Damian mengabaikan Aldon Decker setelah kejadian sebelumnya. Ia menuruti apapun yang Aldon Decker katakan, namun ia tidak mengucapkan apa-apa dan hanya diam saja. Bahkan untuk menatap Aldon Decker pun, Damian enggan. Kelakuan Damian yang seperti sedang merajuk membuat Aldon Decker geregetan luar biasa. Sebenarnya, Aldon Decker bisa saja mengabaikan Damian sama seperti apa yang dilakukan oleh pemuda itu, namun entah bagaimana Aldon Decker malah yang merasa risih dan tidak nyaman dengan semua kediaman ini.
"Kau marah padaku, huh?" tanya Aldon Decker pelan.
Mereka berdua sedang duduk di meja makan dengan banyak hidangan mewah. Normalnya, Damian akan dengan rakus mengambil makanan-makanan tersebut dan mengunyahnya dengan cengiran bahagia, tapi kali ini sama sekali tidak. Damian tampak tidak berselera. Ia hanya mengambil potongan daging sapi yang kebetulan terletak dekat dengan piringnya lalu memakannya dalam diam.
"Damian," panggil Aldon Decker.
Aldon Decker mengepalkan telapak tangannya. Ia melirik Damian yang tetap diam dan sama sekali tidak mau menatapnya. Damian hanya memakai kaus oblong dengan potongan leher yang cukup rendah. Pakaian itu sedikit kebesaran untuknya sehingga bagian leher tampak turun. Leher Damian yang putih pucat tampak kontras dengan bekas kemerahan melingkar di lehernya. Bekas cengkeraman Aldon Decker kemarin masih tersisa dengan cukup jelas.
"Damian!" Seru Aldon Decker dengan meninggikan suaranya.
Damian menyudahi makan dan berdiri hendak pergi, namun sebelum ia melangkah, Aldon Decker sudah berdiri di sampingnya dan menahan lengan Damian kuat-kuat.
"Kau berani mengabaikanku, huh?"
Damian dengan keras menyentak lengannya sendiri sampai lepas dari genggaman Aldon Decker.
"Brengsek!"
Aldon Decker mendorong tubuh Damian hingga pemuda itu menubruk meja makan dan membuat beberapa makanan berserakan ke lantai. Bahu Damian ditekan kuat hingga punggungnya menempel pada pinggiran meja makan. Damian bisa melihat dengan jelas tatapan penuh amarah Aldon Decker dalam jarak sedekat ini.
Damian menyeringai tipis. "Apa kau sedang berkhayal untuk membunuhku?"
"Ya," jawab Aldon Decker tegas.
Damian semakin melebarkan seringainya. "Katakan, bagaimana kau akan melakukannya?"
"Dengan tanganku."
Damian menarik telapak tangan Aldon Decker yang menekan bahunya kemudian memindahkannya tepat pada leher Damian sendiri. Damian bahkan berusaha mengeratkan telapak tangan Aldon Decker ke lehernya. Ia kemudian melepas pegangannya sendiri, merentangkan tangan seolah-olah memasrahkan dirinya pada apa yang ingin dilakukan oleh Aldon Decker.
"Tunjukkan padaku bagaimana khayalanmu itu," bisik Damian.
Sorot mata Aldon Decker benar-benar candu untuk disaksikan. Damian tidak tahu sebutan apa yang tepat untuk sorot mata Aldon Decker saat ini. Amarah? Kekesalan luar biasa? Rasa tertarik? Atau mungkin hasrat yang menggebu-gebu?
Damian harusnya merasa takut di saat seperti ini, namun entah mengapa perasaan yang mendominasi di dalam hatinya saat ini adalah penasaran. Apa yang akan dilakukan Aldon Decker kepadanya? Apa yang akan Damian rasakan ketika ia memasrahkan dirinya? Terlalu banyak pertanyaan yang membuat Damian penasaran dan tertarik.
Aldon Decker dengan cepat melepaskan telapak tangannya dari leher Damian dan mundur beberapa langkah. Damian bangun dari posisinya yang setengah berbaring di atas meja makan sembari mengusap lehernya sendiri. Sensasi panas dari telapak tangan Aldon Decker masih tersisa di sana.
"Kau tidak ingin mencobanya?" tanya Damian. Ia menurunkan kerah kausnya yang memang cukup rendah, menunjukkan lehernya yang jenjang di hadapan pria itu.
Damian ingat ia baru saja mengatakan bahwa dirinya tidak menyukai laki-laki secara seksual, tapi kali ini mungkin pengecualian. Ini adalah ketertarikan yang tidak biasa, dan entah mengapa Damian semakin penasaran untuk menjajalnya lebih dalam.
Aldon Decker mengumpat keras. Ia tidak mengatakan apa-apa lagi kepada Damian dan melangkah pergi dengan cepat.
Damian menatap kepergian Aldon Decker dengan seringai senang. Ia meraba dadanya sendiri, merasakan detak jantungnya yang mengeras seiring waktu. Ia sungguh tertarik. Ia suka dengan adrenalin yang dirasakan olehnya. Ia suka melihat wajah Aldon Decker yang selalu tampak tenang itu terganggu. Ia suka mengacaukan Aldon Decker dalam berbagai hal.
"Heh, menarik sekali," gumam Damian pelan. Ia tertawa-tawa dengan menutup mulutnya sendiri hanya agar orang lain tidak mendengarnya. Damian tidak bisa menahan hasrat kesenangan yang baru saja ia rasakan dalam beberapa hari terakhir sejak pertama kali ia mengenal seorang Aldon Decker.
Damian sekali lagi mengusap lehernya, sisa bekas telapak tangan Aldon Decker membuatnya tertarik lebih jauh.
"Aku akan mengganggumu lebih banyak," ucap Damian pelan sebelum akhirnya ia keluar dari ruang makan untuk kembali ke kamarnya.
***
Aldon Decker kembali ke ruangannya dengan perasaan marah luar biasa. Ia membanting vas bunga di meja kerjanya dengan brutal dan mengobrak-abrik berkas di mejanya.
"Fuck!" umpatnya keras.
Aldon Decker duduk di kursinya dengan membanting tubuhnya sendiri. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Aldon Decker tidak pernah kehilangan kontrol dirinya sendiri terhadap orang lain selama ini. Ia selalu tenang, mengamati dengan seksama, dan memenangkan apapun yang harus ia menangkan. Tapi mengapa pemuda bernama Damian Putra Wijaya itu berhasil mengobrak-abrik isi pikiran Aldon Decker?
"Bos?"
Carlo masuk dengan melebarkan matanya. Serpihan vas bunga dan air yang berserakan di lantai, berkas-berkas yang berceceran, dan Aldon Decker yang tampak berantakan.
"Ada apa kau kemari?" tanya Aldon Decker dingin.
"Beberapa orang yang ditempatkan di sekitar kediaman Damian memberikan kabar bahwa keluarga Wijaya sudah mulai curiga bahwa Damian tidak pergi atas kehendaknya sendiri. Mereka mulai melibatkan penegak hukum dan detektif swasta profesional untuk menyelidiki di mana keberadaan Damian. Cepat atau lambat, mereka akan menyadari bahwa kita yang telah membawa Damian."
Aldon Decker mengepalkan telapak tangannya. "Siapa pun yang pernah melihatku di dekat Damian, bunuh!"
Carlo melebarkan matanya. "Bos, apakah kami juga harus membunuh anak-anak itu? Mereka sama sekali tidak ada hubungannya dengan Damian."
Aldon Decker menyeringai. "Tentu saja ada. Mereka adalah teman-teman dekat Damian. Kurasa aku akan memanfaatkan mereka."
Carlo mengernyit heran. Aldon Decker memang kejam, namun pria itu tidak pernah melibatkan anak-anak yang tidak secara langsung berhubungan dengan targetnya. Teman-teman dekat Damian itu adalah yang paling tahu tentang keberadaan Aldon Decker. Bisa jadi saat ini, mereka sudah melaporkan kepada keluarga Wijaya bahwa Damian berinteraksi dengan Aldon Decker sebelum dirinya tiba-tiba menghilang.
"Are you okay, Boss?"
Aldon Decker melirik Carlo. Ia mengangguk dan tidak mengatakan apa-apa. Ia memerintahkan Carlo untuk keluar dari ruangannya dengan menggerakkan telapak tangannya.
Aldon Decker menyeringai. "Kau mempermainkanku, Damian. Baiklah jika itu maumu. Mari kita bermain bersama-sama."
***
A/N: Hai~
KAMU SEDANG MEMBACA
Plaything | YAOI
ActionDamian hanya ingin bermain-main selama hidupnya. Ia tidak suka melakukan sesuatu yang berat karena itu melelahkan dan merepotkan. Ia memiliki segalanya. Uang tak terbatas, orang tua yang memanjakannya, dan dua kakak perempuan yang memperlakukannya s...