut. Padahal dia pun sadar, selama ini Abudd selalu berusaha membuat dirinya senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stronger Than Ever (TYM3)
Fiksi RemajaCerita lanjutan dari Takdir yang menentukan atsu bisa juga di sebut TYM 3 tapi dengan judul yang berbeda???? Tapi lebih mengulik kisah dari anak-anak Ali dan Prilly, yaitu Abudd, Eirby dan Eishaa. Tapi tak lepas dari cerita keluarga mereka sendiri. ...