Her Partner in Crime

241 57 34
                                    


-Sakura-



Apa kalian pernah mendengar suatu ungkapan, Penyesalan itu selalu datang terlambat. Jika di awal, namanya adalah pendaftaran.
Aku merasa konyol saat mendengarnya pertama kali tapi juga sedikit membenarkan hal itu.

Andai saja dulu aku tidak meremehkan ungkapan itu, barangkali tiada penyesalan yang kurasakan saat ini.
Satu nama yang terus berputar di kepalaku membuatku tidak nyaman akhir-akhir ini.
Hyuuga Hinata, seseorang yang menyesal pernah ku kenal dengan sengaja di beberapa waktu belakangan.

Tepatnya, aku mengenalnya di waktu yang salah.



...


Aku menyesal menyetujui permintaan Naruto, dan aku mengakuinya.
Andai bisa memutar waktu, dengan tegas ku tolak permintaannya untuk menjalin pertemanan dengan Hyuuga Hinata.
Namun di sisi lain, aku juga tidak bisa memungkiri bahwa Naruto lah yang banyak berkontribusi atas tahun-tahun yang telah lalu di hidup ku dengan Sasori-nii.

Jujur saja, ini membuatku meledak saat memikirkannya. Jadi tidak mungkin aku menolak permintaannya kan?

Sejak kecil aku dan kakak ku sudah sering mengecap pahitnya kehidupan. Jangan mengataiku berlebihan. Dan tolong jangan berkomentar jika kalian tidak pernah merasakan kelaparan selama tiga hari berturut-turut.
Aku dan Kakak ku hanyalah anak kecil dan remaja yang kurang beruntung.
Kami kekurangan kasih sayang dan tidak punya tempat tinggal yang layak. Haruskah ku sebut rumah,  Panti Asuhan tempat ku tinggal dengan ibu asuh yang kejam dan sering memukul?
Hanya orang tidak berperasaan yang dengan bodoh akan menyetujuinya.

Dulu sekali, seingatku saat aku berumur 7 atau 8 tahun.
Seorang keluarga kaya-raya bersama menantu dan cucu mereka, datang ke Panti Asuhan dengan cara rahasia. Tidak ada pewarta berita yang mereka sewa untuk menunjukkan betapa mulia dan dermawannya mereka, datang ke tempat kami untuk memberikan sumbangan uang dan bahan makanan yang cukup banyak.
Aku melihatnya sendiri, saat berpisah dengan anak-anak yang dibariskan rapi untuk menyambut kedatangan mereka.
Aku kelaparan dan berniat mencuri makanan di dapur. Pemilik Panti orang yang kejam dan pelit. Membuatku marah tiap aku kembali teringat titisan penyihir itu.

Di koridor belakang, sebelum berhasil mencapai pintu dapur, aku ketiban sial.
Salah seorang pegawai dapur yang kebetulan melintas melihat gerak gerikku yang mencurigakan.
Dia pun menangkapku. Menyeretku dengan tidak sabaran menuju dapur untuk mengeksekusi bocah kelaparan sepertiku.

Aku berdiri di dekat meja prepare dapur yang besar dan terbuat dari kayu berkualitas.
Kedua tanganku terjulur ke depan dengan telapak tangan yang terbuka.
Ku pikir, kalian bisa menebak hukuman macam apa yang aku terima.
Benar sekali. Kedua telapak tanganku dipukul oleh rotan panjang yang selalu tersedia untuk menciptakan ancaman dan ketakutan kami di Panti.

Tak puas dengan kedua telapak tanganku yang memerah sakit, wanita gemuk dan jahat itu beralih ke belakang tubuhku. Memecut betisku dengan kejahatan yang bahkan tidak berhasil kulakukan.
Aku tahu, dia menunggu tangisan dan luapan amarah. Namun aku tidak membiarkan diriku untuk bersikap lemah di hadapannya.
Tidak akan kubiarkan wanita tua ini menang dengan jatuhnya air mataku.

Tiba-tiba saja pintu dapur terbuka lebar, menampakkan sosok anak lelaki pirang seumuranku sambil menggendong anak kucing.
Keadaan kami sungguh kontras. Dia berdiri di sana, dengan pakaian bersih dan wanginya tercium olehku. Badannya terlihat terawat dan punya warna mata biru cemerlang.
Sedangkan aku, pakaian layak saja tidak punya, bagaiman dengan merawat tubuh yang penuh luka memar dan bebas pecutan?

"Kenapa dia dipukul?"
Satu pertanyaan darinya muncul, yang ternyata adalah penghubung terciptanya jalinan pertemanan kami bertahun-tahun lalu hingga detik ini.




School : The Beginning [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang