Bab 28

546 45 2
                                    

Lalu mereka pun makan bersama setelah pesanan milik Zio datang, namun ketenangan tak bertahan lama karena ada beberapa orang yang menghampiri meja mereka.

"Zio" panggilnya namun Zio tak menengok ke arah suara dan tetap melanjutkan makannya.

"Zio" panggilnya lagi dan mereka tetap tidak menggubrisnya.

Brak.
Suara gebrakan meja membuat mereka terkejut kecuali Zio yang hanya memejamkan matanya guna menahan emosi.

"Kalo di panggil itu nengok bukan cuma diem doang" bentak seorang pria dengan wajah yang memerah karena amarah lalu Zio pun bangkit dari duduknya dan menatap ke arah mereka dengan tatapan datarnya.

"Maaf Mas kenapa? Apa kita saling kenal sebelumnyanya? Saya ke sini hanya ingin membawa mereka orang tua saya untuk bersenang-senang jadi saya tidak ada urusan dengan anda orang yang baru kali ini saya temui" ucap Zio.

"Lo bercanda hah? Jelas-jelas mereka orang tua Lo dan Lo anak mereka" bentaknya lagi.

"Orang tua saya? Masnya lagi bercanda atau gimana? Jelas-jelas Ibu Bapak yang sedari tadi makan bersama saya itu adalah orang tua saya dan saya tidak kenal Tuan dan Nyonya itu, Orang tua saya sangat menyayangi saya dengan penuh ketulusan dan kasih sayang engga hanya itu mereka selalu mengingat saya sepanjang waktu, maaf saya baru kali ini melihat Tuan dan Nyonya di sebelah anda bukannya anda anak mereka? Jika di lihat dari tampilannya anda itu bagian dari mereka, karena dari tampilan pun saya tidak mencerminkan bagian dari kalian, Saya hanya anak orang biasa dan nama saya Arzi bukan Zio jadi mungkin kalian salah orang dan satu lagi orang tua saya itu mereka bukan Tuan dan Nyonya, permisi" ucap Zio.

"Ayo Pak Bu" lanjutnya meminta untuk segera pulang dan di mengerti oleh orang tua dan juga Vivi yang sedari tadi hanya diam karena tidak mau ikut campur.

"Ibu naik ke punggung Aku ya tadi Ibu bilang kaki Ibu sakit" ucap Zio yang sudah berjongkok di depan mereka lalu Bu Ani pun naik ke punggung Zio dan Zio kembali berdiri.

"Belanjaannya biar Aku aja yang bawa Pak nanti tangan Bapak sakit" ucap Zio sambil membawa belanjaanya.

"Permisi" ucap Zio membuat mereka menyingkir.

"Maaf Mba uangnya saya taruh di meja ya" ucap Zio yang menaruh beberapa lembar uang di meja.

Sejak kepergian mereka banyak terdengar bisikan dan pujian yang di berikan pengunjung lain ke arah Zio apalagi dengan pernyataan Zio yang sangat logis tersebut tak hanya itu bahkan mereka ingin memiliki anak seperti Zio yang sangat mengutamakan kebahagiaan orang tuanya.

"Dari wajah, bentuk tubuh hingga perilaku dia benar-benar Zio tapi semua di tepiskan oleh kebenarannya jika dia adalah orang lain yang hanya memiliki semuanya persis seperti Zio" batin Daddy.

"Aku yakin itu pasti Abang" batin Zeeva yang masih melihat punggung Zio yang mulai menjauh.

"Gua harap itu bukan dia kalo misalnya dia yang ada semua rencana Gua hancur" batin Aji.

"Zio" batin Devira.

"Setiap perlakuannya dan tindakan manisnya buat Gua teringat dia" batin Siska.

Zio berada di balik kemudi sedari tadi hanya tatapan datarnya saja yang terlihat membuat orang-orang di sana enggan untuk memulai obrolan terlebih dahulu hal itu membuat suasana mobil sangatlah hening.

"Zi stop dulu ya Bapak mau ke toilet umum dulu" ucap Bapak membuat Zio menghentikan mobilnya di pinggir jalan namun Bapak tak keluar sama sekali membuat  Zio memangdang Bapaknya heran.

"Kenapa engga keluar Pak? Bukannya tadi Bapak bilang mau ke toilet?" tanya Zio.

"Bapak tau kamu sedang kacau, Bapak tau apa yang kamu rasain saat ini tapi ingat kamu engga sendiri di sini ada Bapak, Ibu Vivi dan yang lainnya jadi kamu bisa cerita ke kita kapanpun yang kamu mau, Bapak engga mau kamu menanggung semua sendiri Bapak sayang sama kamu Zi" ucapnya membuat Zio secara tiba-tiba memeluk Bapak dengan erat dan terdengarlah tangisan pilu.

"Zio sakit Pak, Zio kecewa, Zio tau mereka bukan keluarga Zio tapi tetep aja Zio sakit akan faktanya dimana mereka lebih memilih mengangkat anak daripada mencari Zio, Zio cukup sadar diri akan posisi Zio yang bukan siapa-siapa di mata mereka tapi ini sakit hati Aku sakit" ucap Zio dengan deraian air mata yang mengalir.

"Bapak tau sesakit apa kamu, Bapak tau itu tapi Bapak hanya bisa menasehati kamu agar kamu tidak balas dendam dengan apa yang sudah mereka perbuat terhadap kamu, sekarang semua ada di tangan kamu untuk menerima kembali atau tidak masalalu kamu itu, Bapak dan Ibu hanya bisa menasehati dan mendoakan kamu di setiap keputusan dan langkah kamu jadi jangan sampai apa yang kamu ambil itu malah membuat kamu semakin sedih" ucap Bapak.

"Makasih Pak Bu" ucap Zio lalu memeluk Bapak kembali.

"Kamu anak yang kuat Bapak yakin kamu bisa menghadapi semuanya" batin Bapak sambil mengelus rambut belakang Zio.

Kini setelah lega Zio pun kembali mengemudikan mobilnya menuju ke rumah mereka.

Zia Or ZioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang