Bengkel26: Penasaran

4.7K 165 29
                                    

"Tapi, Pak-" Yanto ragu. Nyalinya mendadak menciut. Mana mungkin dia ngewe bapak sendiri, pikirnya.

"Cuma nyoba aja, Nto, biar Bapak tahu rasanya gimana. Kata kamu kan sakit, Bapak mau tau segimana sakitnya, biar bisa memperlakukan kamu dengan baik. Kamu mau ya?" Ucap Bapak menenangkan anaknya yang kelihatan bingung dengan permintaannya.

"...."

Bapak menurunkan sempak bagian belakang hingga belahan pantatnya kelihatan. Dia yang dalam posisi tengkurap tidak bisa leluasa menurunkannya. Ia berharap Yanto akan membantu tapi tidak ada pergerakan.

"Nto!" Bapak menengok memanggilnya.

Yanto malah terpaku memandangi pantat Bapak yang setengah terbuka.

"I-iya, Pak," jawab Yanto terbata.

"Kamu kok malah bengong. Dicoba ya!" ujar Bapak meyakinkan.

"Bakal sakit, Pak. Enggak apa-apa?"

Bapak malah tersenyum. "Bapak kayaknya lebih kuat dari kamu, Nto, pasti tahan. Kalau pun enggak tahan, ya kita berhenti saja."

Yanto gugup. Ia meremas tangannya karena gemetar. Yang membuat Yanto segan karena lawannya Bapak sendiri. Selama ini dia melayani nafsu Bapak karena memang menyukainya sekaligus bukti bakti, dan tidak pernah terlintas sekali pun ia akan berbuat sebaliknya.

"Enggak apa-apa, Nto. Kamu lakukan saja ya. Bapak siap."

"I-iya, Pak." Yanto menurut.

Yanto pun menurunkan kolornya hingga kontolnya yang ngaceng bisa lepas dari kungkungan. Ukuran kontolnya lumayan gede dan kelihatan kuat. Namun di usianya yang 17 tahun, belum terlalu kelihatan perkasa seperti milik Bapak. Persamaannya hanya di rambut yang mengelilinginya, baik Yanto atau Bapak, sama-sama lebat bak belantara.

Melihat Yanto mengocok kontolnya membuat Bapak deg-degan. Keyakinannya turun seiring bayangan rasa sakit yang bakal ditimbulkan saat kontol anaknya memasukinya. Tapi ia enggan menarik ucapannya. Bapak mengangkat pantatnya agar Yanto mudah menemukan lubang yang mesti dimasuki. Yanto langsung paham harus berbuat apa.

"Jangan lupa dikasih minyak dulu, Nto," ingat Bapak.

"Iya, Pak."

Yanto meminyaki jemarinya dan ia usapkan ke anus Bapak. Jarinya perlu membelah lipatan pantat agar minyaknya tidak berantakan kemana-mana. Saat kerutannya disentuh Yanto, anus Bapak berkedut-kedut.

"Shhh...," desis Bapak lirih. Tulang punggungnya bergerak-gerak menegang.

"Yanto masukin ya, Pak."

"Pelan-pelan saja, Nto."

Tangan kirinya melebarkan lipatan pantat, sedang tangan kanan mengarahkan kontol ke depan gerbang kenikmatan yang masih 'perawan'. Kedutannya makin kentara begitu kepala kontolnya menempel. Yanto memposisikan tubuhnya dengan nyaman, agak condong ke depan. Ia menekan pinggulnya ke bawah tepatnya ke anus Bapak yang sempit.

"Tahan ya, Pak," ujar Yanto saat kontolnya menekan masuk.

"Uhhh, ssssshh," desis Bapak menahan perih dan mules. Dengan sendirinya otot anusnya menolak dengan merapatkan lubangnya. Tapi desakan pinggul Yanto membuat kontolnya tetap memaksa masuk.

"Ohhh!" Bapak mengaduh begitu kontol Yanto menembus cincin anusnya.

Gesekan kontol Yanto terasa panas. Mulesnya tidak kunjung hilang, perihnya malah bertambah-tambah. Bapak merasa langsung kehilangan tenaga. Ia melemaskan sekujur badan termasuk otot anusnya.

"Emphhh, awwwhhhhh!" Bapak sigap menahan paha Yanto agar berhenti mendorong. Tadi kayaknya Yanto menekan dengan agak kencang. "Huuh, huuh, beneran sakit ternyata," ucap Bapak menggeleng-gelengkan kepala sembari membuang nafas dari mulut.

MONTIR KETAR-KETIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang