Di tahun-tahun berikutnya kala lembaga peradilan kini sudah memiliki bangunan yang apik. Tinggi menjulang menyamai gedung lain di era yang lebih modern kini. Orang-orangnya lalu lalang membawa berkas guna memohon keadilan dari yang mulia hakim.
Begitu pula mereka, si otak-otak cerdas yang bantu mengusut tuntas kasus-kasus kejahatan. Nama kerennya, detektif. Profesi yang banyak dikagumi karena kelihaiannya menumpas penjahat— jika di film.
Namun sama saja. Sosok detektif yang dikenal sangat cakap di gedung ini tengah berjalan santai. Ia menuju lift dan tekan tombol 8 yang mana lantainya dituju.
Sesampainya di sana, ia dihadapkan dengan suasana sibuk seperti biasa. Berjalan ke meja pribadi miliknya, ia malah menemukan sang atasan yang beraut menyebalkan tengah duduk di kursinya.
"Ngapain?"
"Tugas."
"Hhh, baru aja kelar nanganin kasus dua jam lalu."
"Itu yang namanya kerja, Naradipta. Nih, baca rincian kasusnya."
"Penculikan dan pembantaian anak-anak? Motif pelaku tidak diketahui, tapi rekam kinerjanya mirip dengan seorang mantan pejabat yang sempat dipenjara karena mengurung para pekerjanya sendiri? Ini apaan kok gue dikasih kasus udah jadi gini?"
"Ya. Itu hasil garapan detektif yang bakal kerjasama sama lo. Belum selesai, masih banyak benang-benang mencurigakan lainnya, kata dia. Gue harap kalian bisa klop karena dia baru ke sini, pindahan dari Amerika."
"Oh ya?"
"Hm. Orangnya ada di ruang penyidikan, sana." Titah sang atasan.
Naradipta menurut. Detektif itu segera menuju ruang yang telah disebutkan. Begitu sampai di sana, benar saja seorang lelaki dengan jaket kulit hitam sedang memutar-mutar kursinya dengan raut kusut. Lelaki itu menoleh akibat presensinya, buat Naradipta beri gestur menyapa singkat.
"Detektif yang mau kerjasama dengan saya di kasus ini?" Tanya Naradipta sembari menunjukkan berkas di tangannya.
"Ya." Lelaki itu sudah berdiri untuk sambut rekan barunya.
"Okay. Perkenalkan, saya detektif Ananda Naradipta. Naradipta saja, ambil pendeknya."
"Saya Tubagus Jumantara. Panggil Ju saja."
"Oh? Nama Jawa. Saya pikir kamu asli Amerika,"
Mendengus kecil, "Orang tua saya asli sini. Cuma memang lama tinggal di sana."
"Baik kalau gitu. Jadi, mari kita sama-sama usut tuntas kasusnya, ya, Detektif Jumantara?" Ia ulur tangan, usulkan untuk saling berjabat.
"Ya. Ayo, kita usut tuntas kasusnya, Detektif Naradipta." Dan balasan datang. Mereka resmi menjabat tangan untuk selanjutnya, merajut kisah versi mereka sendiri. Jauh dari bayang masa lalu yang telah lama terlupakan.
—
Udaah. Anggap aja gitu, ya. 🤣
![](https://img.wattpad.com/cover/320233220-288-k268828.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Prison | NOMIN✅
Fanfiction[END] "Kita ini beda. Kita tau kapan akhir bakal datang pada kita. Jadi, dari pada stress, banyak pikiran, mending kita cinta-cintaan aja. Mas cinta kamu, kamu juga cinta Mas. Gausah mikirin tabu, kita ada di sini juga udah dilabeli sebagai manusia...