Bagian 10

136 11 2
                                    

Jangan lupa kasih vote kalau kalian suka cerita ku ya.

***

Bagian 10.

"Woy,"

Aku tersentak saat Naya berteriak di telingaku.

"Lo ngelamun ya?" tanyanya.

"Ha?"

"Ha ho ha ho, bego lo lama-lama."

Aku diam tak menanggapi ucapan Naya, kembali berfokus pada sedotan dalam gelas minumanku yang sejak tadi hanya ku putar-putar tanpa berminat ku minum.

"Lo tu kenapa sih, sekarang jadi aneh," tanya Naya yang membuatku bingung.

"Aneh gimana?" tanyaku.

"Banyak bengong, ketempelan Lo ya."

Aku menghela nafas tanpa menanggapi ocehan Naya. Kepalaku penuh dengan keruwetan sekarang. Bahkan beberapa hari ini Aku susah tidur. Kalaupun Aku bisa tidur pasti ujung-ujungnya Aku bermimpi buruk.

Semua karena ucapan Mas Abi saat makan malam bersama Mama dan Papa tempo hari. Pembicaraan tentang cucu itu menghantuiku hingga sekarang. Memang setelah makan malam Mas Abi tidak melakukan apapun seperti yang ia ucapkan di depan orang tuanya. Bahkan hingga sekarang pun tidak terjadi apa-apa di antara Kami. Mas Abi sudah sembuh dan bekerja seperti biasa.

Tapi setiap malam Aku ketakutan sendiri. Aku baru bisa tidur setelah memastikan Mas Abi benar-benar sudah tidur. Aku takut Mas Abi meminta hak nya sebagai suami. Aku belum siap melakukan itu, hubungan Kami masih belum jelas kemana arahnya. Dan Aku sendiri belum tau seperti apa Mas Abi mengganggap pernikahan kami.

" Ai, Lo ini kenapa sih," protes Naya lagi.

Aku mengerjap, lagi-lagi Aku tak memperhatikan Naya hingga gadis itu merasa kesal. Sepertinya efek kurang tidur membuatku tidak fokus hari ini.

"Lo bilang apa, Nay?" tanyaku.

"Lo ada masalah? Cerita ke Gue. Siapa tau bisa bantu," ucap Naya.

"Nggak ada kok," elak ku. Aku belum siap menceritakan tentang pernikahan ini pada Naya. Biar saja untuk sementara menjadi rahasiaku.

"Soal cowok kemarin?" pertanyaan Naya membuatku bingung.

"Cowok mana?"

"Yang marah sama Lo kemarin, pacar rahasia Lo itu."

"Tai, nggak ada yang begitu ya." elakku. Nyatanya memang Aku belom pernah pacaran tetapi langsung menikah.

"Lo sekarang jadi tertutup sama Gue, tiap di tanya Lo bilang nggak apa-apa. Kaya cewe aja Lo."

"Gue emang cewe, cendol."

"Serah Lo dah, Ai."

Kanaya sudah tak mengajakku bicara lagi. Gadis itu hanya diam berfokus pada ponselnya, entah sedang berbalas pesan dengan siapa. Wajahnya sesekali tersenyum pada layar ponsel. Mungkin cowok baru lagi, pikirku.

Kanaya adalah gadis populer. Hampir seluruh penghuni kampus tahu siapa Kanaya. Sangat berbanding terbalik dengan ku, tak banyak yang tahu tentang ku. Dan mungkin jika tidak bersahabat dengan Kanaya, tak akan ada yang tahu siapa namaku.

"Gue cabut duluan ya." Tiba-tiba Kanaya berdiri dari duduknya. Seperti buru-buru.

"Kemana? Ada masalah?" tanyaku.

"Enggak, Gue janjian sama orang. Udah di tungguin."

"Siapa?" tanyaku lagi.

"Kepo deh mbak, Gue pergi dulu, bye Cinta."

TerikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang