Part 20

1.5K 172 40
                                    

Abraxas tidak menikmati sarapannya sama sekali. Roti bakar dengan selai jeruk yang biasa dia dinikmati kini terabaikan ketika matanya melayang ke meja Gryffindor. Seorang penyihir brunette tertentu telah membuat suasana hatinya kacau sejak sepekan terakhir.

Yah, setelah insiden di ruang bersama Slytherin itu, esoknya dia dikejutkan dengan pemandangan Tom Riddle dan tunangannya semeja di kelas. Catat: semua kelas!

Dia sangat bingung, apa Demi Merlin yang sedang terjadi? Setelah dia meninggalkan Granger di ruang bersama hari itu, tiba-tiba saja dia dilempar kutukan ketika kembali.

Dia sempat bertanya pada Dolohov dan Lestrange, hanya untuk berakhir mendapatkan ancaman dari Dolohov. Kesal dan terhina, esoknya dia malah disuguhi pemandangan Granger yang menempel pada Riddle seperti lem.

Namun, menurutnya bagian terburuk dari semua itu adalah tidak adanya komunikasi antara dirinya dan Granger. Ini sudah genap seminggu. Bukannya Abraxas tidak ingin, tetapi Granger sangat sulit untuk diajak bicara.

Setiap kali dia mencoba mendekat, Granger akan memutar arah darinya. Setiap kali dia ingin bicara, Granger memotongnya terlebih dahulu dengan selamat tinggal. Itu membuatnya sangat frustasi.

"Apa kau tidak memakan itu?" Crabbe menatap piring Abraxas lapar. Sarapannya sendiri sudah habis, tetapi perutnya belum kenyang.

Tanpa melihat temannya, Abraxas dengan malas menggeser piring makanannya ke samping untuk dihabiskan Crabbe.

Crabbe langsung menerimanya dan makan dengan bahagia.

"Berhentilah menatap. Kau menyedihkan," ejek Lestrange. Dia ikut-ikutan tidak menikmati sarapannya karena harus menghadapi Malfoy yang terus melotot ke belakang bahunya.

Abraxas mengalihkan pandangannya ke Lestrange. Wajah datarnya perlahan berubah menjadi marah. "Kau, berhentilah menjadi sial dan katakan apa yang sudah kalian lakukan pada Hermione!"

Lestrange membanting sendoknya dan melototi Abraxas. "Pertama, perhatikan mulutmu. Kedua, aku tidak melakukan apa pun pada penyihirmu."

"Sulit sekali untuk dipercaya."

"Jika matamu melihat dengan benar, Malfoy, kau pasti melihat Dolohov yang memprovokasinya."

"Dan apa yang dikatakan Dolohov padanya?"

"Aku bukan informanmu." Lestrange mengangkat alisnya menantang, sudut mulutnya terangkat, menyeringai terhibur. "Kau harus menghadapinya jika menginginkan jawaban."

Abraxas berdiri dari kursinya, dia muak dengan Lestrange.

Dia sudah cukup kesal pada dua orang, satu tambahan lagi tidak akan membantu sama sekali. Sekarang yang dia butuhkan adalah ruang. Dia perlu menjernihkan pikiran, baru setelah itu dia bisa merencanakan pendekatan baru pada Granger.

Dalam hal ini, ketika dia setengah jalan untuk keluar dari Aula Besar, sudut matanya menangkap Granger yang sedang tertawa lepas bersama teman-temannya. Sontak dia kecewa.

'Bagus. Semua orang bahagia kecuali aku.'

Sambil menggerutu, Abraxas mempercepat jalannya, enggan melihat pemandangan memuakkan itu lebih lama.

.o0o.

Duduk di dalam ruang kelas kosong memberikan Abraxas ketenangan. Dari sekian banyak tempat yang bagus di Hogwarts, dia hanya mendapatkan ketenangan dan kenyamanan di ruang kelas kosong. Dia bisa tidak melakukan apa pun, hanya duduk merenung, tanpa seorangpun mengganggunya atau menganggapnya gila.

Abraxas sering melakukannya, terutama ketika dia mendapatkan begitu banyak tekanan. Baik itu dari ayahnya atau rekan-rekan Slytherin-nya.

Menjadi Malfoy, bagaimanapun, tidaklah semudah kedengarannya. Dia memainkan dua peran penting dalam hidupnya. Satu, sebagai pewaris tunggal Keluarga Malfoy. Dua, sebagai seorang Slytherin.

Artinya, selain diharuskan untuk menjaga kehormatan nama Malfoy, Abraxas juga harus melestarikan dirinya dengan baik di lingkungan sesama Slytherin. Dia tidak diperbolehkan mempermalukan keluarganya dan Merlin melarangnya untuk menunjukkan sisi lemahnya kepada rekan-rekannya.

Alasan sebenarnya kenapa Riddle menyuruh Dolohov memukulnya adalah karena 'kelemahannya' atas Granger. Ketika dia bersama Granger, perlahan-lahan kebiasaan buruknya yang suka membully muggleborn berkurang. Dia menjadi tidak punya waktu merusuh bersama Slytherin yang lain, tidak ketika Granger secara aktif menariknya dan mengajaknya keluar dari lingkaran toxic pertemanan Slytherin.

Slytherin yang lain jelas tidak menyukai itu. Mereka protes pada Riddle tentang bagaimana Malfoy telah dikalahkan oleh penyihirnya. Malfoy tidak lebih dari penyihir lemah. Kemudian Riddle hanya memberi makan antek-antek-nya dengan mengizinkan Dolohov memukulnya.

Sejauh ini Abraxas masih bisa bertahan dari itu. Dia melakukan pelestarian diri sejauh yang dia bisa. Lebih berhati-hati dalam memposisikan dirinya, sering memakai topeng keangkuhan dan ketidakpedulian sebagai mekanisme pertahanan dirinya.

Ketika dia lemah dan orang lain memperhatikan hal itu, dia akan dimakan habis olehnya. Karena itulah dia memasang topengnya sebaik mungkin dan hanya melepaskannya ketika dia sendirian.

Seperti sekarang. Abraxas menyandarkan punggungnya di sandaran kursi dengan kepala menengadah. Mata abu-abunya menatap langit-langit ruangan dengan sendu.

"Aku sangat peduli padamu," gumam Abraxas. Masih menatap langit-langit yang tinggi, berharap kalimat itu sampai pada seseorang. Seseorang yang kini tidak ingin bicara dengannya.

Awalnya Abraxas tidak ingin mengakuinya, dia menyangkal perasaan yang dia rasakan saat ini. Namun, duduk sendirian dan meratapinya hanya membuatnya tambah sadar.

Betapa dia merindukan Granger.

Dia tidak tahu pasti kapan dia mulai peduli pada Granger, kapan dia menganggap Granger penting baginya, sampai-sampai dia rela dipukuli karena penyihir itu. Yang dia tahu sekarang adalah bahwa kepedulian itu telah membawanya pada perasaan rindu.

Abraxas bisa menerima tuntutan ayahnya. Dia bisa bertahan dengan perundungan yang dilakukan Riddle lewat antek-antek-nya. Namun, dia tidak bisa dengan yang satu ini ....

Dia tidak bisa jauh-jauh dari Granger.

Itu menambah peran baru dalam hidupnya. Peran yang sempat dia anggap remeh, tetapi berubah menjadi peran favoritnya. Menjadi tunangan Granger.

Dia suka diingatkan bahwa interaksinya bersama Granger selalu menghidupkannya. Bagaimana Granger menariknya dari energi negatif ke energi yang lebih positif. Mengubah debaran kecemasan menjadi debaran yang menyenangkan.

Abraxas menarik napas dalam. Dia bisa merasakan itu, debaran yang kini terjadi di dalam tubuhnya. Jantungnya merespon dengan cepat ketika otak dan hatinya sedang memikirkan Granger.

"Aku benar-benar dalam masalah."

Suara deritan kursi yang terdorong tiba-tiba olehnya memenuhi ruang kelas kosong. Abraxas merogoh saku celananya dan menarik tongkat sihirnya keluar. Dia menyulap sebuah perkamen dan menuliskan pesan.

Pukul 5 sore,
Ruang Kelas Kosong di Lantai Satu.
Kita benar-benar perlu bicara.
Jangan berani-berani menolak pesanku!

Abraxas tidak membubuhkan namanya, dia yakin Granger akan langsung tahu itu adalah pesan darinya. Setelah selesai dengan tulisan, dia menggerakkan tongkat sihirnya untuk memantrai perkamen yang sudah siap agar terlipat menyerupai burung dan terbang menuju Granger.

Abraxas menyadari satu hal penting hari itu. Bahwa dia bisa menghadapi tantangan apa pun dalam hidupnya, asalkan dia punya Granger bersamanya. Jika tidak ....

"Aku akan mendapatkan Granger kembali bagaimanapun caranya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 08, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lord MalfoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang