Bengkel11: Awal Mula

6K 184 7
                                    

Orang demam kerap mengigau dalam tidurnya. Sering terbangun karena kepanasan. Mang Saki pun demikian, dan setiap kali ia terbangun, Yanto menyodorkan minum agar ia tidak dehidrasi. Sebab keringat yang keluar lumayan banyak.

"Minum dulu, Mang."

Mang Saki akan bangun setengah badan. Matanya terbuka sedikit, helaan nafasnya masih keras. Ia menyeruput minumnya lalu setelah itu kembali merebahkan diri. Yanto membenahi sarungnya agar tetap tertutup.

Tugas berikutnya adalah membantu Mang Saki mengganti baju. Kaos yang dikenakannya selalu kuyup keringat dan berbau tak sedap. Jika sudah terlalu basah, Yanto akan membantu mencopotnya. Ia juga akan melap sisa keringat di badan Mang Saki sebelum dipakaikan kaos kering baru.

Pertama kali melihat badan Mang Saki tanpa baju membuat Yanto menelan ludah. Dadanya berdesir.

Glek!

Yanto baru lihat tubuh telanjang Mang Saki. Ternyata bagus. Dadanya bidang dan liat, guratannya jelas terlihat. Perutnya samar-samar menunjukkan roti sobek, dan yang paling menantang adalah putingnya yang mencuat. Orang dewasa itu putingnya kelihatan matang. Agak gede, cokelat gelap, dan mencuat.

Tapi menikmati tubuh seindah yang dimiliki Mang Saki saat yang punyanya sakit tidak membuat Yanto berpikir yang aneh-aneh. Ia tetap fokus mengurus Mang Saki agar demamnya lekas turun.

Sampai pukul satu dini hari, Yanto awas menjaga Mang Saki. Walau beberapa kali harus ketiduran sebentar di tepi ranjang, Yanto akan cepat terjaga ketika mendengar Mang Saki mengerang dan merintih. Obat yang dibawakan Ibuk sudah diminum. Dan kelihatannya sudah bereaksi.

"Nto!"

Yanto terperanjat membuka mata. Ia mendapati Mang Saki sudah memegang jemarinya.

"Iya, Mang."

"Demam Mamang sudah turun. Mamang mau ganti baju lagi. Minta tolong ambilkan ya di lemari. Sekalian celana kolor Mamang. Yang ini lembab pisan."

Yanto meraba dahi Mang Saki dengan punggung tangannya. Panasnya sudah normal. Yanto menghela nafas penuh kelegaan.

"Iya, Mang, sebentar."

Yanto bangkit mengambil baju di lemari dan diberikan ke Mang Saki.

Mang Saki mengganti baju di ranjang. Ia melepaskan semua pakaiannya sampai bugil. Lalu ia mengenakan kolor dan dilanjutkan pakai kaos. Sempak yang diambil Yanto tidak dipakainya.

"Biar enggak sesak," terang Mang Saki tahu dengan raut wajah Yanto yang keheranan.

Yanto mengangguk memahami.

"Nto, kamu tidur di sisi Mamang ya. Jangan tidur sambil duduk, pasti enggak nyaman."

"Yanto takut Mamang tambah kepanasan."

"Sekarang mah enggak atuh. Mamang sudah baikan ini. Hayuk kita tidur lagi!"

Mang Saki merebahkan diri di sisi dekat dinding. Selimut tebal sudah dijatuhkan ke lantai. Mang Saki hanya pakai sarung untuk menutupi badannya.

"Sini, Nto!" Mang Saki menepuk bantal kosong di sisi kanannya.

Yanto naik ke ranjang. Ia tiduran juga. Mang Saki bergerak menyamping menghadap Yanto.

"Hatur nuhun pisan, Nto, sudah ngurus Mamang."

"Sami-sami, Mang. Mamang harus sehat lagi."

"Iya, Nto. Pasti atuh."

Mang Saki bergerak lagi menghadap langit-langit kamar. Tetapi tangannya meraih jemari Yanto dan ia pegangi. Mang Saki dan Yanto mencoba memejamkan mata dengan posisi bersisian, tangan berpegangan. Hanya beberapa saat saja keduanya sudah terlelap. Kalau Mang Saki bisa gampang tidur karena efek samping obat. Sedangkan Yanto karena ia sebenarnya kecapekan dan tidurnya tadi setengah-setengah jadi masih mengantuk berat.

MONTIR KETAR-KETIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang