Bab 21

579 51 0
                                    

"Kenapa Vi?" tanya pemilik restoran yang bernama Fery.

"Ayah di panggil Bunda katanya suruh nganterin Bunda beli keperluan" jawabnya.

"Astagfirullah Ayah lupa, oh iya Vi kenalin ini Nak Zio anaknya Pak Ahmad" ucap Pak Fery memperkenalkan Zio kepada Vivi.

"Vivi" ucapnya sambil mengulurkan tangan ke Zio.

"Zio" jawabnya sambil menerima uluran tangan tak hanya itu Zio pun memberikan senyuman.⅞⅞

"Ehem, udahan kali salamannya betah banget" ucap Pak Fery membuat Vivi segera melepaskan tangannya yang sedari tadi menggenggam tangan Zio.

"Yaudah Pak, Saya sama Jio pamit pergi semoga lancar terus rejekinya" ucap Pak Ahmad.

"Aamiin, Pak Ahmad juga" jawabnya.

Lalu Zio pun menyalami Pak Fery tak lupa dia menganggukan kepala ke arah Vivi yang sedari tadi melihat ke arahnya.

"Mari Pak" ucap Zio lalu pergi bersama dengan Pak Ahmad.

Sedari tadi Vivi menatap Zio walaupun hanya bagian punggungnya saja namun hal itu tetap membuatnya tersenyum tidak jelas.

"Dia itu siapa Yah?" tanya Vivi.

"Dia Zio anaknya Pak Ahmad" jawabnya membuat Vivi menganggukan kepala.

"Ganteng ya? Sampe engga berkedip gitu" ledek Ayah.

"Ish Ayah" ucap Vivi lalu meninggalkan Ayahnya yang hanya tertawa karena sudah membuat anak gadisnya tersipu malu.

Kembali ke Zio yang saat ini tengah mengantarkan pesanan ikan ke tempat yang lainnya, tak lupa Zio mencoba mengingat jalan yang dia lewati anggap saja untuk latihan jika suatu hari nanti Pak Ahmad tengah sibuk jadi dia bisa melakukan tugas Pak Ahmad dengan mudah.

"Oh iya Pak kalo di sini tanah itu udah mahal atau masih standar?" tanya Zio.

"Kalo yang Bapak tau harga tanah masih wajar Nak, memang kenapa?" tanyanya.

"Nanti bantuin Aku ya Pak buat nyari tanah" ucap Zio.

"Mau buat apa?" tanyanya.

"Perkebunan aja Pak" jawab Zio yang di angguki oleh Pak Ahmad.

Mereka pun mengantarkan pesanan hingga menjelang sore hari setelah semua selesai Zio dan Pak Ahmad kembali ke rumah.

"Assalamualaikum" ucap mereka.

"Waalaikumsalam" jawab Bu Ani dari dalam rumah.

"Ibu udah siapkan minuman buat kalian" ucap Ibu sambil menyalami tangan suaminya.

"Makasih Bu" ucap Zio setelah menyalami tangan Bu Ani.

Zio memilih untuk mandi terlebih dahulu, dia menggunakan pakaian yang di belikan oleh Bu Ani tadi pagi di pasar, mau harganya murah sekalipun jika Zio yang pakai akan terlihat mahal.

"Pak" panggil Zio kepada Pak Ahmad yang baru duduk kembali di sebelahnya setelah mandi.

"Kenapa Ji?" tanyanya.

"Bantuin aku cari tanah Pak" jawab Zio.

"Mau buat apa Nak?" tanya Ibu yang datang membawa cemilan.

"Buat perkebunan Bu" jawab Zio.

"Kalo yang Ibu tau sih ada waktu itu Pak Joni pernah bilang ke Ibu kalo dia jual sawah yang di sana" ucap Bu Ani.

"Yaudah engga apa-apa Bu asal harganya cocok sama subur ya aku beli" ucap Zio.

"Untung Gua dulu punya atm baru jadi bisa lah buat beli ini itu anggep aja modal" batin Zio.

"Iya nanti biar Bapak antar ke rumah Pak Joni biar kita tanya-tanya dulu kalo memang rezekinya insyaallah jadi milik" ucap Pak Ahmad.

"Sekarang kalian makan dulu, Ibu udah masakin ayam, sambal sama lalapan" ucap Bu Ani.

"Wih makan enak nih kita" ucap Pak Ahmad sambil merangkul pundak Zio.

"Hahaha iya nih Pak alhamdulillah" ucap Zio.

"Kalian ini" ucap Bu Ani.

Lalu mereka pun makan di selingi obrolan tentang keseharian mereka masing-masing baik Pak Ahmad maupun Bu Ani saling bertanya tentang bagaimana kesibukannya selama seharian ini hal itu membuat Zio tersenyum hangat.

"Uang memang segalanya dan segalanya butuh uang tapi bukan kah perhatian terhadap pasangan merupakan pondasi paling awal di dalam sebuah hubungan entah itu pacaran ataupun pernikahan, dari keluarga kecil ini Gua banyak belajar dimana kesetiaan seseorang di uji di saat tak memiliki buah hati namun mereka mengambil pesan positif yang tersirat di dalamnya mengenai hidup yang saling menerima.

Zia Or ZioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang