"77013, kunjungan."
Ujaran sipir di ambang pintu sel membuat Jumantara yang awalnya sedang fokus membaca buku pun terhenti. Ia menoleh sejenak pada Dipta yang sedari tadi hanya merebahkan diri setengah terpejam.
"Ih ada Ningning lagi, yaa? Mau ketemu juga," rengeknya.
"Nanti, yaa."
"Salamin tapi, bilang kalo aku pacar Mas." Candanya.
"Iya. Mas keluar dulu," tutupnya berlalu.
Di ruang kunjungan, sudah ada Ningning yang menyambut dengan senyum cerah seperti biasa. Namun kali ini mungkin lebih terlihat bersemangat.
"Hai, adek Mas."
"Masss!! Ahh aku nunggu banget buat jatah kunjungan, abis terima surat dari Mas."
"Haha, iya. Makasih udah dateng lagi,"
"Nggak masalah ih aku malah seneng!! Seneng lagi kalo Mas ceritain beneran gimana pacar Mas! Huhu, aku baca dari surat Mas kemarin udah seneng bangettt, akhirnya Mas nggak jomblo lagi."
Jumantara ikut senang kala adiknya bersemangat seperti itu, namun tersirat kebingungan yang dengan segera ia suarakan.
"Mas kira, kamu sulit terima posisi Mas sekarang. Kamu apa nggak kaget, waktu Mas kasih kabar kalau Mas punya pacar, dan pacarnya laki-laki..?"
Ningning tersenyum manis, "Kaget jelas, Mas. Aku ingat dulu Mas Bagus masih suka cerita-cerita tentang perempuan cantik di sekolah. Tapi sekarang, kalau Mas memang mengakui dan bahkan udah menjalin hubungan sama laki-laki, Ning nggak gimana-gimana kok. Yang terpenting sekarang, Mas juga bisa bahagia di sini. Jangan Mas terus yang suruh Ning bahagia, Mas juga harus, dong!"
"Hahaha, iya deh. Makasih ya, udah nerima."
"Iyaa, Mamas. Aku ikut seneng banget pokoknya. Jadi, ceritain dong tentang pacar Mas! Namanya Mas Naradipta, ya? Hmm aku inget banget tuh yang kemarin di surat bilang, panggilnya Dipta aja, Nara khusus panggilan dari Mas, idihhh."
"Emang gitu, dia juga panggil Mas, Mas Ju. Nggak panggil Bagus kayak biasanya,"
"Idihhhh makin-makin. Udah deh, dunia punya kalian aja, aku di alam ghaib."
"Hahaha, oh iya. Nara juga titip salam buat kamu, dia pengen banget ketemu."
"Ih iyaaa? Aww salam balik yaa, aku juga pengen ketemu! Nanti deh aku gantian buat kunjungan sama Mas Dipta, tapi masih besok-besok aja ya, Ning abis ini langsung ke kampus, lagi sibuk-sibuknya." Ujar Ningning penuh sesal.
"Nggak apa-apa, makasih adek Mas."
"Ishh jangan makasih mulu! Ayo dong ceritain lagi tentang Mas Dipta, gimana orangnya, gimana kalian jadi deket, gimana bisa Mas sadar kalau cinta sama dia, ya ya?"
"Itu kalau diceritain panjang, Dek. Bisa—"
Tiiit. Tiit.
"—Tuh, kan. Abis waktunya. Kalau cerita di sini nggak bakal cukup. Nanti Mas kirim lewat surat aja, ya? Nggak apa-apa, kan?"
"Yaudah deh, nggak apa-apa. Tapi aku nggak sabar loh, Mas. Nulisnya yang cepet yaa!"
"Astaga, anak ini. Iya iya, Mas usahakan."
"Hehe, yaudah kalo gitu. Ning pamit yaa, Mas baik-baik di sini, sama Mas Dipta juga. Bilang sama Mas Dipta juga, makasih udah jaga Mas-ku dan bikin Mas-ku jadi bahagia sekali disini. Aku usahain mau kunjungan ke Mas Dipta, okee?"
"Iya, hati-hati di jalan ya, Ning. Makan yang teratur, jaga kesehatan."
"Siap! Dadaah,"
Begitu kemudian Jumantara dapat kembali ke sel dengan penuh senyuman, membuat Dipta yang menyambutnya turut semangat.
"Mas Juu! Eh, mesem-mesem nih? Hayooo kenapa tuh, sini dong cerita!" Ujarnya lalu menarik Jumantara untuk duduk mendekat.
"Gimana Ning? Oh iya, salamku disampein nggak? Dia tanya-tanya nggak aku ini siapa?"
Jumantara usak rambut sang kasih, "Iya, salamnya disampein. Nara, Mas udah cerita sama Ningning tentang kita, tentang kamu juga, lewat surat tempo hari. Jadi ya, dia udah tau."
"Hah??? Kok bisa?!"
"Iya, jadi dia emang kesini buat konfirmasi tentang surat itu. Awalnya Mas kirim surat karena takut, kalau Mas akui kita waktu jam kunjungan Ning, kayaknya nggak cukup. Jadi Mas akal pakai surat aja, panjang, biar Ning baca baik-baik posisi Mas. Mas kira dia bakal kebingungan atau kemungkinan terburuknya, justru nggak menerima. Tapi nyatanya malah, dia tadi semangat banget tanya-tanya tentang kamu. Dia bilang juga, mau ketemu kamu kalo udah luang, nanti dia kunjungan."
"Hah? Sumpah Ning bilang gitu?"
"Iyaa, Nara."
"Ih... Malu,"
"Kenapa malu? Ningning juga tadi bilang terima kasih ke kamu, udah buat Mas-nya bahagia di sini, katanya."
"Aaaa manis banget, hehe. Iya, Ning. Mas-nya aku bikin bahagia, kok!"
Acak-acakan kembali rambut Dipta akibat ulah Jumantara, "Mhm. Makasih, sayang."
"Aaaajajjsndndjsksakks, BRUKK."
"Weh apaan tuh yang kejungkel?" Panik Pak Mono ketika suara ribut terdengar barusan.
"Bapak-bapak!! Tolongin Diptaaa nyungsep!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Prison | NOMIN✅
Fanfiction[END] "Kita ini beda. Kita tau kapan akhir bakal datang pada kita. Jadi, dari pada stress, banyak pikiran, mending kita cinta-cintaan aja. Mas cinta kamu, kamu juga cinta Mas. Gausah mikirin tabu, kita ada di sini juga udah dilabeli sebagai manusia...