2.2

318 32 3
                                    

Sepanjang perjalanan selama latihan bahkan hingga konser anniversary aku sebisa mungkin menghindari Marsha dan juga Shinta.

Sebenarnya usai gen 2 perform aku sangat ingin melarikan diri. Tapi apa daya, bukan karena tak mampu. Jika aku tak tau diri, tak setia kawan, tak berpri-gebyan aku sudah pergi. Mengingat konser ini sangat berarti untuk geby, aku memutuskan bertahan.

"Ka Naomi!" Seruan itu membuat gigiku mengeram dalam senyum.

Sial. Itulah kata hatiku.

"Ka Naomi ko susah di hubungi setelah bantu aku?"

Siapa lagi kalau bukan Shinta kw, dan tentunya ada Marsha di dekatnya.

Perlu di ketahui aku sangat menjauhi Marsha. Beberapa kali papasan, bahkan aku bisa melihat isyarat dari gerak wajahnya yang akan bertanya atau menyapa tapi aku langsung menghindar. Yaaaa pada akhirnya dia gerah sendiri dengan prilaku cuekku.

Tapi menyakitkan ternyata saat papasan dan beradu wajah, dia mengacuhkan ku. Tapi bukankah itu yang ku mau?

"I..iya aku sibuk, ada kegiatan luar kota." Jelasku tak sepenuhnya salah tapi tentunya tak sepenuhnya benar.

"Oh ya Sha, aku belum cerita yaa.." Shinta terlihat secara antusias menatap Marsha penuh cinta. "Sebenarnya kalau tanpa ka Naomi aku tuh ga ada keberanian untuk nyatakan perasaanku. Untungnya ya Sha, ka Naomi tuh bersedia bantu aku. Jadi deh aku berhasil nyatain perasaanku." Terang Shinta malu-malu.

Marsha menatapku dan Shinta bergantian seakan mencari jawaban lain.

Aku tersenyum canggung. "Aku cuman bantu dikit kok." Aku tersenyum lagi. "Yaaa pada dasarnya kalian emang saling suka, saling sayang, jadi mau dengan bantuan ato tanpa bantuan akupun hasilnya akan sama." Terangku. Yaa sama. Karena Marsha memang menyukai Shinta. Shinta Devi bukan Shinta Naomi.

"Shin, ayo kita foto-foto bareng ka Gaby dulu." Seruan terdengar milik gadis kecil beramput pendek kalau tak salah ingat Nabila namanya.

Aku menunduk tersenyum akan nama itu. Teringat ketika Marsha salah sasaran. Sedangkan aku berpikir Nabilah.

"Ka Naomi?" Suara Marsha menyadarkan ku bahwa dia tidak mengikuti kekasihnya juga temannya itu.

"Kenapa Mars?" Sebisa mungkin aku tenang.

"Kakak jauhin aku?' tanyanya to the point.

"Enggak. Aku beneran lagi sibuk." Jawabku konsisten dengan jawabanku sebelumnya.

"Aku coba hubungi kakak ko ga bisa? Kakak ganti nomer?" Tanyanya lagi.

Aku kembali teringat ketika namaku yang tertera di layar handphone nya waktu itu "Calon Pacar" sayangnya itu nomerku tapi tujuannya bukan aku. Tujuannya memang Shinta. Tapi sayang Shinta yang lain. Bukan Shinta Naomi.

Aku menggeleng memberikan jawaban Marsha.

"Kakak blokir nomer aku?" Tanyanya to the point.

Iyalaah aku blokir. Kalau nggak ku blokir aku bisa gila melihat status WhatsApp atau status medsosmu lainnya, pasti hari-hari akan dipenuhi oleh Shintamu itu. Kan menjengkelkan. Menyebalkan. Dibanding nanti aku tak bisa menahan rasa cemburu. Lebih baik bertindak tegas dan jahat pada diri sendiri dan Marsha. Lagi pula aku dan Marsha ga ada urusan lagi.

"Aku tuh mau balikin jaket kakak. Jaket kak Naomi itu masih di aku." Terangnya. Aku tersenyum bingung memberikan jawaban apa.

"Sekarang aku bawa, cuman ada di hotel. Nanti kakak jangan pulang dulu. Tunggu aku." Ucapnya protektif tapi sangat menggemaskan. Marsha pun pergi meninggalkanku.

Hah.  Gak sampe 15 menit aja udah buat lemes. Jantung ku rasanya masih tidak aman di dekat Marsha.

Dan apa yang aku lakukan selama ini ternyata hanya menyiksa perasaanku saja. Membuat mereka bersatu bukanlah solusi. Harusnya aku berjuang, dan dengan jahat mengabaikan Shinta asli itu. Aku tersiksa, oleh rasa cemburu, marah, kecewa, sedih dan yang pasti aku merasa bego. Mungkin aku adalah manusia yang paling bodoh. Dengan mudah aku melepas genggamannya. Yaaa walaupun yang di harapkan bukan aku, tapi setidaknya jika aku tidak menghadirkan Shinta lagi, kesempatanku masih ada. Mungkin aku bisa merubah perasaannya.

Sudahlah dibandingkan aku berkhayal dengan hal yang sudah terjadi dan takkan terulang lagi, mending sekarang aku fokus bagaimana cara memberi jarak pada Marsha.

Aku berpikir, bagaimana agar aku tak menemui Marsha setelah acara selesai? Apa aku buru buru pulang bereng dudut? Tapi dudut pasti balik sama ka ve.

"Mi!" seruan itu mengejutkanku.

"Sekarang gue tuh susah banget sih hubungin Lo. Kalau bukan karena dudut gue yakin lo pasti ga akan tau acara konser Haven ini ngundang semua gen." Sindir Melody. Aku hanya menjawab dengan cengiran terpaksaku.

Ya aku juga tanpa alasan menghindar dari Melody. Padahal apa salah dia? Hanya karena Melody menjabat sebagai General Manager di Jkt48, aku merasa itu akan menghubungkanku dengan Marsha.

"Ya kan sekarang bisa." Tembalku.

"Patah hati sih boleh. Tapi jangan patah semangat hidup donk." Sindirnya lagi.

Gak tau aja ini si Melody, aku patah hati yaaa karena ulahku sendiri. Pertama karena aku udah berani jatuh cinta sama Marsha. Kedua yaa sok  pahlawan kesiangan membawa Shinta ke Marsha. Dan terakhir ulahku yang paling parah membuat mereka jadian. Luar biasa bukan? Saat orang-orang berlomba memaksakan diri. Tapi aku mencoba mematahkannya, bahkan sebelum memulai start.

Pengecut. Pecundang.
Ya, itulah aku.

"Dan lu harus  tau Naomi, Marsha itu nyariin Lo terus. Nanyain lo terus, bilangnya mau balikin jaket. Tapi setiap gue tawarin diri menyimpan jaket Lo ato gue yang balikin dia menolak." Cerita Melody.

Aku tersenyum kecut. "Jangan memberikan harapan palsu. Marsha itu udah jadian sama Shinta nya itu." Jawabku melemas.

"Saran gue yaa, kalo Lo beneran mau ngejauh. Atau buat Marsha berhenti peduli tentang Lo, ya Lo ambil lah jaket itu." Melody memberikan saran.

Aku berpikir. Bener juga ya. Kalau aku mengambil jaket itu dari Marsha, artinya Marsha tidak akan mencari aku, dan aku ga perlu kegeeran kalo dapet kabar Marsha nyariin ka Naomi.

Bukankah selama ini jaket itu menjadi penghubung aku dan Marsha? Jika jaket itu aku ambil, Marsha tidak akan merasa terbebani. Dan tentunya aku pun tidak membuat jejak untuknya.

"Ya udah berarti nanti gue ambil jaketnya. Tadi juga Marsha bilang gitu." Jawabku.

Melody, "carilaah cinta yang lebih realistis. Yang masuk logika."

Maksudnya cinta aku sama Marsha ga realistis gitu? Ga berlogika gitu?

Aku menatapnya kesal. "Kalau cinta dapat memilih siapa hati yang kan dilabuhkan, pasti akan memilih dengan logika dan kenyataan. Tapi cinta tak memilih dengan cara seperti itu. Cinta memilih dengan cara ajaib tanpa disadari, dijatuhkan pada seseorang yang memiliki debaran, debaran itu yang membuat cinta melabuhkan diri"




Tbc

Salah Sasaran (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang