Our Time

419 115 56
                                    

Disclaimer ~ Masashi Kishimoto
Warning: AU, OOC, Typo

Cerita ini di buat hanya untuk bersenang2 saja.
Don't Like Don't Read

.

.

.

Hinata berjalan pelan menyusuri koridor menuju lokernya. Melewati dalam diam beberapa siswa yang tidak sengaja berpapasan dengannya.
Jam istirahat membuat seluruh sudut sekolah hampir penuh saking ramainya.
Ia hendak mengambil buku fisika yang ada di dalam loker. Berniat mengerjakan tugas yang diberikan Asuma-sensei sehari yang lalu di ruang klub. Tatkala hendak berbalik, langkahnya terhenti oleh sapaan Toneri dan seorang anak perempuan berambut pirang pucat yang berjalan bersamanya. Matanya terlihat memuja dan mendamba pada punggung tegap Toneri. Pandangan tak biasa yang bisa ditebak artinya oleh siapapun yang kebetulan melintas.

"Yoo, my little love," ujarnya sambil mengulas senyum. Memasukkan kedua tangan pada kantong celananya seraya berlalu beriringan bersama anak perempuan tadi yang kini wajahnya menekuk sebal cemberut.

Tidak menghiraukan sapaan Toneri, Hinata pun beranjak berlawanan arah dengan mereka. Di sepanjang perjalanan ia mencoba mengingat-ingat siapa gadis di sebelah Toneri. Sepertinya mereka pernah bertemu sekilas. Tapi di mana? Mata violet gadis itu kelihatan tidak ramah, tidak suka saat mereka tak sengaja bersitatap. Kelakuan Toneri padanya selalu aneh dan bikin salah paham siapapun orang yang kebetulan melihatnya.
Oh pleasee, nyatanya Hinata maupun Toneri tidak akan pernah mengumumkan perihal hubungan romantis yang sejatinya memang tidak terjalin diantara mereka berdua.

...

"Hoii, awaas bolanya!" Seru anak lelaki, saat sebuah bola basket hampir mengenai tempurung kepala Hinata jika saja tidak ada tangan sigap seseorang yang menahannya.
Beberapa anak perempuan yang menyaksikan sempat berteriak nyaring mengira bola basket itu akan mengenai sang primadona sekolah.

"Lempar yang benar," gerutu seorang siswa sambil memantulkan kembali bola basket tersebut pada pemiliknya. "Nyaris saja kepalamu jadi korban. Apa hobimu berjalan sambil melamun, hm?" Hinata menengadah. Ah, rupanya Naruto. Sejak kapan pemuda itu ada di samping Hinata?

Mata Naruto menyipit kala senyum lebar terpatri pada wajahnya. Tanda lahir serupa kumis kucing menambah gemas paras lelaki pujaan Hinata itu.

"Thanks a lot, Naruto," seru Hinata.
Sifat abai dan dinginnya selalu terasa mencair tatkala bersinggungan dengan Naruto. Satu-satunya kaum lelaki istimewa yang Hinata berikan atensi penuh pada setiap kehadirannya di sekitar gadis itu.

Mereka berjalan perlahan bersisian. Hinata hendak menuju ruang klub dengan ditemani oleh Naruto yang kebetulan bertemu tanpa sengaja. Langkah mereka yang lambat hanya ditemani kebisuan yang mengiringi ditengah hiruk pikuk siswa yang meramaikan jam istirahat.

"Ibuku akan berulang tahun minggu depan. Tapi aku bingung harus memberi apa, aku tidak banyak tahu selera perempuan," paparnya pada Hinata yang menyimak.
Gadis itu terlihat berpikir sejenak. Memikirkan dengan serius sesuatu yang sekiranya akan disukai oleh ibu Naruto sebagai hadiah. Sejujurnya ia agak kaget dengan paparan Naruto mengenai hal ini.

.

Langkah mereka secara alami bergerak menuntun menuju lapangan sepak bola outdoor. Memutuskan duduk berdua di bawah pohon oak di sudut lapangan yang tidak memberi celah sinar matahari untuk menerobos.
Pohon oak itu merupakan salah satu icon tertua di sekolah Hinata. Pohon tua nan tinggi menjulang mempunyai cabang-cabang yang melebar seperti sayap malaikat yang menaungi mereka.
Pohon yang konon dipercaya berhubungan dengan mitologi dewa-dewa kuno. Semenjak dulu digunakan sebagai sembahan yang berhubungan langsung dengan dewa.

School : The Beginning [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang