Bengkel5: Mengaku Kepada Mang Saki

8.6K 205 15
                                    

"Nto! Hei, kamu malah bengong!" Mang Saki mengguncang bahu Yanto.

"E-i, iya, Mang?" Yanto gelagapan.

"Kamu malah bengong di depan pintu. Ada apa, Nto, kok tumben mampir ke sini?"

"I-ini, Mang, Yanto mau mengantarkan titipan Ibuk buat Mamang." Yanto mengangkat plastik hitam yang dibawanya.

"Apa itu, Nto?"

"Rebus boled, Mang. Ta-tadi sore Ibuk rebus banyak." Yanto belum sepenuhnya menguasai diri.

"Aih, mani merepotkan sampai dibawain ke sini. Ya sudah Mamang terima ya. Kamu masuk dulu atuh," ajak Mang Saki.

"Iya, Mang."

Yanto membuntuti Mang Saki ke dalam rumah. Matanya tajam melihat punggung bidang Mang Saki yang liat. Gagah.

Ia duduk di tikar di ruang tengah sambil menonton TV. Sedangkan Mang Saki membawa plastik tadi tadi ke dapur untuk memindahkan rebus boled ke piring.

"Nto, kamu mau bikin minum apa, teh atau kopi?" Tanya Mang Saki agak kencang dari dapur.

"Nggak usah repot-repot, Mang," jawab Yanto.

"Enggak repot atuh, kan bikinnya sekalian," jawab Mang Saki.

"Kalau begitu saya mau teh aja, Mang."

"Tunggu ya!"

Tidak ada acara TV yang menarik menurut Yanto. Di rumah pun dia jarang menonton. Jadi matanya justru memindai ke seluruh sudut rumah. Tatapannya berhenti di pintu kamar yang dulunya kamar Mang Burhan, dulu di kamar itu ia pernah menyepong Mang Burhan saat rumah sedang sepi.

"Ini, Nto, minumnya." Suara Mang Saki yang menyodorkan nampan membuyarkan lamunan Yanto. Dua gelas teh manis panas terlihat mengepulkan uap. Rebus boled yang tadi dibawakan malah disajikan lagi. "Maaf, Nto, sedang tidak ada makanan, jadi bolednya saya keluarkan lagi, hehe."

"Enggak apa-apa, Mang. Lagian Yanto sudah kenyang soalnya sudah makan. Terima kasih, Mang, tehnya."

"Iya, sok diminum atuh. Mamang tinggal dulu ya, mau pakai baju dulu."

Mang Saki masuk ke kamar di seberang tempat Yanto sedang duduk. Tidak ada pintunya, hanya gordeng kain warna cokelat yang menutupi. Ada sedikit celah yang membuat Yanto bisa mengintip ke dalam kamar. Sayangnya, lemari baju ada di sisi yang terhalang tembok jadi Yanto tidak bisa melihat Mang Saki sedang memakai baju. Daripada kecewa, Yanto menyeruput teh manis panasnya, dan seketika tenggorokan dan perutnya menghangat.

Tak lama kemudian Mang Saki keluar kamar mengenakan kolor pendek. Atasannya telanjang memperlihatkan guratan dada yang kekar dan dua puting cokelat yang masih mencuat. Yanto menelan ludah, darahnya berdesir tipis. Dia bisa melihat rambut-rambut halus yang membentuk garis lurus dari pusar menuju bawah ke selangkangan.

Pasti lebat. Yanto membayangkan perkakas Mang Saki yang dirimbuni gundukan bulu.

"Maaf ya, Nto, Mamang koloran. Nyaman begini kalau sedang di rumah," ucap Mang Saki ikut duduk di dekat Yanto.

"Iya, Mang, enggak apa-apa."

"Oya, Nto, Mamang boleh nanya sesuatu ke kamu?"

Yanto jadi was-was. "Bo-boleh, Mang, memangnya mau tanya apa?"

Mang Saki menatap Yanto dengan ekspresi serius. Tetapi terlihat gestur enggan juga, Mang Saki kelihatan agak gugup. "E, gimana ya ngomongnya?"

"Kok gimana ngomongnya? Mamang tinggal tanya aja, nanti Yanto jawab kalau bisa jawabnya."

"Ini soal-" Mang Saki gusar. "Soal hubungan kamu sama Burhan. Ada hubungan apa sebenarnya?"

Deg!

MONTIR KETAR-KETIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang