13. Melepas Genggaman

1.7K 282 61
                                    

.

.

.

.

"Sebaiknya, kita putus saja Shika."

Shikamaru terpaku. Menatap Hinata yang tetap duduk memandang ke arah luar jendela kamarnya walau dirinya ada di sampingnya.

"Kau bicara apa, Hinata?"

Setelah kemarin sore ia tidak bisa menemui kekasihnya karena seorang bunke menyampaikan pesan jika Hinata sudah terlelap, Shikamaru datang seperti biasa dipagi hari hanya untuk mendapat kata-kata sambutan tak masuk akal dari kekasihnya itu.

"Hubungan kita, sebaiknya kita hentikan saja." Hinata masih tidak menghadap ke arah Shikamaru. Walau terlihat tenang, cengkraman tangannya pada gaun tidurnya terlihat mengerat dan bergetar.

"Jangan bercanda, Hinata. Ini sama sekali tidak lucu." Shikamaru masih menahan diri.

Hinata akhirnya menoleh, "Aku tidak bercanda."

"Hubungan kita tidak akan berhasil––"

"Hinata!" Suara Shikamaru naik satu oktaf.

"Apa sesuatu melukai kepalamu?" Semua baik-baik saja saat kemarin terakhir kali mereka bertemu. Lalu bagaimana bisa menjadi seperti ini dalam semalam. Apa yang dipikirkan gadis itu sebenarnya?

Suara Shikamaru yang meninggi membuat jantung Hinata berdebar semakin kencang. Ia takut dan merasa bersalah, tapi semuanya harus ia selesaikan hari ini juga. Demi kebaikan Shikamaru dan juga dirinya.

Obrolan yang tak sengaja ia dengar di perpustakaan kemarin setidaknya semakin menyadarkan dirinya jika dia hanya akan menjadi beban dan hambatan bagi Shikamaru.

Keraguannya mengenai kesembuhannya memang sudah ia rasakan sejak ia tak kunjung ada perubahan. Tapi Hinata menganggap jika ada Shikamaru itu tak masalah. Hinata melupakan jika Shikamaru punya kehidupan lain dan masa depan yang akan terhalang jika ia terus terpaku pada dirinya yang cacat.

"Aku tidak tau sampai kapan akan terus seperti ini Shika. Mungkin lebih lama dari dugaan kita atau bahkan akhirnya aku akan buta selamanya."

"Kau adalah calon ketua klan. Tentu sebagai ketua klan, pasanganmu haruslah wanita yang sempurna. Dan itu, tentu bukan aku."

Shikamaru tertawa kering. Suara tawa sumbang setelah mendengar penjelasan tidak masuk akal yang keluar dari mulut orang yang dicintainya.

"Apa kau tidak mencintaiku lagi?" Tanya Shikamaru tajam.

"Shika!"

"Kau bilang kau tidak akan melepaskan genggaman tanganku, kau bilang kau percaya padaku."

"Lalu sekarang kau bilang, hubungan kita tidak akan berhasil?"

"Apa itu masuk akal? Apa selama ini kau menipuku?"

Hinata menelan ludah. Setiap kata yang dikeluarkan Shikamaru tidak ada kehangatan apapun di dalamnya. Kata-katanya begitu dingin dan menusuk.

"Shika, ini demi kebaikanmu, demi kebahagianmu!" Ketenangan yang Hinata jaga dalam suaranya akhirnya pecah. Suaranya bergetar walau Hinata mengatakannya setengah berteriak.

Shikamaru kembali tertawa. "Siapa kau bisa mengatur kebahagianku, Hinata."

Suara dingin Shikamaru seolah membekukan keberanian Hinata. Hinata menelan ludah. "Apa kau masih tidak mengerti?! Tidak selamanya cinta harus saling memiliki Shika. Kau punya masa depan, apa kau akan meninggalkan orang-orang yang memiliki harapan tinggi padamu hanya untukku yang buta–"

Hide and Seek ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang