Masa lalu kita nyaris sama
Hanya jalur sebagai pembeda
Luruhkan dendam dengan asa
Nikmatilah bahagia yang tercipta
🍁 School : The Beginning 🍁
Hanya waktu yang bisa menyembuhkan luka dan kedukaan.
Agaknya, Naruto mulai menyangsikan hal itu. Sebab waktu, tidak pernah benar-benar menyembuhkan lukanya yang masih terasa sakit, perih, dan menganga lebar. Luka sayatan yang amat dalam. Menyebabkan kedukaan tiada berujung ketika obat penyembuhnya berada jauh dari jangkauan. Menawan hatinya secara telak, membawa serta nyaris separuh jiwanya.
Bertahun-tahun ia meyakinkan diri, bahwa suatu saat gadis itu akan kembali ke Jepang. Ke Konoha, di mana semua awal kisah manis dan sedu sedan mereka berawal. Nyaris sepuluh tahun berlalu, harapan hanya tinggal harapan belaka.
Semua hal sudah pernah Naruto coba lakukan. Mencari tahu Rumah Sakit tempat Hinata di rawat, menghubungi teman-teman SMA mereka mengenai alamat atau surel gadis itu, dan semua hal yang sekiranya mampu membawa ia bisa menemui Hinata. Kendati hanya melalui layar pun tak apa.Nihil. Tidak satupun yang membuahkan hasil. Seakan gadis itu bepergian ke planet atau dimensi lain. Amat sulit dijangkau keberadaannya oleh Naruto. Bantuan yang ia harap untuk terjadi, tidak semudah itu ia dapatkan.
Sakura, satu-satunya teman yang begitu ia percayai dan harapkan untuk buka suara, justru tidak pernah membuka mulut semudah yang ia pikirkan. Seperti permukaan batu yang menolak menjadi cekung oleh hunjaman tetes air ribuan kali. Gadis itu bersikeras bahwa dia dan yang lain hanya diberitahu bahwa Hinata dibawa ke Inggris. Alamat tempat tinggal dan Rumah Sakit, tidak ada satupun dari mereka yang dipercayai untuk dibagi oleh keluarga Hinata.
"Percuma. Jika kau meminta informasi dari Toneri, dia pun akan memberi jawaban yang sama denganku."
"Pemuda itu satu-satunya kawan baik Hinata. Aku sangsi jika Toneri tidak mempunyai informasi apapun," sergah Naruto tak percaya.
Sakura mendesah panjang. Enggan berdebat dengan penyelamatnya bertahun-tahun lalu. Maka dengan perkataan yang membesarkan hati, gadis yang kini mulai berpikiran jauh lebih dewasa setelah melalui banyak hal, melayangkan sebaris kalimat penghiburan dan peringatan.
"Dewasalah, Naruto. Biarkan Hinata menjalani pengobatannya dengan tenang. Jangan pernah untuk coba mengusiknya lagi mengingat serentetan hal buruk yang menimpanya akibat ulahmu. Aku tahu, ini terdengar sulit dan berat bagimu. Tapi tolong, berusahalah tegar untuk melanjutkan hidupmu, dan berhentilah menjadi mimpi buruk bagi hidup orang lain."Perkataan itu terdengar kejam dan menyakitkan. Seperti gunting tajam yang berhasil merobek pikiran-pikiran Naruto menjadi serpihan kecil yang tak akan mampu ia susun kembali seperti sedia kala.
Sakura berkata dalam hati. Bahwa harus ada seseorang yang mengingatkan Naruto untuk menjadi sosok yang dewasa dan mulai belajar mengikhlaskan beberapa hal dalam hidupnya. Termasuk soal Hinata, sahabat mereka.Ia sendiri sudah cukup muak dan terkejut. Tidak pernah menyangka bahwa Naruto akan sebegitu kejamnya terhadap gadis yang ternyata ia sayangi. Walaupun, definisi menyayangi pemuda itu sungguh aneh dan nyeleneh.
Sakura lalu menuntunnya masuk ke dalam mobil. Memberi tatapan memelas untuk segera pergi dari rumahnya pada Paman Shikamaru, dan melayangkan tatapan prihatin pada sosok Naruto yang kini hanya menatap kosong pada objek abstrak.Tak lama kemudian, terdengar deru halus mesin kendaraan yang perlahan meninggalkan halaman rumah Sakura yang kecil. Menyisakan jejak-jejak berupa harapan yang hancur, segumpal rasa kasihan, dan raut menyesal di wajah cantik Sakura.
Ini demi kesembuhan dan ketenangan sahabatnya. Berdusta pun tidak masalah. Sebab gadis itu, sudah benar-benar menjadikan Hinata bagian dari rotasi hidupnya. Sahabatnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/321142331-288-k249702.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
School : The Beginning [✔️]
Fiksi Remaja•NaruHina• #1 NaruHina - (01/02/2024) Klub Membaca kekurangan anggota. Sebagai Ketua Klub yang bertanggung jawab, Hinata pun harus berusaha mendapatkan setidaknya 4 orang lagi untuk mempertahankan klub itu. Namun siapa sangka. Para anggota yang ia r...