"Reza, ada apa? bukannya tadi main basket?"
"Iya tadi, gue mau ajak Lo makan."
"Aku udah makan tadi sama kak Rizki."
Saat Gadis menyebut namanya kak Rizki pas kak Rizki datang menghampiri Gadis yang sedang bicara dengan Reza.
"Apa?" Heran kak Rizki yang sedang membawa beberapa buku di tangannya.
"Eh kak Rizki, ini Reza ajak aku makan."
Kak Rizki pun menoleh kearah Reza dan menyapanya.
"Eh ada Reza, mendingan kita duduk disitu yok gak enak bicara sambil berdiri."
Kak Rizki mendahulu duduk, tetapi Reza mengalihkan dan tetap memaksa untuk mengajak Gadis ke kantin.
"Nggak, gue kesini mau ajak Gadis ke kantin." Wajah datar dan gengsinya.
"Rez, aku udah makan barusan."
"Gue yakin Lo cuman minum air hangat aja tadi."
Gadis pun menoleh kearah kak Rizki.
"Tapi aku mau belajar disini."
Menoleh kearah Reza yang wajahnya datar dan gengsi.
Tidak lama kemudian Reza pun pergi keluar dari perpus tanpa kata-kata.
"Reza kenapa tu Gadis?" Tanya kak Rizki.
"Gak tahu, kesambet apa dia hari ini..?" Gadis sambil membuka lembara bukunya yang dia pilih tadi.
Kak Rizki hanya tersenyum saja.
"Mungkin ia suka sama Lo."
Gadis pun menoleh heran kearah kak Rizki.
"Enggaklah, dia cuman sahabat dekat aku."
Gadis pun kembali membaca buku yang dipilihnya tadi. Kak Rizki tidak ingin terburu-buru menaklukkan hati seorang Gadis yang bagai bidadari itu layak mendapatkan orang yang menerima dirinya sepenuhnya.
Reza setelah keluar dari perpus dan kembali ke lapangan tetapi tidak melanjutkan main lagi namun ia hanya duduk terdiam bisu saja. Sedangkan teman-temannya pada senyum-senyum melihat sahabatnya yang sedang cemburu tapi gengsi.
"Rez, ayo lanjut main." Iseng Bayu.
"Hush! Ada yang lagi cemburu." Tambah Ari.
"Apaan sih kalian? Ngapain cemburu dengan orang itu." Kesal Reza tapi gengsi.
Anggi pun meletakkan bolanya disamping dia duduk.
"Reza, Reza.. dari dulu Lo gengsi soal perasaan, buanglah gengsi itu nanti Lo nyesal." Anggi memegang pundaknya Reza.
Reza hanya terdiam fokus di satu titik pandangannya seolah dia tidak terlalu menganggapi teman-temannya bicara.
"Apaan sih kalian, gue mau ke kelas."
Teman-temannya hanya menarik nafas pasrah menghadapi keras kepala dan gengsi yang dimiliki oleh Reza.
Sedangkan Gadis asyik bercengkrama dengan kak Rizki di perpustakaan yang selalu membuat Gadis ceria.
"Kak Rizki?"
"Iya?" Tatapan kak Rizki ke Gadis dengan lembut.
"Makasih ya kak udah bantu aku tadi diantara mereka, kalau gak ada kakak aku ga tau apa yang terjadi sekarang."
"Santai saja sudah sewajarnya gue sebagai senior Lo untuk membantu Lo diantara mereka."
"Tapi cuman kakak yang mau bantu aku tadi."
Dari wajahnya kak Rizki kelihatan heran setelah Gadis mengklarifikasi kalau kak Rizki yang mau membantunya.
"Si Reza gak mau bantu Lo selama ini?"
"Ada sih, hm cuman dia tadi agak lambat aja keluar dari kelas."
Kak Rizki pun menggenggam jemari kiri Gadis.
"Gadis apapun yang terjadi di Lo, bilang ke gue dan gue siap kok."
Gadis hanya tersenyum datar saja karena sebenarnya Gadis ingin kalimat yang diucapkan barusan oleh kak Rizki itu seharusnya langsung dari bibir Reza tetapi saat ini Gadis sedang bersama lain orang.
Tidak lama kemudian, bel masuk pun berbunyi mereka berdua pun bergegas keluar dari perpus dan keduanya pun berpisah dengan beda arah. Sesampai di kelas, Gadis melihat wajah Reza hari ini sangat berbeda dari hari biasanya membuat dirinya overthinking apa yang terjadi pada sahabat dekatnya itu namun Gadis tidak berani untuk mulai bicara menanyakan keadaan Reza saat ini. Pas Gadis sudah duduk dibangkunya ia membuka tas untuk mengeluarkan beberapa buku untuk siang ini, tiba-tiba Reza menyodorkan pena yang dipinjamnya pagi tadi dengan ekspresi datar hingga membuat Gadis keheranan melihat tingkah Reza hari ini.
"Ini Gadis, makasih ya."
Reza hanya meletakkan pena yang dia pinjam lalu Reza pun langsung kembali ke kursinya.
"Kenapa ya Reza hari ini?" Gadis bertanya pada hati.
Tidak lama kemudian, pak Doni sebagai guru bahasa Indonesia pun masuk ke kelas Gadis siang ini dan langsung beliau menyapa serta menanya siapa yang tidak hadir siang ini.
"Selamat siang semuanya."
"Siang pak."
"Reza, siapa hari ini yang tidak masuk?"
Beliau melihat ke arah Reza yang sedang termenung dan tidak menghiraukan pertanyaan pak Doni didepan sedangkan Gadis sedikit menoleh kearah Reza penuh tanda tanya dan lalu Gadis fokus ke depan serta membantu menjawab pertanyaan pak Doni.
"Kurang tahu pak, coba aja bapak absen dulu."
"Baik, saya absen dulu ya."
Pak Doni pun mulai mengabsen siswa siswinya di kelas tersebut, setelah beliau mengabsen langsung beliau memberikan materi siang ini lalu beliau memberikan tugas kepada siswa siswinya di kelas siang ini yaitu melakukan observasi wawancara mengenai orang-orang hebat serta menginspirasi banyak orang lalu beliau memberikan waktu tugasnya selama 2 minggu dan akhir bulan harus dikumpulkan.
Tidak lama kemudian beliau menjelaskan materi serta memberikan tugas kepada siswa siswinya siang ini, bel pulang pun berbunyi. Seperti biasanya Gadis mengajak Reza pulang bersama tetapi hari ini tidak seperti biasanya bagi Gadis melihat tingkah Reza hari ini yang berbeda membuat dirinya merasa sulit menebak diri Reza hari ini.
"Rez, Rez, Reza.."
gadis kelihatan ngos-ngosan mengejar Reza yang jalannya begitu cepat.
"Reza tunggu, cepat banget jalannya." Gadis ngos-ngosan.
"Ngapain sih Lo lari-lari kayak anak kecil tahu." Reza pertama kali jutek ke Gadis.
"Ih kok kamu jutek sih hari ini?"
Reza pun mengalihkan pandangannya ke halaman depan sekolah.
"Sekarang Lo mau ngapain?"
"Pulang bareng yok..?"
"Sorry gue naik motor."
"Iihhh, biasanya kan beriringan?" Gadis beri senyuman layak anak kecil.
Reza pun menoleh kearahnya.
"Gue gak langsung pulang, ada tempat yang gue singgahi."
Reza pun langsung meninggalkan Gadis dengan penuh tanda tanya dipikiran Gadis, kemudian kak Rizki menghampiri Gadis yang masih berdiri didepan pintu utama dengan keheranan pada sikap Reza hari ini.
"Gadis, pulang bareng yok?"
"Eh kak Rizki, ayo."
Keduanya pun berjalan ke parkiran sepeda, Gadis masih memikirkan sikap Reza hari ini yang sulit ditebak hingga dia tidak fokus pada jalan lagi lalu dia pun hampir terpeleset sehingga tatapan kak Rizki dengan Gadis semakin dekat.
"Rez, coba tengok kak Rizki makin dekat aja sama Gadis?" Tanya Bayu.
Reza pun melirik ke mereka dengan hati cemburu tapi gengsi.
"Kalau kalian mau urus mereka, urus aja. Gue mau cabut." Reza sambil memakai helm.
"Lo kenapa sih hari ini? Lo lagi PMS ya?" Kocak Ari.
Teman-temannya pada ketawa mendengar kekonyolan si Ari sedangkan Reza ingin ketawa tetapi ditahannya.
"Apaan sih kalian? Udahlah gue balek, bye."
Reza meninggalkan klarkson.
"Udah guys, cabut kita lagi." Tutur Anggi.
"Let's go, balek kampung." Lucu Ari.
Setelah itu kak Rizki pun menyadarkan Gadis yang setengah sadar karena terkejut hal tadi.
"Maaf kak, aku gak sengaja tadi." Gadis jadi malu.
"Udah santai saja, yuk pulang."
Keduanya pun mengayuh sepeda mereka masing-masing, Gadis didepan sedangkan kak Rizki mengiringi dibelakang. Di tengah perjalanan mata Gadis terlihat kosong seakan sedang memikirkan sesuatu yang sudah terjadi namun membuat dirinya menjadi beban, hingga dia tidak fokus lagi dengan jalan dan hampir saja di laga mobil namun tidak sempat karena kak Rizki langsung reflek menarik tangan kiri Gadis ke tepi membuat Gadis shock kedua kalinya matanya semakin dekat dengan mata kak Rizki diatas rumput teki. Namun tidak lama kemudian lutut Gadis terasa sakit lalu dirinya menjauhkan sedikit badannya dari kak Rizki dan melihat keadaan lututnya yang sudah banyak darahnya mengalir karena saat ditarik oleh kak Rizki, lutut Gadis yang pertama menyentuh semen tepi rumput teki sedangkan kak Rizki tertimpa sepedanya sendiri.
"Aduh sakit.."
Terkejut Gadis melihat keadaan lututnya tetapi dia mencoba menaha tangis sedangkan kak Rizki menyingkirkan sepeda yang tertimpa tadi lalu kak Rizki menoleh kearah Gadis yang hanya menahan kesakitan pada lututnya yang penuh dengan darah.
"Gadis." Kak Rizki memegang lututnya Gadis.
"Aakh, sakit kak."
"Sebentar, gue ambil obat di tas."
Sementara kak Rizki mengambil obat dari tasnya, Gadis tidak sengaja melihat tangannya kak Rizki luka di sikutnya setelah kak Rizki mengambil obat dari tasnya Gadis pun kembali melihat lututnya yang semakin mengalir darahnya dan semakin perih.
"Tahan ya, gue bersihkan dulu darahnya."
Kak Rizki mengusap darah yang mengalir di kaki Gadis dengan kapas, saat kak Rizki ingin meletakkan betadine ke lukanya di lutut Gadis jadi kak Rizki mencoba untuk meluruskan kakinya Gadis agar ia mudah meneteskan betadine di lukanya tetapi Gadis kalau diluruskan kakinya semakin perih.
"Gadis coba luruskan kakinya, mau diteteskan betadine di lukanya."
Gadis mencoba luruskan kakinya tetapi tidak bisa.
"Gak bisa kak, sakit kak."
"Pelan-pelan yok pasti bisa."
"Aakhh.. sakit kak."
Akhirnya kak Rizki mencoba meneteskan betadine dengan posisi kakinya Gadis yang setengah lurus, saat tetesan pertama Gadis menjerit karena kesakitan.
"Tahan Gadis, ini lukanya parah soalnya dagingnya nampak."
"Sakit kak."
Kak Rizki meneteskan lagi sampai ketiga kali lalu kak Rizki membalut lukanya pelan-pelan. Saat dibalut pertama Gadis masih kesakitan karena kena lukanya tetapi setelah balutan sudah hampir selesai Gadis sudah merasakan aman.
"Sudah selesai, gimana masih sakit?"
"Perih aja sih kak."
"Emang kayak gitu, sebentar lagi sembuh itu."
"Makasih ya kak."
"Sama-sama, lain kali jangan termenung ya di jalan. Bahaya."
Kak Rizki sambil mengkemaskan kembali peralatan kesehatan kecil untuk dimasukkan kedalam tasnya.
"Iya kak, untung ada kak Rizki kalau enggak udah ditabrak mobil tadi."
"Itu peringatan biar Lo bisa hati-hati lagi." Sambil merelasting tasnya.
Gadis menoleh kearah sikutnya kak Rizki yang juga luka.
"Kak, itu sikut kak Rizki juga luka loh kenapa dibiarkan?"
Kak Rizki menoleh sedikit kearah sikutnya yang sedikit terluka.
"Enggak apa, luka kecil gini sebentar lagi sembuh kok."
"Sekecil luka tetap diobatin juga dong kak, nanti infeksi loh."
"Enggak apa Gadis, fokus saja dengan kesehatan Lo ya dan besok kita pergi bareng."
Seketika Gadia langsung menolak ajakan dari kak Rizki.
"Enggak, enggak kak. Nanti makin dibully aku sama mereka."
"Siapapun yang membully Lo, berurusan ke gue."
Gadis balas menatap matanya kak Rizki.
"Memang kak Rizki siapa ya aku?"
Kak Rizki memegang pundak Gadis.
"Aku suka sama kamu."
Gadis berpura-pura tidak mendengar barusan dan mengalihkan karena lututnya semakin perih.
"Aakhh, sakit." Gadis meniup lututnya yang sudah dibalut.
"Yaudah ayo kita balek lagi."
Kak Rizki mendirikan sepedanya dan sepeda Gadis juga.
"Tapi sepeda aku gimana kak? Gak mungkin tinggal disini."
"Oh iya juga, sebentar biar gue telefon supir."
Tidak lama kemudian kak Rizki menelefon supirnya, mobil Pajero milik kak Rizki yangberwarna silver telah tiba lalu kak Rizki membuka bagasi mobil untuk meletakkan sepeda mereka didalam.
"Ayo Gadis." Kak Rizki mengulurkan tangannya.
Gadis pun menggapai tangannya untuk berdiri tetapi tidak bisa karena lukanya itu kalau berdiri ke sentuh dengan kulit jika berdiri.
"Aakhh sakit kak."
"Yaudah biar gue gendong."
Akhirnya kak Rizki menggendong Gadis setelah ia menelefon supirnya untuk menjemput mereka yang sedang terjadi dipinggir jalan dan sepeda mereka pun dimasukkan kedalam bagasi hingga ke dalam mobil, setelah didalam mobil menuju jalan ke rumah, Gadis hanya terdiam bisu saja menahan kesakitan karena dia tidak ingin kak Rizki kerepotan lagi sehingga kak Rizki pun tidak terlalu memperdulikan luka kecilnya di sikutnya. Sepanjang perjalanan menuju ke rumah Gadis, Gadis tidak sengaja meneteskan air mata untuk jatuh dipipinya sembari hadap ke arah kaca jendela mobil mengingat kejadiannya barusan yang hampir mengancam nyawa Gadis disaat sahabat dekatnya sendiri si Reza tidak ada di TKP dan yang ada hanya kak Rizki seorang. Air mata Gadis semakin bercucuran tanpa suara dan semakin lama suara tangis Gadis ada suara juga walaupun kecil lantaran dia tidak bisa menahan tangisannya lagi hingga terdengar oleh kak Rizki.
"Gadis, kamu kok nangis?"
Gadis langsung mengusap air matanya tetapi masih menatap ke arah jendela mobil.
"Enggak apa kak,"
Kak Rizki menggenggam tangan kanannya Gadis yang sedang berpangku dipaha Gadis.
"Gadis, mulai hari ini aku siap jadi tempat kamu untuk bercerita."
Gadis pun membalas menggenggam tangannya kak Rizki.
"Aku tak apa kak, makasih ya kak.."
Kak Rizki pun mengangguk pelan dengan senyuman tulusnya.
Tidak lama kemudian, akhirnya sampai juga ke rumah Gadis dan dia pun dibantu sama kak Rizki turun dari mobil untuk menggendongnya ke kamar Gadis. Pas depan pintu rumah Gadis dengan keadaan lututnya seperti itu, maminya shock
"Gadis, kamu kenapa?"
"Tante, saya minta maaf Tan tadi ada sedikit kejadian."
Maminya liat ke kiri ke kanan dengan cemas karena sepedanya Gadis pun tidak ada.
"Sepedanya Gadis mana?"
"Ada kok tante di mobil."
Maminya menghela nafas.
"Ya ampun, Yaudah bawa aja ke kamar langsung."
"Izin ya tante."
Kak Rizki pun membawanya ke kamar Gadis lantai 2, setelah itu dibaringkan di tempat tidurnya Gadis, kak Rizki pun keluar sebentar untuk mengeluarkan sepeda Gadis dari mobil. Kemudian ia naik ke kamar Gadis untuk pamit pulang.
"Tante, Gadis.. saya pamit pulang ya soalnya udah kesorean."
"Iya makasih banyak ya udah nolongin anak tante."
"Iya tante sama - sama."
Kak Rizki menoleh kearah Gadis untuk pamit.
"Gadis, jaga kesehatan Lo dan besok gue jemput Lo"
Gadis hanya memberikan senyuman terbaiknya, pas kak Rizki baru melangkah keluar dari kamar Gadis tiba tiba..
"Kak Rizki,"
"Iya?"
"Makasih banyak ya kak."
"Iya sama-sama."
Seiring langkah kak Rizki dari kamar Gadis turun ke lantai bawah menuju kembali ke mobilnya, mami Gadis memuji kak Rizki.
"Kalau mami liat si Rizki ini, orangnya baik banget."
"Memang baik banget orangnya, Gadis bingung mau balas apa ke dia."
"Hm, kayaknya dia gak butuh balasan dari kamu tapi kayaknya dia pengen sesuatu dari kamu. Kalian udah jadian ya?" Iseng maminya.
"Ih mami ini kok jadi kesitu arahnya? Kan Gadis masih kelas 10 dan ingat ga pesan mami kemarin Gadis tidak boleh pacaran sampai bisa membahagiakan diri sendiri dan keluarga? Aaaghh mami mah mengalahkan gosip lambe turah..."
Maminya tertawa kekeh melihat ceriwis anak perempuannya itu semakin melangkah dewasa semakin lucu tingkahnya.
"Iya deh mami ingat.. uuhhh gemeshhnya anak perempuan sematawayang ini.." Mami mencubit pipinya Gadis yang tembem.
"Aaakhh.. sakit mami.."
"Iyaudah, kamu istirahat mami mau ke bawah."
"Okey mami.."
Maminya turun ke bawah, Gadis melihat keadaan lututnya yang masih perih walaupun di perban tetapi dia harus kuat untuk jalan agar tidak menjadi lemah disaat kejadian seperti ini. Gadis mencoba untuk duduk, lalu pelan-pelan untuk berdiri dan secara perlahan berjalan menghadap ke arah jendela yang dimana hari ini sudah petang. Dikarenakan hari ini sudah masuk waktu maghrib, Gadis mencoba berbagai cara agar lututnya itu tidak kena air dan dia tidak ingin meninggalkan kewajibannya hanya karena ini. Akhirnya dia bisa dan dia melaksanakan kewajibannya sambil duduk di atas tempat tidurnya. Seusai itu, Gadis melipatkan mukena dan sajadah lalu dia mencoba berjalan mengambil handphonenya di tas. Saat Gadis mengecek handphonenya, ternyata dia baru teringat.
"Oh iya, hari ini rencana mau cari tokoh hebat untuk diwawancarakan.." Gadis sambil melihat lututnya yang masih di perban.
Gadis pun mencoba menelfon Reza.
"Halo Rez, kamu Udah ada narasumber untuk diwawancara?"
"Udah sih dengan tante gue, Lo udah?"
"Belum, makanya kita barengan aja kerjanya di rumah aku?"
"Kebetulan hari ini gue masih di luar, lain kali aja ya bye."
Reza langsung mematikan telefonnya dan lagi-lagi membuat Gadis sulit menebak Reza hari ini yang tidak seperti biasanya. Tidak lama kemudian, kak Rizki menelfon.
"Halo kak?"
"Hai, gimana keadaan lututnya? gue boleh ke rumah malam ini?"
Gadis terdiam sambil berpikir.
"Hm agak perih sedikit tapi hari ini aku mau kerjakan tugas kak tapi aku bingung cari narasumber kemana?"
"Hah? kamu ada tugas wawancara ya?"
"Iya kak, tugas bahasa indonesia dengan Pak Doni."
"Yaudah gue datang ke rumah Lo malam ini, ditunggu."
"Ngapain kak?"
Tidak sempat kak Rizki mendengar pertanyaan Gadis barusan karena ia telah mematikan telefonnya dan bersiap-siap ke rumah Gadis malam ini.
Tidak lama kemudian, bel rumah Gadis pun berbunyi.
"Iya sebentar." Mami Gadis yang membuka pintu dan terkejut.
"Tante, ada Gadis didalam Tan?" Kak Rizki sambil menyalami mami Gadis.
"Oh ada ada, tadi sore kan baru kesini?" Bingung mami Gadis.
"Iya tante mau liat keadaan Gadis saja."
"Oh, Yaudah masuk masuk aja. Tunggu ya tante panggilkan Gadis dulu."
"Baik tante."
Kak Rizki menunggu di ruang tamu rumah Gadis sedangkan mami memanggil Gadis yang sedang di kamar sambil memikirkan tugasnya tersebut. Maminya pun tiba didepan pintu kamar Gadis.
"Gadis sayang." Mami mengetuk pintu kamar Gadis.
"Mami, ada apa mi?"
"Itu ada si Rizki di ruang tamu, katanya mau liat keadaan kamu."
"Yaudah bilang aja Gadis udah sehat kok."
"Gadis kamu tidak boleh gitu, ada tamu harus dilayani."
"Tadi sore kan udah mami."
"No, No, No.. cepat."
Gadis menempel tangannya ke dahi.
"Mami tidak liat lutut Gadis? Jalan saja susah."
"Hush! Mami yakin kamu pasti kuat, ayo cepat."
"Mami sama saja kayak Lambe turah.." Gadis kesal.
Maminya membantu Gadis untuk turun tangga agar lututnya tidak kesakitan sekali, sampai Gadis di ruang tamu dan menyapa kak Rizki yang sedang membuka handphonenya.
"Halo kak,.."
"Eh Gadis, gimana keadaannya sekarang?"
"Sudah mendinganlah, btw ngapain sih kak kesini?"
"Tadi katanya mau cari narasumber buat tugas wawancara dengan pak Doni?"
"Iya tapi bingung narasumbernya siapa, narasumbernya harus didaerah sini lagi."
"Yasudah besok pulang sekolah ke rumah gue yok?"
Gadis bingung.
"Ngapain?"
"Mau cari narasumber kan?"
"Iya sih, tapi kenapa harus ke rumah kak Rizki cari narasumber?" Heran Gadis.
"Makanya besok gue bawa Lo ke rumah."
Gadis hanya berpasrah saja pada malam ini karena lutut ini yang membuat Gadis tidak bisa bebas tetapi Gadis harus mensyukuri hari ini.
"Jadi malam ini kak Rizki cuman kabarin ini doang?"
"Iya." Kak Rizki tersenyum.
Gadis menempel tangannya ke dahi lagi.
"Ya ampun kak, kenapa ga via chat saja sih? Kan kasian kak Rizkinya jauh jauh kesini.."
"Tidak jauh kok, dekat banget."
"Memang dimana rumah kak Rizki?"
"Makanya besok gue ajak ke rumah."
Gadis hanya berpasrah tetapi heran selama ini dia tidak tahu kalau rumahnya dengan rumah kak Rizki dekat tetapi tidak tahu sedekat apa yang dibilang sama kak Rizki.
"Oiya Reza udah tahu belum keadaan Lo sekarang?"
Kak Rizki tiba-tiba bertanya tentang Reza malam ini.
"Belum kak, kayaknya dia masih dingin sikapnya sama aku."
"Dingin? Kenapa?"
Hanya menggeleng pelan sambil menunduk melihat kearah lututnya yang semakin perih.
"Yaudah ya kak, aku mau istirahat dulu."
"Iya udah, kamu istirahat aja dulu biar lututnya cepat pulih. Besok gue jemput ya, gue pamit ya malam ini Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Setelah kak Rizki beranjak berdiri, ia pamit ke maminya Gadis untuk pulang malam ini membiarkan Gadis untuk istirahat malam ini. Kemudian setelah kak Rizki pulang, mami bertanya pada anaknya itu.
"Sayang, setelah mami liat-liat ya si Rizki keliatannya dia tulus banget sama kamu? Mami jadi merestui kalian berdua." Iseng maminya.
"Ih mami nih, kok jadi berubah pikiran gini sih mi?"
"Mami enggak berubah pikiran kok, mami cuman pengen kalian berdua jadi suatu hari nanti."
Gadis mengalihkan pandangannya kearah lutut lagi.
"Sudahlah mami, Gadis mau ke kamar soalnya lutut Gadis semakin perih." Beranjak berdiri secara perlahan.
"Yaudah ayo mami bantu."
Setelah Gadis sudah dibaringkan diatas ranjangnya yang berwarna merah jambu dengan desain kamarnya seperti Barbie, maminya pun mematikan saklar lampu kamarnya dan menutupi pintu kamar Gadis lalu mami berharap didepan pintu kamar anak gadis sematawayangnya itu semoga berjodoh dengan Rizki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Kacamata (On GOING)
Teen FictionSeorang gadis manis dan kecil sudah berkacamata sejak dini membuat dirinya tidak percaya diri dengan penampilan barunya karena sering mendapatkan ejekan dari teman-teman kecilnya terutama para laki-laki. Sehingga membuat dirinya merasa kurang canti...