14

1.7K 137 22
                                    


(Baca cerita dari awal, karena mungkin anda melupakan alurnya)

Jiang Cheng terlonjak, dan sontak terbangun ketika hypnagogic menghampirinya. Dengan deru napas cepat, kepalanya menoleh liar kala ia menyadari berada di tempat asing.

Terbengong sesaat, dan kemudian menyadari kebodohannya melupakan kejadian sebelumnya, ia menghela nafas lega.

Langit sudah gelap, dan hujanpun secara perlahan mereda. Beberapa orang keluar dari tempat teduh, dan melanjutkan aktivitas masing-masing.

Jiang Cheng pun sama, ia segera bangkit. Memercikan air dari botol kewajahnya, mencoba menghilangkan wajah bantalnya dan segera berkemas untuk keluar dari tempat tersebut, secara kebetulan salah satu pegawai masuk dengan hati-hati.

Terkejut melihat Jiang Cheng sudah bangun, wanita tersebut tersenyum ramah, "ah, anda sudah bangun, Tuan."

Jiang Cheng mengangguk sebagai balasan, "hujan sudah berhenti, dan waktunya sudah telat, aku akan bergegas pulang."

"Oh, iya! Silahkan, Tuan ... Biar saya saja yang membersihkan tempat ini." ucapnya sembari mendekat, dan mengambil alih beberapa sampah yang dipegang pria yang baru sadar itu.

"Uhm, maaf untuk merepotkanmu." Katanya canggung.

"Jangan merasa berat, Tuan, ini sudah tugas saya." Balasnya lebih ramah.

"Kalo begitu permisi." Jiang Cheng segera undur diri setelah membungkukan badan.

>>>

Mulai berjalan cepat setelah menutup pintu, ia merasakan jantungnya menderu. Sudah jam 07.49 malam, ia tidur begitu lelap. Rintikan hujan, dan suasana yang nyaman memang obat tidur paling ampuh.

Tak lupa mengambil barang bawaannya yang tersimpan di resepsionis, ia berlari keluar ketika mencapai pintu depan.

Kalau saja Wen Rouhan tidak lembur, mungkin dia akan dicerca banyak pertanyaan oleh pria itu karena tidak mengabarinya dan masih keluyuran kala malam gelap.

Genangan air ada ditiap cekungan jalanan beraspal, memelankan langkahnya berusaha menghindari meski agak sulit karena ia agak terburu, dan kembali berlari mengejar waktu.

Dua kantong belanjaan agak merepotkan, dan membuat suara gesekan yang cukup mengganggu. Napasnya tidak stabil, agak terasa sesak, efek berlarian.

Ia tak bisa melihat ponselnya, entah itu untuk memastikan ada atau tidaknya pesan dan panggilan dari sang kekasih, atau sekedar melihat jam.

Mungkin karena ia terlalu takut untuk melihat, dan juga malas karena menebak pasti baterainya habis.

Hal sepele seperti itu saja bisa membuat jantungnya terasa berhenti berdetak, serta berkeringat panik.

Dan ketika langkahnya tiba-tiba berhenti melihat sosok perkasa Wen Rouhan yang menggenggam handphone-nya sambil menatap bangunan supermarket terbesar dikota itu, jantungnya terasa merosot.

Pria itu, suatu waktu bisa menjadi terobsesi, dan kehilangan kendali kala dirinya diluar jangkauan atau bahkan hilang kontak dengan batas 3 jam.

Mungkin juga karena ia pernah diculik dan dijadikan sandra oleh musuh perusahaan Wen Rouhan karena perebutan lahan.

Bagaimanapun anggota keluarga Wen Rouhan privat, dan Jiang Cheng secara publik diketahui hubungannya.

Ya itu memang gila, dan Jiang Cheng juga sama gilanya karena mencintai pria tersebut.

"Rouhan?"

Pria diseberang benar-benar menoleh dengan cepat. Wajahnya jauh dari kata tenang dan santai, alisnya mengerut dalam, dan bibirnya begitu datar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang