Part 17

2.2K 271 82
                                    

Itu adalah momen yang canggung, untuk berjalan bersama Tom Riddle dan berusaha tampil setenang mungkin. Hermione nyaris membasahi telapak tangannya sendiri dengan keringat.

Dia takut tentu saja. Tapi diluar dari itu, dirinya juga penasaran, ada urusan apa sampai Profesor Slughorn meminta kehadiran mereka?

Sambil tetap menjaga jarak yang aman dari penyihir di depannya, Hermione menatap Voldemort muda dan membandingkannya dengan versi dirinya yang lebih tua, yang diceritakan oleh Harry padanya.

Dia tidak akan mengakui secara jelas, tapi Tom Riddle bisa sangat tampan jika dia menginginkannya. Terbukti dari populasi perempuan di Hogwarts yang telah memberinya julukan Prince ini.

Merlin. Dia bahkan belum berumur tujuh belas.

Setelah perjalanan yang canggung itu, mereka berhenti di depan sebuah pintu dan mengetuk.

Tak butuh waktu lama bagi Profesor Slughorn muncul dan menyuruh mereka masuk.

"Ahh! Ini dia murid-murid favoritku!" Kata seorang pria gemuk yang sangat bersemangat.

Hermione memperhatikan Profesor itu dengan penasaran. Ditengah ruangan kini ada meja besar yang penuh dengan alat-alat membuat ramuan.

Rupanya, mereka dibutuhkan di sini untuk membantu membuat ramuan, menambah persediaan yang sudah kosong di sayap rumah sakit.

Menurut pembelaan Profesor Slughorn, ramuan-ramuan itu sangat cepat habis karena pertandingan Quidditch yang brutal. Madam Pomfrey harus bolak-balik datang dan membawa persediaan ramuannya.

Jadilah mereka berdua sibuk membantu sampai jam makan malam tiba. Mereka tidak mengatakan apapun, tidak mengobrol atau juga berbasa-basi kecil. Mereka hanya fokus pada pekerjaan masing-masing.

Saat mereka selesai menyimpan barang-barang pada tempatnya, Riddle mengajaknya berjalan ke Aula Besar bersama untuk makan malam. Hermione bagaimanapun tidak bisa menolak, toh dia sendiri sedang kelaparan.

Mereka kemudian keluar dari ruang bawah tanah Profesor Slughorn dan langsung menuju ke Aula Besar.

Suasana tetap canggung seperti sebelumnya. Hermione mengutuk nasibnya yang tidak menyenangkan, harus terjebak dalam atmosfer yang buruk ini. Itu mempengaruhi suasana hatinya, begitupula raut wajahnya.

Orang mungkin akan berpikir Riddle telah melakukan sesuatu padanya, melihat dari wajah cemberutnya yang dalam. Atau…

Begitulah cara Abraxas menemukannya.

“Granger, kau baik-baik saja?”

Abraxas berjalan mendekatinya, ekspresi khawatir yang nyaris tidak ditutupi terpampang di wajahnya.

Bagaimana tidak? Dia berjalan sendirian bersama Tom Riddle dengan ekspresi cemberut. Abraxas mungkin sedang membayangkan skenario apa yang bisa terjadi pada mereka di kepala pirangnya.

“Abraxas!”

Hermione tidak bermaksud membuat itu menjadi seruan antusias. Merlin, tidak!

Tapi begitulah yang mereka semua tangkap saat mendengar teriakan leganya. Apalagi, saat kakinya memiliki pikirannya sendiri dan berlari kecil menuju ke Abraxas juga.

Jika Abraxas tidak terlalu khawatir tentang fakta bahwa gadis itu berjalan sendirian bersama Riddle, dia akan senang menggodanya. Kapan lagi Granger akan senang melihatnya dan meneriakkan namanya seperti itu?

“Abraxas,” gumam Hermione saat dia berhenti tepat di depannya. Agak kehabisan nafas setelah aksi lari kecilnya.

Mereka tidak jauh dari pintu masuk Aula, dan suara bising anak-anak di dalam menjadi background.

Lord MalfoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang