Bab 8

863 87 0
                                    

Setelah makan malam mereka pun kembali ke ruang tamu namun sedari tadi Devira hanya diam tidak dengan Zio yang ikut mengobrol dengan orang tuanya.

"Zi" panggil Devira membuat Zio dan yang lain menatap ke arahnya.

"Kenapa?" tanya Zio.

"Bisa ngobrol sebentar?" tanyanya.

"Oh boleh ayo" ucap Zio.

"Aku pergi dulu semua permisi" pamit Zio pada yang lainnya.

Zio dan Devira berjalan menuju ke taman belakang, entah apa yang akan Devira bicarakan mungkin agak serius, kini mereka berdua duduk di sebuah kursi panjang.

"Jadi?" tanya Zio karena sedari tadi Devira hanya diam.

"Seperti yang kamu lihat kemarin kalo aku dan Aji sudah menjalin hubungan sejak lama" jawab Devira.

"Bahkan Gua tau tentang itu semua sejak lama" ucap Zio sambil menatap wajah Devira sehingga mereka kini saling bertatapan.

"Gua engga pernah memaksakan seseorang untuk mencintai Gua dan Gua juga engga akan melakukan hal konyol hanya untuk mendapatkan hati seseorang yang engga utuh" lanjut Zio.

"Tentang kedepannya hubungan kita itu terserah Lo, karena seerat apapun Gua menggenggam akhirnya dia akan lepas jika yang Gua genggam dengan sekuat tenaga ingin melepaskan" ucap Zio yang kini kembali menatap lurus ke depan.

"Bukannya suatu hubungan harus saling bahu membahu untuk mencapai suatu tujuan? Jika semua orang mencari yang sempurna lantas yang mempunyai kekurangan untuk apa di ciptakan?" tanya Zio.

"Dunia selucu itu, Gua yang mengejar mati-matian tapi orang lain yang mendapatkan, mungkin dari status Gua yang jadi pemenang tapi dari segi hati Gua hanyalah seorang pecundang" ucap Zio.

"Mulai sekarang Lo bebas buat dekat sama dia, karena itu hidup Lo dan Lo juga yang jalanin soal rasa sakit anggap aja itu takdir yang harus gua hadapi, ayo kita sama-sama buat tidak saling memberi luka" lanjut Zio menatap Devira yang sedari tadi menatap Zio dengan tatapan sendunya.

"Maaf kalo selama ini Gua kasar, maaf kalo selama ini Gua jauh dari kata sempurna dan maaf kalo selama ini Gua selalu bikin Lo malu, Lo berhak buat bahagia" ucap Zio lalu mengusap rambut Devira dan bangkit dari tempat duduknya untuk pergi dari sana, namun langkahnya terhenti karena sebuah pelukan.

Zio terdiam di saat mendapatkan pelukan tiba-tiba, samar-samar dia mendengar suara tangisan di balik punggungnya yang mungkin sekarang basah.

"Maaf Zi, aku salah" ucap Devira dengan suara bergetar, Zio melepaskan pelukannya lalu membalikkan tubuhnya dan dia mengangkat dagu Devira agar menatap ke arahnya.

"Engga apa-apa semua udah terjadi Gua cuma engga mau Lo semakin sakit karena selalu ada di sisi Gua" ucap Zio sambil mengusap air mata di Devira.

"Jangan pergi" ucap Devira.

"Gua engga pergi, Gua ada di sini kok" ucap Zio.

Sedari tadi apa yang mereka lakukan di lihat oleh orang tua mereka dan mereka pun tau masalah apa yang tengah di hadapi oleh anak-anak mereka itu.

"Apa cara kita salah? Aku kira dengan menyatukan mereka akan saling menjaga tapi malah sebaliknya" ucap Daddy.

"Tapi di sini anakku yang salah karena dia sudah bermain belakang dengan pria lain" saut Papih.

"Mereka engga salah tapi kita yang salah karena keegoisan kita, mereka jadi korban" ucap Mommy yang menatap sendu anak laki-lakinya.

Kembali ke Zio dan Devira kini mereka saling berpelukan untuk saling menenangkan diri masing-masing, tak lama Zio melepaskan pelukannya dan menggenggam tangan Devira.

"Sekali lagi Gua minta maaf ya" ucap Zio namun tak di tanggapi oleh Devira karena dia hanya menatap sendu Zio.

"Lucu banget kalo lagi gini jadi mirip badut" ledek Zio membuat Devira memanyunkan bibirnya.

"Dasar bocil" ledek Zio membuat Devira segera mencubit pinggang Zio membuat Zio  meringis kesakitan.

"Kak Devira di tunggu Papih Mamihnya tuh katanya mau pulang sekarang" teriak Zeeva membuat mereka berdua menatapnya.

Lalu mereka pun berjalan memasuki Mansion kembali dengan wajah Devira yang masih sangat terlihat bekas air matanya.

Keluarga Devira pun pamit kepada keluarga Zio karena hari sudah semakin larut dan tidak enak juga jika terlalu lama.

"Aku pamit pulang" ucap Devira yang kini berhadapan dengan Zio.

"Iya hati-hati" jawab Zio namun tiba-tiba Zio menarik pinggang Devira sehingga tubuh mereka saling bertabrakan hal itu membuat Devira terkejut.

Sebuah kecupan hangat mendarat persis di kening Devira membuatnya mematung karena baru kali ini dia di perlakukan tidak kasar oleh Zio.

"Udah gih sana masuk" ucap Zio di angguki oleh Devira karena dia masih memproses kejadian barusan.

"Papih sama Mamih juga hati-hati" lanjut Zio lalu melambaikan tangan kepada mereka sampai mobil tak terlihat kembali.

Kini Zio kembali ke kamarnya setelah dia berpamitan kepada orang tuanya untuk beristirahat karena tubuhnya sangat lelah.

"Perasaan memang serumit itu terkadang kita mencintainya namun dengan cara dan perlakuan yang salah tapi di saat sadar seseorang itu hanya tinggal kenangan dan memilih hati lain walaupun perselingkuhan tak pernah di benarkan.

Zia Or ZioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang