Chapter 11

58.7K 4.4K 41
                                    

Selamat membaca teman-teman

¥¥¥¥¥

Alice benar-benar di bawa Richard pergi dari mansion dengan cara yang lumayan nekad. Yaitu menabrakkan mobil mahal milik pria itu ke gerbang tinggi mansion. Lalu kabur menginjak pedal gas melewati jalan tol, mengelabuhi para bawahan Dante yang ikut mengejar dari belakang.

"Pilihlah, honey. Adikku pasti tak pernah memikirkan apapun tentangmu." Richard menunjuk deretan pakaian mahal di depan Alice.

"Astaga, ini mahal-mahal sekali!" Pekik Alice melihat bandrol harga dari setiap pakaian bermerek di depannya.

"Mahal?" Richard ikut melihat bandrol harga pakaian tersebut. "Hanya lima juta, kenapa kau bisa mengatakan ini mahal?"

Alice memutar bola matanya. "Lima juta itu bisa membayar kontrakan ku selama satu tahun, tuan kaya raya!"

"Sudahlah, ambil saja. Uangku masih banyak." Sombong Richard.

Kesempatan!

"Apa boleh buat, aku juga tak enak menolak pemberian orang." Alice terkekeh, mengambil selembar pakaian mahal tersebut. "Aku mau ke ruang ganti dulu, memastikan pakaian ini muat atau tidak di tubuhku."

Richard tersenyum, mengangguk, mengizinkan Alice. "Pergilah. Aku akan menunggumu di sana." Tunjuk Richard pada sofa yang tak jauh darinya.

"Baiklah, tunggu sebentar." Ucap Alice, buru-buru masuk ke dalam ruang ganti. Sedangkan Richard memilih beranjak duduk di sofa khusus untuk menunggu.

Alice menyembulkan kepalanya di balik tembok. Menunggu momen-momen Richard lengah. Tapi pria itu tampak tak melakukan apa-apa. Ia hanya duduk santai sambil mengawasi sekitar.

"Ayolah, siapa saja telfon pria itu!" Desis Alice menyipitkan matanya.

Dan benar saja, tak beberapa lama nampak Richard berdiri dari duduknya, melangkah menjauh dari tempatnya sembari mengangkat panggilan telefon dari seseorang.

"Dewi Fortuna!" Bibir Alice berdecak senang. Tanpa membuang waktu, ia keluar dari toko dengan langkah tergesa-gesa. Menuruni eskalator turun ke lantai satu, berlari sesegera mungkin keluar dari area Mall.

Tangannya terangkat, menyetop satu taksi yang lewat. Ia masuk, dan duduk menyenderkan kepalanya ke kursi mobil dengan perasaan lega. "Huh, akhirnya."

"Mau kemana, mba?" Tanya sang supir.

"Antar saya ke Bank Maxim, Pak!" Seru Alice, tangannya bergerak merogoh saku celana sepaha miliknya. Mengeluarkan cek satu milyar yang di berikan Dante beberapa waktu lalu.

"Untung aku masih menyimpannya!" Alice mencium cek tersebut penuh kasih sayang.

_____________

Tanpa menunggu lama, Alice keluar dari Bank sambil menggendong tas besar berisi uang yang baru di ambilnya tadi. Kini ia membawa kakinya riang menyelusuri trotoar sembari bersenandung kecil, berniat menyetop sebuah taksi.

Tapi langkahnya harus terhenti. Karena di sebrang jalan sana, matanya menangkap sosok Dante tengah menyandarkan tubuhnya di samping mobil. Menatapnya tajam di balik kaca mata hitam yang bertengger manis di atas hidungnya.

Sialan, kenapa dia ada di sana!

Wajah Alice pucat pasi, ia seketika membalikan tubuhnya. Mencoba mencari jalan lain. Tapi terlambat, karena kedua tangannya di cekal kuat oleh dua bawahan Dante.

"Nona, tolong ikut dengan kami!" Titah bawahan Dante berusaha membawanya dengan paksa.

"Akh, tidak mau. Lepaskan tanganku kampret!" Pekik Alice mencoba melepaskan diri. Orang-orang yang berlalu lalang langsung mengalihkan atensi ke arah mereka dengan tatapan penasaran.

"Ini perintah Tuan Dante, nona!" Dua pria itu menariknya kembali.

Tak bisa, aku tak mau ikut dengan mereka lagi!

"TETAP TIDAK MAU! AKHH TOLONG AKU! AKU DI RAMPOK! TOLONG!" Teriak Alice kencang, langsung saja orang-orang kian berdatangan ke arahnya untuk menolong.

"Lepaskan dia, tuan. Kalian kasar sekali!" Salah seorang menyelutuk sembari melototi dua pria itu.

Seseorang ibu-ibu ikut menarik tangan Alice. Melindungi gadis itu untuk bersembunyi di belakangnya. "Siapa kalian? Berani-beraninya dengan perempuan!"

"Dia pasti rampok elit, gebukin aja kuy!" Teriak yang lainnya. Bawahan Dante tampak kebingungan menghadapi orang-orang di sekelilingnya yang mulai mengerubung.

"Dia istri saya." Ucapan seorang pria berhasil mengentikan perhelatan sengit antara dua bawahan Dante dan orang-orang sekitar.

Alice menggeleng cepat. "Tidak. Saya belum menikah!"

"Maaf telah menganggu kenyamanan kalian. Tapi istri saya tengah mengidap alzheimer." Ucap pria dengan jas rapih dan kaca mata hitam itu tenang.

Mata Alice mendelik mendengar ucapannya. Secara tidak langsung ia mendoakan dirinya mengidap Alzheimer.

Kampret!

"Yang bener, mas. Jangan ngibul deh. Jaman sekarang kan banyak penipuan!" Celetuk salah satu orang, diangguki yang lain.

"Perkenalkan saya Dante. Pemilik Bank di belakang kalian." Dante memberikan kartu nama miliknya pada salah seorang ibu-ibu dengan pakaian kantor.

Ibu itu langsung merebutnya, memastikan, tak beberapa lama matanya tampak melotot, mulutnya terbuka lebar. "Wah, bener. Dia pemilik Bank di belakang!" Pekiknya.

Hancur sudah!

Dasar bajingan keparat ini!

Alice menundukkan kepalanya perlahan, tangannya terkepal kuat. Ingin sekali ia meninju pria yang tengah menyeringai kemenangan di depannya.

"Ah, maaf ya mas. Kami nggak tahu." Ucap salah seorang merasa bersalah. Yang lainnya ikut mengangguk menimpali. "Mba-nya juga sih teriak-teriak tadi."

"Iya bener. Cepat sembuh ya mba. Jangan pernah lupain suaminya yang ganteng ini." Seorang ibu-ibu mengelus punggungnya penuh perhatian.

Alice tak menjawab, ia kini memasang ekspresi datar. Bersitatap dengan Dante yang juga tengah menatapnya tenang sembari memasukkan tangannya ke dalam saku celana bahan miliknya.

Merasa semua orang telah pergi, Alice langsung saja mendekati Dante, meninju perut kokoh pria itu membabi buta.

BUG

BUG

BUG

"BAJINGAN!"

_____________

Terimakasih sudah berkunjung ke cerita ini 🦋

Trapped with the devil (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang