6 | First Kiss

49.3K 2.6K 209
                                    

Vote!

.

.

Pagi menjelag, perlahan Bima membuka mata dengan masih setia menjadikan lengan sebagai bantal sang bos. Rasanya kesemutan dan kebas, tapi itu sudah bagian dalam ikrar dan tugas. Perlahan ia menyingkirkan lengan sang bos yang melingkar di perutnya, tapi justru sang bos semakin mengeratkan pelukannya ditambah mengusakan wajah ke ceruk leher.

Bima menarik napas dalam, ia harur bertahan, jadi biarkan. Tangannya terulur untuk mengambil ponsel di atas nakas tepat di sisi belakang punggung Bosnya tidur untuk melihat jam. Masih cukup pagi memang, tapi biasanya Azam akan datang dan memasakkan sarapan. Pelan dan hati-hati Bima melepaskan diri hingga akhirnya dia berhasil turun dari ranjang.

Menyorot sekilas sang Bos yang masih begitu lelap lalu berkedip. Dia tidak habis pikir dengan pria tampan yang kadang nampak gagah itu, semalam auranya begitu manis dan lembut pun manja, mengalahkan manjanya Azam padanya.

Menggeleng untuk menyadarkan diri. "Ini tidak baik," Dan dia memilih masuk ke kamar mandi bersiap untuk hari ini.

Semasuknya Bima ke kamar mandi, Yudis yang tadi masih nampak begitu lelap tersenyum tipis. Menyadari Bima memperhatikan dan mulai tahu akan pesona sisi lembutnya. "Pelan-pelan saja, Yud ...," monolognya berbatin dengan masih terpejam.

Hingga kemudian tiba-tiba pintu kamar terbuka, Yudis yang tertelungkup itu terpaksa menoleh dan membuka mata, meski dengan menyipit.

"Oh! Azam?" Suara husky serak Yudis menyapa, dia mengucek matanya, lalu beringsut bangun, mengambil kacamata di atas nakas dan memakainya.

"Maaf, Bos," Azam membungkuk sekilas, kemudian detik ia hendak kembali menutup pintu-

"A-a ... tidak perlu,"- Yudis menyegatnya. "Aku juga akan keluar," ucapnya masih serak khas bangun tidur dan turun dari ranjang.

"Bos butuh sesuatu? Biar saya ambilkan," ucap Azam dengan menyingkir dari pintu mempersilahkan Yudis yang hendak keluar.

"Tidak, aku bisa mengambilnya sendiri," ucap Yudis dan dia keluar kamar kemudian berjalan menuju dapur.

Azam mengikuti.

"Bima sepertinya sedang mandi. Dan semalam aku menginap," Yudis memberi tahu meski tanpa menoleh. Sesampainya di dapur ia menuju ke lemari pendingin lalu mengambil air mineral untuk membasahi kerongkongannya yang terasa kering semalaman di bawah AC.

"Kalau begitu saya siapkan sarapan untuk kalian," ucap Azam.

Yudis duduk ke kursi meja makan dengan tetap membawa air mineralnya. Dia mengangguk untuk mengiyakan tawaran Azam kali ini.

Segera Azam memasang apron dan mengambil bahan makanan di lemari pendingin, mencucinya dan mulai memotong sayuran.

"Kamu selalu melakukan ini setiap pagi untuk Bima?" tanya Yudis dengan bertopang dagu.

Azam terkekeh malu, karena rasanya memang lucu terlihat menjadi budak cinta begini.

"Apa kamu sangat mencintainya? Seberapa besar cintamu padanya?" tanya Yudis. "Bisakah aku mengalahkannya?"

"Eung?" Azam menoleh ke arah Yudis detik itu juga, pertanyaan terakhir Bos Yudis terdengar ambigu dan gila.

Yudis terkekeh, dia melipat tangan di dada dan menyandarkan punggung ke sandaran kursi, karena ekor matanya juga dapati siluet Bima di ambang pintu dapur. "Kalian jangan terlalu tegang begitu," ucap Yudis santai.

"Kemarilah, Bi!" Yudis memanggil Bima untuk mendekat.

Bima mendekat dengan jakun naik turun sedikit was-was, pasalnya dia tahu sang bos hobi menyabotase apa pun, termasuk kekasih orang. Dia takut Azam-nya akan diambil mengingat semalam sang bos bercerita dia putus dari kekasihnya.

Yudis tertawa lagi. "Kenapa jadi menegang begini? Oh ... ayolah ...," ucapnya mencairkan suasana.

Azam dan Bima ikut tertawa canggung akhirnya.

"Santai saja, sebut saja ini jokes di pagi hari," Yudis terkekeh lagi. "Duduklah, Bi! Ayo kita tunggu Azam selesai membuatkan sarapan untuk kita,"

Bima duduk di hadapan Yudis.

Lalu Azam kembali membuat sup sederhananya menunggui mereka berdua.

Yudis menatap Bima yang masih menyorotnya. Tapi Yudis justru terkekeh tanpa suara dan menggeleng santai tak habis pikir.

.

.

.

.

.

"Apa Azam bisa aku percaya untuk menjaga Buttermilk?" tanya Yudis dengan melipat tangan di dada dan sorotnya lurus ke depan menyorot jalan.

"Saya bertanggung jawab untuk itu, Bos ... Azam bisa dipercaya," ucap Bima dengan tetap fokus menyetir.

Mereka sekarang tengah menuju rumah Yudis untuk sang bos berganti pakaian, dan kemudian dilanjutkan pergi ke kantor.

"Aku meragukan pria kecil itu, Bi ...," Yudis menoleh ke arah Bima dengan sedikit mendongak. "Kenapa kamu percaya sekali dengannya?"

Diam sejenak, lalu Bima menarik napas terlebih dulu sebelum menjawab, "Karena dia pacarku,"

"Kamu percaya dia setia?" Yudis ber-smirk tipis.

Bima tetap mengangguk meski mulai merasa tak nyaman dengan pertanyaan-pertanyaan sang bos.

"Kenapa kamu percaya? Dia seorang pria manis, cantik dan imut," Smirk Yudis semakin tinggi terangkat.

Bima semakin kesal, seolah sang bos sedang berusaha menjelek-jelekkan Azam dan meruntuhkan kepercayaan pada kekasih cantiknya itu. Dia sadar pasti ada sesuatu di balik ini, semua yang diucapkan pria terlampau tampan berkacamata ini selalu tertata rapi dengan memiliki banyak arti, karena lidahnya bercabang seperti ular. Sebagai contoh jika ia mengatakan suatu tempat yang ia singgahi membuatnya nyaman, itu artinya 'Ayo kita sabotase sekarang'. Jadi Bima tidak mau tinggal diam, dia sangat mencintai Azam, dia tidak mau sang bos mengambil kekasihnya itu. Azam tidak masuk dalam daftar apa yang Bima serahkan pada pria sialan ini. Dia hanya menyerahkan jiwa raga miliknya, bukan jiwa raga Azam pula, maka dia harus mempertahankan kekasihnya sekarang juga.

"Kurasa kamu harus mulai curiga dengan Azam, Bi ... aku mencium aroma busuk dari seorang penghiamat yang sering aku temu-,"

kalimat Yudis terpotong detik Bima membanting stir kemudi dengan kasar, mengerem mendadak menepikan mobil ke bahu jalan dan sejurus kemudian ia mencengrakam krah kemeja sang bos dengan menatap nyalang.

"Wow, wow, wow ...," Yudis mencoba menenangkan dengan mengangkat tangan setinggi dada karena tubuhnya yang lebih kecil dari Bima merasa terintimidasi.

"Dengar! Mungkin Anda Bos-ku, Tuan Yudis Wira Bratajaya yang terhormat, tapi Azam tidak masuk dalam daftar apa yang bisa Anda miliki dari bagian hidupku," cicit Bima tegas nan tajam.

Yudis tersenyum dengan menurunkan tangan Bima lalu semakin mendekatkan wajah ke wajah Bima yang dicondongkan itu. "Jangan salah sangka, Bima Anggara Putra. Aku tidak ingin mengambil Azam darimu, tapi aku ingin mengambilmu dari Azam," Dan satu lumatan basah ia berikan di belah bibir bawah Bima sensual dengan iringan tarikan napas dalam pun lenguhan.

Tbc ...

An : Katakan sesuatu untuk Boss Yudis!

BABY BOSS YUDISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang