Chapter 17

52.5K 4.1K 14
                                    

Selamat membaca teman-teman

¥¥¥¥¥

Jarum jam menunjukan pukul tujuh. Alice baru saja selesai di rias paksa oleh dua orang perempuan yang di bawa Adam satu jam lalu ke kamarnya. Mengatakan jika ia harus di dandani secantik mungkin untuk menghadiri sebuah pesta penting.

"Kenapa baju ini seperti kurang bahan? Tidak, aku tidak mau!" Omel Alice, bergerak risih melepas gaun berwarna hitam yang sedikit mengekspos belahan dada dan kaki jenjangnya.

"Tapi ini sangat cocok di tubuh anda, nona." Cegah salah satu perempuan, di angguki juga oleh temannya.

Alice berdecak. "Memangnya tidak ada gaun lagi lainya. Aku ingin yang sedikit tertutup!"

"Maaf nona. Kita hanya membawa satu gaun kemari." Sahutnya mantap.

Alice meremas rambutnya yang sudah tergerai dan tertata rapih tapi dengan cepat di hentikan oleh dua perias itu. "Jangan nona. Nanti rambut anda bisa berantakan lagi."

"Astaga. Ribet sekali!" Alice mendudukkan pantatnya di atas ranjang dongkol.

"Dan ini heels anda, nona." Salah satu perempuan itu menaruh sepasang heels mahal di bawah kaki Alice.

"Memangnya tak ada sneaker saja? Aku tak bisa memakai heels model monas begini!" Alice menatap heels itu tak ada minat.

"Tidak ada nona." Jawabnya.

Cklek

"Apakah sudah selesai?" Tanya Adam di ambang pintu, mengalihkan atensi tiga perempuan itu.

"Ah. Sudah, tuan!" Sahut dua perempuan itu mantap. Buru-buru memasangkan heels ke kaki Alice dengan paksa.

"Nona Alice sudah siap untuk ke pesta!" Alice di berdirikan, di dorong secara paksa ke hadapan Adam.

"Hei!" Alice berteriak kesal, merasa dua perempuan di belakangnya terlalu kurang ajar padanya sedari tadi.

Adam tersenyum tipis, puas dengan hasil riasan dua perempuan suruhannya. Dirinya yakin, tuanya pasti tak akan kecewa untuk membawa Alice ke pesta itu.

"Ayo Alice, Tuan Dante sudah menunggumu di bawah." Ajak Adam.

Alice menarik napasnya dalam-dalam. Mengontrol kekesalan dalam hatinya yang ingin sekali membeludak.

"Apa ada makanan di pesta itu? Kalo tidak, aku tak mau pergi." Alice mengangkat sebelah alisnya.

Adam tertawa kecil. "Tentu saja banyak. Kau bisa makan sepuasnya nanti."

"Huh, oke-oke. Kalau begitu, ayo!" Alice melangkah di ikuti Adam di belakangnya yang geleng-geleng kepala. Mereka masuk ke dalam lift, turun ke lantai bawah bersama.

Alice mendesah, sesekali menutup belahan dada dan pahannya dengan tangan. Melindungi aset berharganya dari orang-orang di loby hotel.

Adam dengan sigap membukakan pintu mobil untuknya. Alice masuk, tapi ia tak menemukan keberadaan Dante di manapun. Yang ia lihat hanya supir dan Adam yang menyusul duduk di depan.

"Adam, dimana Dante?" Tanya Alice karena kata pria itu Dante sudah menunggunya.

"Tuan memutuskan menggunakan mobil lain. Katanya dia tak mau mendengarkan ocehanmu." Adam terkekeh kecil.

"Astaga. Segitunya yah?" Alice menggeleng-geleng, tersenyum kikuk.

_______________

Setelah menempuh perjalanan sekitar sepuluh menit. Akhirnya mobil yang di naiki Alice sampai di depan hotel megah tempat pesta tengah berlangsung. Gadis cantik dengan gaun hitam itu turun di bukakan pintu oleh Adam.

Tapi sebelum itu, sebuah tangan tiba-tiba mengambang di depannya. Alice mengangkat wajahnya, ternyata Dante. Pria itu tampak gagah menggunakan jas mahal dengan rambut di sisir ke belakang rapih.

"Kau mau melamun atau turun?" Desisnya tajam. Alice menggeleng, menerima uluran tangan pria itu.

"Iya, tuan. Tak sabaran sekali anda ini." Balas Alice, turun dari mobil.

Ujung mata Dante melirik gaun yang di pakai Alice. Gadis itu sontak mendongak, menutup belahan dadanya cepat-cepat. "Hei, jangan curi-curi pandang! Ini aset-aset berhargaku!"

"Tak minat." Balas Dante mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Bagus. Karena ini akan ku pamerkan ke orang tertampan di pesta nanti!" Gadis itu terkekeh tak sabar bertemu para pria tampan plus kaya raya di dalam pesta.

Dante tersenyum miring. "Coba saja. Pulang nanti, hanya tinggal nama."

"Ish, aku juga tak serius kampret!" Serobot Alice cepat. Dante mengabaikannya, memilih memberikan undangan miliknya kepada seorang penjaga.

"Silahkan masuk, tuan Dante." Dua bawahan Patra mempersilahkannya untuk memasuki ballroom pesta yang sangat mewah.

Pandangan Alice seketika memudar kemana-mana. Pesta di depan matanya sungguh seperti mimpi untuknya. Orang-orang yang tengah menari, minum, bercanda tawa, membuatnya menjadi tak sabar untuk ikut bergabung.

Melihat makanan berjejer rapih di sampingnya saja, bibirnya berkecap ingin segera mencicipi.

"Sstt Dante aku ing-"

"Jangan macam-macam di sini." Potong Dante garang. Wajah Alice seketika tertekuk ia melambaikan tangan pada makanan-makanan itu. Mengikuti Dante pergi lebih masuk ke dalam pesta.

"Hay, Dante!" Seorang pria dengan rambut gondrong di ikat ke belakang dan tato yang menghiasi lehernya menghampiri Dante dan Alice.

"Aku kira kau tak akan menerima undangan ku seperti biasanya." Pria itu terkekeh kecil, pandangannya beralih pada Alice. "Kau juga membawa gadis ini rupanya."

"Hay gadis Dante. Perkenalkan aku, Patra." Patra mencoba berjabat tangan dengan Alice. Namun gadis itu malah melotot, bersembunyi di balik punggung lebar Dante.

"Apa dia pria yang membantai habis pelayananmu?" Alice berbisik lirih pada Dante. Tapi pria itu sepertinya tak ada niatan untuk menjawabnya.

Patra mengangkat kedua alisnya bingung. Menurunkan kembali tangannya. "Ada apa? Apa aku semengerikan itu?" Patra terkekeh.

Alice sontak mengangguk polos. Memunculkan sedikit kepalanya di samping tubuh Dante. "Emh, kau yang membantai semua pelayan Dante, kan?"

"Hahaha astaga, ternyata karena itu. Asal kau tahu yah gadis cantik, itu semua aku lakukan juga karena pria ini." Patra mengalihkan pandangannya pada Dante yang tengah melayangkan tatapan dingin padanya.

"Karena apa?" Alice yang mulai penasaran keluar dari persembunyiannya.

"Ternyata kau di sini?" Celetuk seorang perempuan tinggi rupawan. Mendekat dengan wajah kesal ke arah Patra.

____________

Trapped with the devil (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang