markas

1K 105 2
                                    

Damian menolak bertatap mata dengan Aldon Decker ketika pria itu mulai menembaki rantai-rantai yang mengikat kedua lengan Damian ke sisi-sisi ranjang. Bunyi tembakan peluru dan rantai yang beradu memekakkan telinga. Damian segera bangun ketika kedua lengannya telah bebas. Aldon Decker mendekati Damian dan menarik dagunya.

"Apa-apaan!"

Dengan cepat, Aldon Decker menarik sapu tangan dari saku jasnya dan mengusap wajah Damian dengan kasar. Damian mendengus kesal dengan perlakuan tidak menyenangkan Aldon Decker, namun ia sendiri hanya diam sebab Aldon Decker telah menolongnya sebelum ia dilecehkan lebih jauh. Damian menatap tubuh pria hidung belang yang menjamah tubuhnya itu. Dia tergeletak di lantai dengan kepala berlubang. Normalnya, Damian tidak akan suka melihat adegan pembunuhan di depan matanya, tapi untuk kali ini ia puas melihat pria itu mati.

"Kau pulang denganku."

Aldon Decker menarik lengan Damian, membuat pemuda itu terhuyung saat melangkah karena tidak siap dengan tarikan tiba-tiba itu. Para bawahan Aldon Decker segera mengurus mayat pria itu, membiarkan Aldon Decker memiliki waktu pribadi dengan Damian.

"Lepaskan aku, sialan!"

"Masih berusaha untuk terlihat kuat, huh? Lihat apa yang telah terjadi padamu."

"Ini semua karena kau membawaku ke Las Vegas!"

Aldon Decker terkekeh. "Seandainya kau diam saja dan nikmati kamar hotel mewah itu, tidak akan ada kejadian seperti ini. Bukankah hotel mewah seperti itu merupakan tipemu?"

Damian tertawa sinis. "Coba katakan padaku, adakah manusia di dunia ini yang menikmati seluruh fasilitas mewah sebagai tawanan? Katakan padaku, Aldon Decker! Apa yang sebenarnya kau inginkan dariku?"

Lengan Aldon Decker dengan cepat melingkari pinggang Damian dan menariknya mendekat.

"Sudah kukatakan aku menginginkan dirimu."

"Kau gila!"

"Mungkin aku memang gila, tapi itu tidak merubah apapun."

Damian kehabisan kata-kata untuk mengorek informasi apa yang sebenarnya diinginkan oleh pria ini kepadanya. Dia bertindak sangat jauh hingga membawa Damian ke Las Vegas. Orang-orang di kediaman Wijaya pasti tengah kebingungan karena Damian menghilang tiba-tiba.

"Lepaskan aku, bedebah!"

Aldon Decker melepaskan rengkuhannya. Damian berusaha memeluk dirinya sendiri karena merasa kedinginan. Pakaiannya koyak tak berbentuk, namun Damian tidak memiliki pilihan lain selain tetap memakai pakaian tersebut.

"Gunakan ini."

Aldon Decker melepaskan jasnya dan memakaikan dengan paksa kepada Damian. Mulut Damian belum sempat untuk protes, namun telapak tangan besar Aldon Decker sudah lebih dulu menepuk wajahnya.

"Diam dan tunggu aku di sini. Sekali lagi kau berusaha melarikan diri, aku tidak akan menolongmu lagi. Silakan nikmati saja menjadi pemuas hasrat para pria tidak jelas seperti sebelumnya."

Damian menggertakkan giginya dengan kesal. Ah, sial. Ia ingin sekali meninju wajah sombong Aldon Decker. Tapi pada akhirnya, Damian hanya diam dan duduk di lantai sembari mengeratkan jas Aldon Decker ke tubuhnya. Bohong jika Damian mengaku bahwa ia tidak ketakutan. Jujur saja, seluruh tubuhnya masih bergetar hebat setelah apa yang terjadi. Damian hanya berusaha sok tegar hanya agar Aldon Decker tidak merendahkannya. Damian tidak suka tampak lemah di hadapan orang lain, apalagi jika orang lain itu adalah musuhnya. Status Aldon Decker terhadap Damian masih tidak jelas hingga sekarang, namun Damian merasakan firasat buruk dari tujuan Aldon Decker sebenarnya. Damian tidak ingin terperdaya, karena itulah ia harus selalu tampak kuat dalam situasi apapun.

"Kita pulang."

Damian tersentak. Aldon Decker sudah ada di belakangnya dan menarik lengan Damian. Buru-buru Damian mengusap sisa air mata di pipinya sebelum Aldon Decker melihat itu.

"Apa yang tadi kau lakukan?"

Aldon Decker tidak menjawab. Ia tetap melingkarkan lengannya pada pinggang Damian, seolah berusaha memastikan bahwa pemuda itu tidak kabur darinya. Di sisi Damian, ia tidak melawan. Untuk pertama kalinya ia menurut kepada seorang Aldon Decker.

***

Mobil yang dikendarai Aldon Decker bersama dengan Damian berhenti pada sebuah bangunan mewah dan megah yang belum pernah Damian lihat. Mereka mengendarai mobil yang berbeda dengan para bawahan Aldon Decker lainnya. Hanya berdua saja, Damian dan Aldon Decker.

"Ini di mana?"

"Markasku. Kau tidak akan bisa melarikan diri lagi jika berada di sini."

Damian meneguk ludahnya dengan susah payah. "Aku bukan tawanan."

"Lakukan saja. Cobalah melarikan diri, aku tidak akan menolongmu ketika pria-pria mesum itu memperkosamu dengan brutal. Kau tidak tahu betapa kejamnya dunia ini, Damian."

Damian mengepalkan telapak tangannya. "Seolah kau yang paling tahu dunia saja."

Aldon Decker tiba-tiba maju dan menekan tubuh Damian hingga pemuda itu menempel di pintu mobil.

"A-Apa yang kau lakukan?"

Aldon Decker menarik dagu Damian, memaksa pemuda itu untuk bertatap mata dengannya.

"Kau anak manja dari keluarga kaya raya. Segala hal yang kau inginkan selalu terpenuhi. Kau memiliki segalanya. Uang, kekuasaan, penjaga yang setia mengamankan dirimu. Kau belum pernah berjalan sendirian, Damian. Jangan meremehkan betapa kejamnya dunia ini atau kau akan menyesal."

Jantung Damian berdetak kencang. Ia tidak bisa membantah apa yang dikatakan oleh pria itu. Setengah hatinya membenarkan apa yang dikatakan Aldon Decker, namun Damian juga masih tidak terima karena Aldon Decker seolah-olah menilai bahwa Damian adalah manusia paling lemah di muka bumi.

"Turun. Aku akan mengantarmu ke kamar."

Damian menurut. Aldon Decker masih memegangi lengannya. Beberapa orang berpakaian serba hitam menyambut kedatangan Aldon Decker. Ada banyak pasang mata yang melirik Damian dengan pandangan tidak mengenakkan. Damian yang risih tanpa sadar mendempetkan tubuhnya pada Aldon Decker.

"Jangan pernah kalian menyentuhnya tanpa izin dariku. Bersikap buruk padanya sekali saja, aku akan meledakkan kepala kalian."

Damian menunduk. Ia berkali-kali harus menajamkan telinganya ketika Aldon Decker mulai berbicara bahasa Inggris dengan nada dan tempo yang cepat.

Aldon Decker membawa Damian masuk ke dalam salah satu ruangan besar di bangunan yang disebut markas itu. Gedung besar tersebut seperti sebuah rumah megah. Bedanya, isi di dalam gedung itu ditata menyerupai sebuah kantor yang unik. Ada banyak ruangan dan kamar-kamar. Damian menempati satu kamar yang megah.

"Untuk tuan muda seperti dirimu, kamar ini tidak buruk, kan?"

Damian mendengus. "Aku benar-benar tidak mengerti denganmu."

Aldon Decker menatap Damian yang masih terus mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Wajahnya yang kebingungan tampak menggelikan. Mirip sekali seperti seorang bocah lima tahun yang ditinggal orang tuanya di tempat asing.

"Apa yang kau lihat, hah!" Seru Damian kesal.

Aldon Decker mendekati Damian dan mengusap sisa air mata di ujung mata kirinya.

"Lain kali, tidak perlu sok kuat."

Aldon Decker melangkah pergi. Wajah Damian memerah marah.

"Bangsat!"

***



A/N: Enaknya kalau pas lagi percakapan bahasa Inggris tetap kutulis bahasa Inggris aja + terjemahan di sampingnya, atau kutulis bahasa Indonesia tapi dengan format italic?

Plaything | YAOITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang