Her Childhood friend

254 64 37
                                    


Hidup hanya sekali, maka hargailah orang yang kau sayangi
🍁 Namikaze Minato 🍁




-Toneri-






Sungguh menjengkelkan. Rasanya lorong Rumah Sakit Universitas Konoha ini begitu panjang tak berujung.
Hanya untuk mencapai ruang operasi saja butuh waktu beberapa menit.

Setelah bertanya pada perawat yang kami temui, akhirnya terlihat lah seseorang yang kami kenal sedang duduk di bangku sana.
Isaknya jelas terdengar. Bahu bergetarnya juga nyata terlihat.

Bibi Kaguya, tidak pernah terlihat terpukul, kacau dan semenyedihkan itu sebelum nya.
Tidak selama aku mengenalnya selama ini.





🍁 School The Beginning 🍁





Matanya merah membengkak masih mengeluarkan air mata yang kian jatuh menderas.
Ibu ku langsung memeluknya untuk berbagi ketenangan. Aku pikir memang itu lah yang beliau butuhkan saat ini.
Kami bertiga duduk sejajar pada bangku tanam di depan ruang operasi. Sembari menunggu dengan perasaan tak menentu.

Tak lama, seseorang yang memang seharusnya ada di sini datang. Berlari seperti orang kesetanan menghampiri kami yang masih duduk gelisah. Dia bergetar. Napasnya terengah dengan wajah memucat.

Aku hendak berdiri dan menyapanya. Akan tetapi, niat itu sudah pupus duluan saat bibi Kaguya melakukan hal tak terduga padanya.


Plak!


Tamparan itu melayang dengan cukup keras. Ku pikir bibi Kaguya mengerahkan seluruh tenaga nya hingga sudut bibir lelaki itu  mengeluarkan darah.

"Brengsek! Apa yang Iblis sepertimu lakukan di tempat seperti ini, hah? Apa kau ke sini hanya untuk memastikan putri ku benar-benar tewas? Bedebah, pergi kau dari sini brengsek! Jangan pernah berani menampakkan wajahmu di hadapan ku!"

Aku sungguh tidak mengerti. Bibi Kaguya tiba-tiba saja berdiri dari duduknya dan menampar Naruto dengan keras. Pasti rasanya menyakitkan.
Lelaki yang baru saja datang itu adalah Uzumaki Naruto. Aku sendiri yang menghubungi nya dalam perjalanan menuju Rumah Sakit.

Ibu berdiri menahan bibi Kaguya yang hendak melayangkan tamparan untuk kedua kali nya.
Tak ingin suasana kian memanas, aku pun berinisiatif membawa Naruto pergi menjauh dari sana. Setidak nya mengamankan diri dari emosi bibi Kaguya yang tidak ku mengerti penyebab nya apa.
Naruto mengikuti ku tanpa banyak protes. Rasanya ada sesuatu yang salah diantara mereka berdua.

.

.

Kami duduk di bangku pojok dekat mesin penjual kopi instan.
Suasana Rumah Sakit yang cukup sepi hari ini, setidaknya cukup memberi privacy yang layak untuk bicara empat mata.

"Kenapa bisa begini? Apa yang sebenarnya terjadi?"

"Bukankah seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu? Ada apa dengan Hinata? Seharusnya kau yang paling mengetahuinya 'kan? Dan ... Apa yang terjadi diantara kau dan bibi Kaguya, Naruto?"

Naruto hanya menunduk dalam diam. Mengabaikan satu cup kopi dalam keadaan masih mengepul.
Bahunya melemas turun, bergetar dengan kentara tanpa berniat menyembunyikan.
Haruskah aku merasa takjub sekarang?

"Ini semua salahku,"

dia menangis dengan amat lirih. Semakin dalam menundukkan kepala pirangnya demi membiarkan emosinya meluruh.
Aku tidak tahu jenis tangisnya. Apakah itu tangis kesedihan, atau tangis penuh penyesalan. Atau mungkin saja kombinasi keduanya.
Karena ini adalah pertama kali nya aku melihat seorang lelaki tidak menahan laju air matanya.




School : The Beginning [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang